Hukum dan Kriminal

Saat Pengadilan Tinggi dengan Santai Potong Hukuman Para Koruptor

Kamis, 29 Juli 2021 - 09:00
Saat Pengadilan Tinggi dengan Santai Potong Hukuman Para Koruptor Jaksa Pinangki. (FOTO: Antara)

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Cita-cita memberantas korupsi dan menegakan keadilan di tanah air hanya ilusi belaka. Alih-alih menjatuhkan hukuman lebih tinggi, pihak Pengadilan Tinggi justru dengan santainya memotong hukuman para koruptor tersebut. Salah satunya yang diberikan kepada Jaksa Pinangki dan terakhir kemarin Djoko Tjandra.

Jaksa Pinangki

Pada tanggal 14 Juni 2021 lalu, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengkorting hukuman jaksa Pinangki yang sebelumnya 10 tahun menjadi hanya 4 tahun dalam kasus penerimaan suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang.

Dimana, putusan tersebut diambil oleh ketua majelis hakim Muhammad Yusuf dengan hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Renny Halida Ilham Malik.

Sejumlah pertimbangan pun disampaikan oleh majelis hakim sehingga memberikan keringanan hukum kepada perempuan berparas cantik tersebut.

Ketua majelis hakim menjelaskan, perempuan bernama lengkap Pinangki Sirna Malasari itu sudah mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesi sebagai jaksa.

"Oleh karena itu ia masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga masyarakat yang baik. Bahwa terdakwa adalah seorang ibu dari anak yang masih balita (berusia empat tahun) layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan," jelas hakim.

Sebelumnya JPU Kejaksaan Agung menuntut jaksa Pinangki divonis selama 4 tahun penjara, denda Rp 500 juta, subsider 6 bulan. Namun majelis hakim Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Hal itu karena jaksa Pinangki terbukti menerima suap 500 ribu dolar AS, melakukan pencucian uang, dan permufakatan jahat terkait perkara Djoko Tjandra. Ia terbukti melakukan tiga perbuatan pidana, yaitu pertama terbukti menerima suap sebesar 500 ribu dolar AS dari terpidana kasus "cessie" Bank Bali Djoko Tjandra.

Uang itu diberikan dengan tujuan agar Djoko bisa kembali ke Indonesia tanpa harus dieksekusi pidana dua tahun penjara berdasarkan putusan Peninjauan Kembali No. 12 tertanggal 11 Juni 2009.

Djoko Tjandra

Kemarin, Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan mudah mengabulkan permohonan banding Djoko Tjandra dalam kasus penghilangan red notice dan pemufakaan jahat terkait fatwa Mahkamah Agung (MA).

Diketahui, vonis Djoko tadinya 4 tahun enam bulan penjara. Namun dipotong menjadi 3 tahun enam bulan penjara. Untuk denda tetap Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.

"Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp 100.000.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," demikian bunyi putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu.

Majelis hakim yang menerima permohonan banding Djoko diketuai oleh Muhamad Yusuf. Dan hakim anggota adalah Rusydi dan Reny Halida Ilham Malik.

Majelis hakim berdalih yang meringankan Djoko salah satunya yakni ia telah menjalani pidana penjara dan sudah menyerahkan uang terkait perkara pengalihan hak tagih utang (cessie) Bank Bali sebesar Rp 546 miliar. Untuk yang memberatkan, ia dianggap telah melakukan perbuatan tercela.

Hakim menjelaskan, setelah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan dijatuhi pidana penjara 2 tahun dalam perkara hak tagih utang Bank Bali, ia melakukan upaya menghindar agar tak menjalani putusan MA pada 20 Februari 2021 Nomor 100 PK/Pid.Sus/2009 jo putusan Mahkamah Agung tanggal 11 Juni 2009 Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sebelumnya telah menjatuhkan vonis hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Djoko. Ia terbukti menyuap aparat penegak hukum serta melakukan pemufakatan jahat.

Ia terbukti memberikan uang sejumlah 200 ribu dolar Singapura dan 379 dolar AS melalui rekannya, Tommy Sumardi, kepada Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte. Ia juga terbukti memberikan uang 100 ribu dolar AS kepada mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.

Majelis hakim juga menilai Djoko terbukti menyuap 500 ribu dolar AS kepada Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan jaksa Pinangki untuk mengurus fatwa MA agar lolos dalam jerat pidana kasus Bank Bali.

Tak hanya itu, ia juga dinyatakan terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan Jaksa Pinangki dan Andi Irfan Jaya pada pengurusan fatwa MA. Ketiganya menjanjikan pemberian 10 juta dolar AS untuk pejabat Kejaksaan Agung dan MA. (*)

Pewarta : Moh Ramli
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.