https://jakarta.times.co.id/
Opini

Mesin Ekonomi Berbasis Hilirisasi Perkebunan

Selasa, 21 Oktober 2025 - 10:42
Mesin Ekonomi Berbasis Hilirisasi Perkebunan Kuntoro Boga Andri, Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Indonesia tengah menggali “mesin ekonomi” baru berbasis hilirisasi perkebunan. Hilirisasi yang merupakan kegiatan mengolah bahan mentah menjadi produk bernilai tambah, dapat mendongkrak pertumbuhan sekaligus menyejahterakan petani. Kita terlalu lama mengekspor bahan mentah bertiket rendah, sementara nilai terbesar justru dinikmati negara pengolah.

Dengan tata kelola yang rapi, standar mutu yang ketat, dan kebijakan publik yang konsisten, hilirisasi diyakini mampu menggerakkan rantai nilai dari desa hingga pasar global, bukan sekadar menambah devisa, tetapi juga memperluas kesempatan kerja dan memperkuat daya tahan ekonomi.

Pengalaman negara lain memberi cermin. Malaysia menata hilirisasi sawit dan karet lewat kawasan industri, insentif fiskal, dan riset terapan sehingga tetap stabil saat harga bahan mentah berfluktuasi.

Brasil menunjukkan bahwa penguatan industri roasting, kopi instan, serta budaya konsumsi domestik mampu menaikkan porsi produk olahan tanpa bergantung pada ekspor biji semat, hal serupa terjadi pada cokelatnya.

India tampil sebagai transformator rempah dan mete dengan mengandalkan industry kecil dan menengah (IKM) pengolahan, jaringan pemasaran global, dan dukungan riset herbal, hingga menguasai pasar oleoresin dan kacang mete olahan.

Vietnam berlari kencang dalam dua dekade terakhir, dari pengekspor lada mentah menjadi rujukan lada olahan, dan dari pemain kecil menjadi raksasa mete. Benang merahnya sama, yaitu kebijakan pro-bisnis, kepastian pasokan, investasi SDM dan teknologi, serta orientasi pasar termasuk branding.

Potret Hilirisasi Komoditas Utama

Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa terbesar dunia, namun sebagian besar ekspor masih berupa butir utuh bernilai tambah rendah. Pemerintah mulai membalik keadaan melalui revitalisasi Perkebunan, peremajaan pohon tua, bibit unggul, pelatihan petani, hingga peralatan pengolahan, agar kelapa diolah menjadi minyak kelapa, santan, tepung kelapa, VCO, dan turunan lain.

Arah kebijakannya jelas, yaitu menggeser porsi ekspor dari bahan mentah ke produk olahan sehingga nilai tambah tinggal di dalam negeri dan pendapatan petani meningkat.

Pada sawit, hilirisasi sudah terbukti menjadi model sukses. Sejak diberlakukan pajak ekspor bertingkat, porsi ekspor CPO mentah turun tajam dan produk olahan, dari minyak goreng, margarin, hingga oleokimia dan biofuel tumbuh melesat.

Jumlah jenis produk turunan bertambah pesat, investasi refinery dan pabrik biodiesel tumbuh di Sumatera dan Kalimantan, serta penciptaan kerja ikut meluas. Dengan produksi sawit yang menjadi tulang punggung pasokan global, Indonesia bukan lagi sekadar “kebun dunia”, tetapi juga pusat manufaktur sawit yang menggerakkan devisa dan industri dalam negeri.

Di kopi, Indonesia berada di jajaran produsen utama, namun hilirisasi masih tertahan karena mayoritas ekspor berupa green bean. Kabar baiknya, ekspor kopi olahan, baik sangrai, bubuk, ekstrak, hingga instan, terus menanjak berkat tumbuhnya industri pengolahan dan pasar kawasan.

Peta jalan hilirisasi yang menekankan investasi roasting–packaging, kemitraan offtaker, serta penguatan “branding” asal (Gayo, Toraja, Flores) perlu dipacu agar nilai tambah tak lagi bocor. Pengalaman Brasil memperkuat roasting domestik, kopi instan, dan budaya konsumsi, menunjukkan betapa strategi hulu-hilir terpadu dapat melipatgandakan nilai.

Pada kakao, kebijakan bea ekspor biji mentah mendorong lonjakan ekspor liquor, butter, dan powder; Indonesia kini pemain pengolah kelas dunia. Tantangannya adalah menjamin pasokan biji melalui peremajaan, peningkatan produktivitas, dan kemitraan intensif dengan petani.

Rempah-rempah juga menyimpan potensi besar yang selama ini belum sepenuhnya tergarap karena dominasi ekspor bentuk sederhana. Program lintas-kementerian mendorong pengembangan bumbu siap pakai, oleoresin, dan minyak atsiri melalui perbaikan benih, pascapanen, modernisasi IKM, serta penjaminan mutu dan keamanan pangan.

Di sentra-sentra seperti Sumatera Barat (gambir) dan Lampung (lada), regulasi tata niaga, pembangunan fasilitas pengolahan, dan inovasi produk mulai menghadirkan nilai tambah, dari tanin dan katekin hingga bumbu kemasan, yang langsung berdampak pada pendapatan petani. Kunci berikutnya adalah konsistensi standar, kontinuitas suplai, dan penguatan merek agar rempah Nusantara naik kelas di pasar premium global.

Karet dan jambu mete menuntut lompatan serupa. Pada karet, ekspor masih didominasi bahan setengah jadi seperti crumb rubber dan RSS, sementara produk akhir (ban, sarung tangan, komponen teknik) baru menyerap porsi kecil.

Solusinya percepat peremajaan kebun agar produktivitas naik, perkuat kelembagaan petani (UPPB) untuk mutu dan posisi tawar, serta dorong diversifikasi hilir dari aspal karet hingga produk medis, serta riset material dan investasi pabrik.

Pada mete, hampir seluruh produksi berasal dari petani kecil dan banyak yang dijual sebagai gelondongan ke luar negeri, padahal pengolahan lokal (kernel, snack premium, minyak kulit mete/CNSL) terbukti inklusif dan menyerap tenaga kerja desa.

Dengan unit pengolahan dekat sentra, fasilitasi sertifikasi, dan strategi storytelling asal-usul, mete dapat menjadi ikon hilirisasi berbasis kerakyatan yang menambah devisa sekaligus memberdayakan komunitas.

Sosial-Ekonomi Hilirisasi

Agar hilirisasi benar-benar mengakselerasi kesejahteraan, strategi Indonesia perlu fokus pada lima hal. Pertama, memperkuat hulu, berupa percepat peremajaan tanaman, penyediaan varietas unggul, dan pendampingan pascapanen agar ada suplai berkualitas untuk industri.

Kedua, bangun klaster hilirisasi di sentra produksi (kelapa, kopi, rempah, dan komoditas unggulan lainnya) lengkap dengan infrastruktur dasar sehingga biaya logistik turun dan mutu lebih terjaga.

Ketiga, rancang insentif tepat sasaran, termasuk bea keluar selektif untuk membatasi ekspor mentah, tax holiday untuk industri pionir, pembiayaan murah alat pengolahan, serta dukungan promosi ekspor bagi UKM.

Keempat, investasikan besar-besaran pada vokasi dan riset terapan (biomassa, oleoresin, lateks, cokelat artisan) agar tercipta produk inovatif dan tenaga terampil.

Kelima, perkuat pemasaran dan branding kolektif, dari kampanye “Spices of Indonesia” hingga etalase produk di KBRI, serta gunakan indikator berbasis data untuk memantau rasio ekspor olahan/mentah, serapan tenaga kerja, dan harga di tingkat petani.

Karena itu, orkestrasi lintas kementerian menjadi kunci, dimana Kementan memperkuat hulu (peremajaan, varietas unggul, penyuluhan, kemitraan). Kemenperin membangun ekosistem pengolahan (insentif investasi, modernisasi IKM, pengembangan klaster).

Kemendag membuka pasar dan menyiapkan instrumen dagang untuk ekspor olahan. Badan pengelola dana perkebunan membiayai riset dan promosi. Bappenas menyelaraskan agenda dalam perencanaan nasional. Pemda mempercepat implementasi (regulasi tata niaga, sentra pengolahan, infrastruktur). Kemenko Ekonomi, Kemenkeu dan lembaga pembiayaan mendorong KUR/skema kredit untuk alat dan sertifikasi.

Pada ujungnya, hilirisasi perkebunan adalah maraton kebijakan yang menuntut konsistensi, bukan sprint sesaat. Manfaatnya bukan hanya mendorong nilai tambah, melainkan membangun ekonomi yang lebih inklusif, tangguh, dan bernilai tinggi.

Dengan orkestrasi lintas kementerian, kemitraan erat swasta–petani, dan disiplin mutu berkelanjutan, Indonesia dapat beralih dari “menanam untuk dunia” menjadi “mengolah dan menyajikan kepada dunia” sehingga laba terbesar kembali ke bumi pertiwi.

Ini bukan mimpi, melainkan pilihan strategis yang menuntut kerja keras, inovasi, dan keberanian menutup bab ekspor mentah bernilai rendah mewujudkan “mesin ekonomi” baru bagi bangsa.

 

***

*) Oleh : Kuntoro Boga Andri, Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.