https://jakarta.times.co.id/
Berita

Yudi Purnomo Tak Setuju Penyidikan Tunggal oleh OJK

Minggu, 08 Januari 2023 - 15:22
Yudi Purnomo: Penyidikan Tunggal oleh OJK Rawan Korupsi Kantor OJK. (FOTO: dok. TIMES Indonesia)

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Mantan Penyidik KPK, Yudi Purnomo menolak tegas pemberian kewenangan kepada OJK sebagai penyidik tunggal seperti yang termuat dalam Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). 

Yudi Purnomo yang saat ini giat menyuarakan suara antikorupsi menyatakan bahwa akan sangat rawan terjadi tindak pidana korupsi ketika terjadi kewenangan yang absolut seperti yang diberikan kepada OJK sebagai penyidik tunggal dalam melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.

“Hal ini membuat perusahaan, lembaga atau orang-orang yang berkecimpung di sektor keuangan akan sangat takut kepada penyidik OJK yang dapat berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang karena tidak ada lembaga atau institusi lain yang bisa menyidik kasus dalam sektor jasa keuangan,” kata Yudi, Minggu (8/1/2023). 

Influencer antikorupsi ini juga menjelaskan bahwa dengan lahirnya UU PPSK, OJK tentu menjadi otoritas tunggal yang berfungsi sebagai regulator, pengawas, sekaligus melakukan penyidikan di bidang jasa keuangan. 

OJK-b.jpgMantan Penyidik KPK, Yudi Purnomo. (FOTO: instagram Yudi Purnomo Harahap) 

Dengan kewenangan yang sangat besar bertumpu pada satu lembaga, berpotensi terjadi abuse of power dan hal ini tentu sekali lagi akan berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi. Lord Acton dengan adagium-nya yang terkenal menyatakan "power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely" (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut)."

Yudi menambahkan adapun tindak pidana korupsi yang berpotensi akan terjadi. Menurut ketua wadah pegawai KPK ini yaitu suap menyuap, pemerasan hingga gratifikasi.

Agar sistem penegakan hukum yang bebas dari korupsi menurut yudi, maka perlu tetap adanya pembanding agar terjadi keseimbangan dan sinergi dalam penegakan hukum.

Dalam penegakan hukum korupsi misalnya, Yudi menjelaskan bagaimana KPK tidak diberikan kewenangan sebagai penyidik tunggal dalam tindak pidana korupsi, Polisi dan Kejaksaan juga bisa menyidik kasus korupsi.

“Bahkan kewenangan KPK dalam penyidikan dibatasi hanya menangani perkara terkait penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain terkait penegak hukum dan penyelenggara negara serta menyangkut kerugian diatas 1 Milyar rupiah,” jelas Yudi. 

Dengan 3 lembaga yang bisa menyidik kasus korupsi, hasilnya terlihat bahwa kasus-kasus besar bisa ditangani bahkan diantara 3 lembaga juga saling bersinergi dalam bentuk kordinasi, supervisi dan bisa terjadi pelimpahan penangan perkara korupsi

Untuk itulah, mantan ketua pegawai KPK ini memberikan solusi bahwa seharusnya penyidikan sektor jasa keuangan tetap ada di institusi lain seperti kepolisian dan kejaksaan sebab maraknya kejahatan disektor keuangan belakangan ini membutuhkan sinergi banyak institusi penegak hukum untuk memberantasnya. 

Tidak Ada Kepastian Hukum

Sebelumnya Guru Besar Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Nindyo Pramono menyoroti aturan kewenangan penyidikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menurutnya, penyidikan OJK tidak memberikan kepastian hukum karena menyatukan kewenangan pengawasan administratif dengan kewenangan penyidikan yang bersifat pro justicia. 

Hal itu ia katakan karena di tahun 2019 lalu ia ikut sidang pengujian Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) terhadap UUD 1945 aturan kewenangan penyidikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Fungsi kewenangan OJK seharusnya berada dalam ranah hukum administrasi negara pada proses pemeriksaan dan penyelidikan," katanya Jumat (6/1/2023) lalu. 

Sementara itu, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Ratno Lukito membandingkan OJK di Indonesia dengan negara lain.

Sebab, di negara lain, pengawas keuangan tidak mencampur dua kewenangan penyidikan dan administrasi. 

"Kewenangan penyidikan diserahkan pada penegak hukum reguler atau lembaga khusus yang memiliki kewenangan penyidikan," jelasnya.

Lukito menilai, OJK di Indonesia berpotensi menimbulkan tumpang-tindih (overlapping) dengan lembaga penegak hukum seperti Polri.

Seharusnya, penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) mempunyai wewenang sesuai dengan Undang-undang yang menjadi dasar hukum masing-masing.

"Dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri," ucapnya.

Lukito menyebut, Pasal 49 ayat (3) UU OJK, terdapat beberapa ketentuan norma yang melanggar asas due process of law (proses hukum yang wajar) dan dapat menimbulkan kesewenangan-wenangan dari penyidik OJK. 

Kemudian, Pasal 1 angka 1 dan Pasal 9 huruf c UU OJK, terutama dalam kata 'penyidikan', yang memberikan wewenang penyidikan bertentangan dengan asas due process of law dalam sistem penegakan hukum pidana (criminal justice system).

"Ini juga tidak memberikan kepastian hukum yang adil bagi seseorang yang disangka melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan," tutur Lukito. (*)

Pewarta : Ahmad Nuril Fahmi
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.