TIMES JAKARTA, JAKARTA – Kejadian nahas yang menimpa pengendara mobil bernama Wiyanto Halim (89) menjadi pelajaran penting bagi masyarakat. Bahwa 'main hakim sendiri' tak boleh lagi terjadi. Pasalnya, selain merugikan pihak lain, jalur hukum pun pasti didapatnya.
Seperti yang diketahui kemarin, Wiyanto Halim tewas sia-sia karena dikroyok sekelompok orang di Jalan Pulo Kambing, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur karena dikira mencuri mobil di wilayah Tebet, Jakarta Selatan.
Sebelum dikeroyok, massa sempat mengejar Wiyanto Halim. Namun korban mengacu mobilnya tersebut karena menghindari amukan warga yang tak bertanggungjawab tersebut. Massa tak tinggal diam, mereka mengejar dengan menghancurkan kaca mobil sambil diteriaki 'maling-maling'.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur AKBP Ahsanul Muqaffi menegaskan, bahwa kejadian itu adalah kesalapahaman saja. Kata dia, korban bukan maling. Ia mengendarai mobil pribadinya.
Ia menjelaskan, peristiwa ini berawal dari korban menyerempet pengendara motor. Bukannya berhenti, korban justru tancap gas. Itu bikin massa meneriaki maling.
"Ternyata saat diteriaki jadi timbul massa. Saat kami cek identitasnya pengemudi tersebut lengkap dengan identitasnya. Enggak ada pencurian," jelasnya.
Ia mengatakan, korban tak berhenti saat diteriaki oleh warga karena ia sudah sepuh. "Jadi gak mendengar. Kelahiran 1933," ujarnya.
Dari kejadian tersebut, kepolisian pun memburu para pelaku. Setidaknya, 4 orang langsung diproses dan dijadikan tersangka.
Hal itu dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan. "Anggota langsung meluncur ke TKP," jelasnya kepada awak media tadi malam.
Atas hal tersebut, keluarga pun tak terima. Kuasa hukum keluarga korban yakni Freddy Yohanes Partty mengatakan, insiden yang terjadi kemarin tersebut bukan hal biasa.
"Ini bukan sekedar pengeroyokan biasa. Ini pasti ada dalangnya. Ada pihak-pihak yang memang menghendaki hal ini terjadi," ujarnya kepada awak media.
Perasaan Irasional
Sementara itu, kejadian tersebut menuai atensi banyak pihak. Salah satunya yakni dari Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Syaifuddin.
Ia menjelaskan, dari disiplin ilmunya, pada dasarnya 'main hakim sendiri' terjadi karena perasaan irasional akibat terbawa suasana emosional dan mudah terprovokasi tanpa mengecek kebenaran atau faktanya.
Main hakim sendiri yang terjadi di masyarakat lanjut dia, juga terjadi karena masyarakat memandang rendah jeratan hukum yang akan terjadi pada dirinya.
Sebab apa yang terjadi dilakukan banyak orang dan dianggap pihak kepolisian sulit untuk menindak para oknum pelaku main hakim sendiri tersebut.
"Oleh karena itu kedepannya pihak kepolisian harus tegas menindak siapa saja yang berbuat main hakim sendiri ini," katanya kepada TIMES Indonesia Selasa (25/1/2022). (*)
Pewarta | : Moh Ramli |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |