https://jakarta.times.co.id/
Hukum dan Kriminal

Pemerhati Anak Minta Polisi Dalami Dugaan Pemanfaatan Anak di Kasus SMAN 72 Jakarta

Jumat, 14 November 2025 - 06:17
Kasus Ledakan SMAN 72 Jakarta, Polisi Diminta Dalami Dugaan Pemanfaatan Anak Retno Listyarti Pemerhati Anak dan Pendidikan Komisioner KPAI (Periode 2017-2022)

TIMES JAKARTA – Polisi menetapkan pelaku ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, sebagai anak yang berkonflik dengan hukum. Penetapan tersangka dilakukan pada Selasa (11/11/2025), empat hari setelah insiden ledakan yang terjadi pada Jumat (7/11/2025) dan menyebabkan puluhan siswa serta tenaga pendidik mengalami luka-luka.

Pihak kepolisian memastikan proses hukum tetap berjalan dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) karena pelaku masih di bawah umur. Kapolda Metro Jaya juga menegaskan bahwa aksi tersebut tidak terkait jaringan terorisme, melainkan dilakukan secara mandiri dengan motif utama karena merasa kesepian.

Namun, pernyataan polisi tersebut menuai sorotan dari pemerhati anak dan pendidikan, Retno Listyarti, yang juga merupakan mantan Komisioner KPAI (2017–2022). Retno menilai kesimpulan kepolisian terlalu cepat dan membuka sejumlah kejanggalan yang perlu diusut lebih dalam.

Retno menyebut bahwa pernyataan polisi mengenai motif “kesepian” sebagai faktor tunggal terlalu prematur. Menurutnya, banyak remaja juga mengalami kesepian, tetapi tidak melakukan tindakan berbahaya seperti merakit bom.

“Saya menilai pernyataan ini terlalu prematur,” ujar pemerhati anak dan pendidikan ini.

Ia menegaskan bahwa kesimpulan tersebut tidak cukup kuat untuk menjelaskan tindakan pelaku, terlebih skala dan kompleksitas perakitan bom yang ditemukan.

Tujuh Kejanggalan 

Retno merinci tujuh kejanggalan yang menurutnya perlu ditelusuri lebih dalam oleh kepolisian. Pertama, pengakuan anak F bahwa motif melakukan tindak pidana ini adalah karena kesepian dan tidak memiliki tempat mengadu atau berkeluh kesah  yang kemudian dijadikan motif Tunggal oleh kepolisian.

Padahal, menurutnya, banyak anak remaja di Indonesia yang saat ini juga kesepian dan mungkin juga memiliki luka batin, namun tidak melakukan tindakan seperti anak F. "Jadi kalau motif “kesepian” ini dijadikan faktor utama terasa janggal," ujarnya. 

Kedua, Anak F adalah siswa jurusan IPS (bukan IPA), lalu mampu membuat bom sendiri sebanyak tujuh bom rakitan. Padahal, menurut Retno, bahkan siswa IPA atau guru kimia belum tentu memiliki kemampuan tersebut tanpa bantuan.

"Kalau pun dibuat dengan tutorial Youtube, pasti harus ada yang membantu, tidak mungkin dilakukan sendiri dengan kualitas bom yang daya ledaknya sampai melukai berpuluh-puluh orang," ujarnya. 

Ketiga, pelaku adalah penerima KJP, sehingga sulit dipercaya ia membeli bahan dan perlengkapan yang harganya cukup tinggi tanpa dukungan pihak lain.

Retno meminta polisi melacak sumber dana dan toko tempat pembelian. "Polisi seharusnya menelusuri toko tempat pembelian, meski pembelian dilakukan secara online sekalipun semua bisa dilacak," ucapnya. 

Keempat, pelaku pernah mengunggah foto bergaya atau meniru para pelaku serangan sekolah di Eropa. Retno meminta polisi menelusuri pertemanan, riwayat percakapan, serta aktivitas digital pelaku yang berpotensi menunjukkan adanya pihak yang mempengaruhi.

"Penelusuran dan penyidikan lebih jauh adalah sebagai upaya mengungkap siapa di balik tindakan ananda F," ujarnya sembari menambahkan, unggahan medsos tersebut bisa jadi dimanfaatkan pihak tertentu untuk mendekati dan mempengaruhi anak F.

Kelima, teman-temannya menyebut bahwa pelaku pernah menggambar suasana pasca-ledakan di lingkungan sekolah. Menurut Retno, ini harus menjadi petunjuk apakah pelaku mendapat ide dari pihak lain.

"Harusnya gambar-gambar tersebut bisa didalami juga untuk mengungkap apakah ide melakukan peledakan yang terencana ini murni pikiran F atau F sudah terpapar pihak lain yang kemudian memperalat dirinya," terangnya. 

Keenam, jika pelaku ingin membalas dendam pada pembully, seharusnya sasarannya adalah teman satu angkatan. Namun pada hari kejadian, hampir seluruh siswa kelas XII tidak hadir karena baru selesai Tes Kompetensi Akademik (TKA), dan pelaku mengetahui hal itu.

"Jadi, ditujukan buat siapa peledakan tersebut? apa betul sebagai balas dendam? harusnya hal ini diselidiki polisi," ujarnya. 

Ketujuh, Retno menegaskan bahwa anak berkonflik dengan hukum tentu saja tetap harus diproses hukum sesuai UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Dan anak tersebut juga akan tetap mendapatkan hak-haknya sebagai anak sebagai anak berhadapan dengan hukum sebagaimana ketentuan perlindungan khusus dalam padal 59 UU Perlindungan Anak (PA).

"Namun, pihak lain di balik tindakan anak F seharusnya juga diungkap polisi sesuai kewenangannya," kata dia. 

Retno mengingatkan bahwa membuka kemungkinan adanya pemanfaatan anak dalam kasus ini akan berdampak besar bagi perlindungan anak di seluruh Indonesia.

“Pengungkapan dugaan pemanfaatan anak dalam kasus ledakan SMAN 72 sangat penting untuk melindungi anak-anak Indonesia ke depannya. Mari lindungi anak-anak kita,” pungkas Retno. (*)

Pewarta : Slamet Mulyono
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.