https://jakarta.times.co.id/
Opini

Indonesia di Panggung Pasar Karbon dan Pertumbuhan Hijau

Rabu, 12 November 2025 - 16:04
Indonesia di Panggung Pasar Karbon dan Pertumbuhan Hijau Boy Anugerah, S.I.P., M.Si., M.P.P., Tenaga Ahli di DPR RI, Alumnus Magister Kebijakan Publik SGPP Indonesia dan Direktur Eksekutif Baturaja Project.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Pada gelaran Konferensi Perubahan Iklim COP-30 UNFCCC, Indonesia kembali menunjukkan komitmennya sebagai bagian penting dari upaya global melawan krisis iklim. 

Melalui Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Lingkungan Hidup, Hashim Djojohadikusumo, pemerintah menegaskan peran aktif Indonesia dalam mitigasi perubahan iklim, salah satunya melalui partisipasi dalam perdagangan karbon global. 

Langkah ini menjadi simbol keseriusan Indonesia dalam menavigasi masa depan ekonomi yang tidak hanya bertumpu pada pertumbuhan, tetapi juga keberlanjutan.

Indonesia menempatkan diri bukan sekadar sebagai pemain, tetapi calon pemimpin pasar karbon dunia dengan visi besar menjadi pusat perdagangan karbon berintegritas tinggi. Visi ini bukan tanpa alasan. Indonesia memiliki kekayaan hutan tropis, potensi energi terbarukan, dan sumber daya ekologis yang besar untuk dijadikan kekuatan ekonomi hijau.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun mengangkat kampanye yang menggugah, “Indonesia: From Rainforest to Global Carbon Hub and Marketplace,” seolah ingin menegaskan bahwa dari hutan-hutan nusantara, dunia bisa belajar tentang keseimbangan antara ekonomi dan alam.

Langkah konkret menuju visi itu sudah dimulai sejak September 2023, ketika PT Bursa Efek Indonesia melalui IDX Carbon resmi membuka pasar karbon nasional di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kehadiran bursa karbon ini membuka ruang bagi pelaku usaha untuk memperdagangkan kuota atau kredit karbon guna menekan emisi gas rumah kaca (GRK). 

Sistem ini memungkinkan perusahaan yang berhasil menurunkan emisinya menjual kelebihannya kepada pihak lain yang masih tinggi emisi. Secara sederhana, pasar karbon memberi insentif bagi pelaku industri untuk berperilaku lebih ramah lingkungan. Dari sisi ekonomi, ia menawarkan peluang baru: tumbuh tanpa merusak.

Pemerintah tak berhenti di situ. Komitmen regulatif diwujudkan melalui Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional. Aturan ini menegaskan kembali pentingnya sektor kehutanan sebagai tulang punggung penyediaan kredit karbon berintegritas tinggi. 

Sejalan dengan itu, sejumlah regulasi turunan sedang disesuaikan oleh Kementerian Kehutanan dan lembaga terkait, mulai dari Permen No. 7/2023 tentang perdagangan karbon di sektor kehutanan hingga Permen No. 9/2021 tentang perhutanan sosial. 

Bahkan, tengah disiapkan aturan baru mengenai pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi. Tujuannya jelas: memastikan potensi ekonomi karbon Indonesia yang mencapai 7,7 miliar dolar AS per tahun benar-benar dapat dikelola dengan akuntabel, transparan, dan berkelanjutan.

Dalam praktiknya, pasar karbon berjalan melalui dua mekanisme utama: Cap and Trade serta Offset Market. Melalui Cap and Trade, pemerintah menetapkan batas emisi, dan perusahaan yang bisa menekan emisinya di bawah batas itu bisa menjual sisa kuotanya kepada yang belum memenuhi target. 

Sedangkan Offset Market memungkinkan perusahaan membeli sertifikat kredit karbon dari proyek-proyek pengurangan emisi seperti reforestasi, energi terbarukan, atau restorasi lahan gambut. 

Dari dua mekanisme ini, potensi Indonesia sangat besar. Berbagai studi memperkirakan, Indonesia bisa menyumbang hingga 80 persen kredit karbon dunia dengan potensi ekonomi mencapai 150 miliar dolar AS. Sebuah peluang besar yang, jika dikelola dengan serius, dapat menjadi poros baru ekonomi hijau nasional.

Namun di balik peluang itu, ada tantangan besar yang tidak bisa diabaikan. Pasar karbon bukan satu-satunya solusi untuk mengatasi perubahan iklim. Masalah yang paling mendasar tetaplah perilaku manusia yang sering kali abai terhadap keseimbangan alam. 

Dalam konteks Indonesia, keberhasilan pasar karbon akan sangat bergantung pada kesungguhan kita melakukan transisi energi secara optimal dari energi fosil menuju energi bersih serta pengelolaan sumber daya alam yang lebih hati-hati dan bertanggung jawab.

Kita juga perlu memastikan penegakan hukum lingkungan dilakukan tanpa pandang bulu. Tidak ada gunanya berbicara tentang ekonomi hijau jika di sisi lain masih ada pembiaran terhadap perusakan hutan, tambang ilegal, dan eksploitasi yang tidak terkendali. Perubahan iklim bukan sekadar isu ekonomi, tapi juga isu moral dan tanggung jawab kemanusiaan.

Pasar karbon memang membuka peluang baru bagi Indonesia untuk memimpin dunia dalam transisi menuju ekonomi hijau. Tapi lebih dari itu, keberhasilan sejati justru ditentukan oleh kesadaran kolektif untuk hidup selaras dengan alam. Tanpa komitmen moral dan konsistensi dalam menjaga bumi, pasar karbon hanya akan menjadi pasar biasa dengan label hijau. 

Kini saatnya Indonesia membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan tidak harus berjalan di dua arah yang berbeda. Karena masa depan hijau dunia, sebagian besar ada di tangan kita. (*)

***

*) Oleh : Boy Anugerah, S.I.P., M.Si., M.P.P., Tenaga Ahli di DPR RI, Alumnus Magister Kebijakan Publik SGPP Indonesia dan Direktur Eksekutif Baturaja Project.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.