TIMES JAKARTA, JAKARTA – Di antara ribuan jemaah haji yang berkumpul di paviliun sebelum keberangkatan menuju Kota Makkah, sosok kakek Abdul Malik Abdurrahman Bance menarik perhatian.

Kakek berusia 76 tahun asal Bima ini tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 12 Embarkasi Lombok (LOP-12). Wajahnya yang keriput menjadi penanda usianya yang tidak lagi muda, namun ia masih tampak sehat saat beraktivitas.

Tiba Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, Abdul Malik terlihat kebingungan. Kepada petugas, ia mengaku kehilangan koper miliknya. 

"Saya sedang cari koper saya, dek. Tadi saat mau ke toilet, saya titipkan ‘polisi’. Tapi saya lupa (yang mana ‘polisinya’)," katanya kepada seorang petugas haji yang sedang sibuk menempelkan stiker maktab di paspor jemaah.

Petugas dengan sigap meredakan keresahan sang kakek. Seluruh penjuru paviliun disusuri, namun tak ditemukan satu pun polisi yang berjaga.

Ternyata, yang dimaksud Abdul Malik sebagai "polisi" adalah petugas berseragam, dan di paviliun itu hampir semua petugas memakai seragam, mulai dari petugas haji Indonesia, Wukala, hingga sales kartu SIM provider asal Saudi.

Petugas tetap berikhtiar mencari koper Abdul Malik. Jika koper tertinggal di kabin atau bagasi pesawat, biasanya akan diantar ke pemondokan oleh Wukala. Namun, jika sudah dibawa turun dan hilang, perlu dicari sampai ketemu.

Setelah berkeliling, akhirnya koper sang kakek pun ditemukan. Abdul Malik berulang kali mengucap alhamdulillah dan berterima kasih kepada petugas yang membantunya.

Meski sudah berumur 70-an tahun, Abdul Malik terlihat sangat sehat dan bugar. Jalannya sedikit membungkuk, namun ia masih sanggup berjalan sekitar 200 meter dari paviliun menuju bus yang terparkir di depan terminal.

Ketika ditanya tips kebugarannya, Abdul Malik hanya bercerita tentang aktivitas hariannya sebelum pensiun. "Saya ini hanya tukang pengaspal jalan, dek," ujarnya dengan senyum.

Abdul Malik mengaku sangat bahagia bisa berangkat haji tahun ini. Beberapa kali ia terlihat menahan air mata. Ia merasa bersyukur diberi kesehatan dan kesempatan untuk melaksanakan rukun Islam kelima ini.

Ia berangkat sendiri tanpa didampingi keluarga, namun tetap senang karena beberapa teman masa kecilnya turut berangkat dalam satu kelompok terbang.

"Itu yang di sana teman masa kecil saya. Dulu dia jago naik kuda," katanya sambil menunjuk ke arah teman-temannya.

Impian Abdul Malik Naik Haji

Naik haji adalah impian Abdul Malik sejak kecil. Ia terkagum-kagum dengan orang-orang yang bisa menunaikan ibadah haji. Menurutnya, mereka hebat karena mampu mengarungi perjalanan jauh, apalagi saat itu haji belum naik pesawat seperti sekarang.

"Impian naik haji sudah dari kecil, dek. Dulu saya hitung jaraknya. Saya kagum, haji itu kan jauh, ya, sampai 9000-an KM," terangnya.

Abdul Malik sangat berterima kasih kepada anak-anaknya yang telah mewujudkan impian masa kecilnya. "Saya diberangkatkan oleh anak dan menantu saya. Mereka ini baik sekali," tambahnya. Ia berniat mendoakan anak-anaknya di tempat-tempat mustajab, begitu pula sang istri yang telah meninggal dunia.

Terima Kasih dan Doa Abdul Malik

Dengan mata berkaca-kaca, Abdul Malik mengucapkan terima kasih kepada petugas haji yang telah melayaninya.

"Saya juga akan mendoakan adek. Namanya siapa?" tanyanya sembari melihat name tag petugas yang membantunya.

"Saya tidak akan lupa. Namanya pasti saya ingat. Soalnya sama seperti anak adek saya," tambahnya dengan senyum penuh haru.

Kisah Abdul Malik menjadi inspirasi bagi banyak orang, menunjukkan bahwa semangat dan tekad yang kuat tidak mengenal usia. Selamat menunaikan ibadah haji, kakek Abdul Malik! Semoga seluruh jemaah haji Indonesia diberkahi kesehatan dan kekuatan dalam menjalankan ibadah di tanah suci.(*)