Kopi TIMES

Catatan Atas Pembentukan Partai Mahasiswa Indonesia

Kamis, 19 Mei 2022 - 17:11
Catatan Atas Pembentukan Partai Mahasiswa Indonesia Dimas Wira Adiatama, Mahasiswa Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Pergerakan mahasiswa merupakan unsur penting yang tidak dapat dilepaskan dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Kehadiran mahasiswa dalam situasi-situasi sulit guna menegakkan keadilan, menyambung aspirasi masyarakat, dan membunyikan alarm demokrasi membuatnya selalu dinantikan dan dirindukan.

Maka tidak heran jika pergerakan mahasiswa Indonesia selalu menjadi pusat perhatian, tak terkecuali fenomena yang muncul baru-baru ini seputar pembentukan Partai Mahasiswa Indonesia. Kelahiran Partai Mahasiswa Indonesia diawali dengan ungkapan wakil ketua DPR, Sufi Dasco Ahmad, yang mendorong mahasiswa untuk ikut berkontestasi dalam menduduki parlemen. Pada perkembangannya diketahui bahwa Partai Mahasiswa Indonesia merupakan salinan dari Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 1945 yang diketuai oleh Eko Pratama.

Kemunculan Partai Mahasiswa Indonesia tentunya menuai pro dan kontra, baik dari elemen partai politik maupun mahasiswa. Sejumlah partai politik mengingatkan betapa beratnya berkontestasi dalam pemilu, baik dari sisi finansial maupun prosedural. Bila berkaca pada pemilu tahun 2019, terdapat sejumlah partai politik yang tidak memenuhi parliamentary threshold meskipun diisi oleh tokoh-tokoh ternama, seperti PSI, PBB, maupun Partai Hanura. Di kalangan internal mahasiswa sendiri terdapat perbedaan pandangan, ada yang menganggap fenomena ini sebagai penggembosan pergerakan dan bentuk penunggangan politik, namun juga ada yang mendukung dengan argumen bagian dari ikhtiar penyampaian aspirasi masyarakat.

Pembentukan partai politik sejatinya merupakan hak konstitusional warga negara, sejauh tetap berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, serta berorientasi pada kepentingan masyarakat. Namun, diskursus mengenai partai politik tidak lepas dari segala macam intrik dan kasak-kusuk yang ada di dalamnya. Mengingat hampir sebagian besar pelaku tindak pidana korupsi adalah anggota partai politik. Menarik untuk didiskusikan, catatan apa saja yang dapat diberikan mengenai pembentukan Partai Mahasiswa Indonesia.

Partai Mahasiswa Indonesia sebagai Bentuk Partisipasi Politik

Pembentukan partai politik dapat dipahami sebagai salah satu bentuk partisipasi politik di suatu negara. Dalam dinamika pergerakan mahasiswa, pembentukan partai politik menjadi langkah yang sedikit asing, khususnya di era pasca reformasi. Mahasiswa biasanya memilih jalan di luar arena politik praktis guna tetap menjaga keseimbangan demokrasi.

Lahirnya Partai Mahasiswa Indonesia menyiratkan penggunaan langkah alternatif guna memperjuangkan idealisme khas mahasiswa dan aspirasi masyarakat. Menarik untuk dipertanyakan, apakah terjunnya mahasiswa di ranah politik praktis merupakan langkah yang tepat? Apakah langkah ini mengasumsikan bahwa pergerakan-pergerakan yang selama ini dilakukan tidak membuahkan hasil yang efektif? Apakah netralitas kampus sebagai institusi akademis tetap dapat terjaga kesakralannya?

Terjunnya mahasiswa ke dalam kontestasi politik praktis tentu dapat melahirkan sejumlah konsekuensi. Pertama, pembelahan. Sebelum hadirnya Partai Mahasiswa Indonesia, motor pergerakan mahasiswa sendiri telah terbelah dengan hadirnya dua kelompok utama, yaitu BEM SI dan BEM Nusantara. Kehadiran Partai Mahasiswa Indonesia justru dapat memperdalam pembelahan tersebut. Masing-masing kelompok dapat mengklaim sebagai in-group, yaitu kelompok rujukan yang paling merepresentasikan aspirasi masyarakat, sedangkan yang lain sebagai out-group yang tidak layak dirujuk.

Relasi antar kelompok mahasiswa berpotensi bernuansa konflik dibanding integratif dan kerjasama. Kedua, penyalahgunaan. Bukan rahasia lagi bahwa partai politik merupakan organisasi yang rentan disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Partai Mahasiswa Indonesia juga punya potensi kerentanan yang sama. Dengan segmentasi pemilih yang spesifik, tentu partai ini dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang menyimpang dari kepentingan masyarakat, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Mahasiswa sebagai Kaum Intelektual

Pada dasarnya, mahasiswa merupakan kaum intelektual yang perjuangannya semata-mata demi mewujudkan kebenaran. Menurut Sosiolog asal Prancis, yaitu Michel Foucault, peran utama seorang intelektual tidak hanya melakukan kritik ataupun meyakinkan seseorang tentang idealismenya, tapi juga berupaya untuk menegaskan berbagai macam kemungkinan mengenai kebenaran. Peran ini membuat mahasiswa tidak tampil sebagai sosok yang eksklusif maupun pragmatis, tapi inklusif, visioner, dan progresif.

Menurut Foucault, kejujuran menjadi titik tekan bagi seorang intelektual, melalui kejujuran seseorang tidak hanya mampu menyampaikan kebenaran, tapi juga menindaklanjutinya dengan tindakan konkret yang dapat dipertanggungjawabkan. Karakteristik inilah yang membedakan mahasiswa dengan elemen-elemen masyarakat lain, sehingga kehadirannya selalu dirindukan oleh masyarakat.

Identitas mahasiswa sebagai kaum intelektual akan diuji ketika Partai Mahasiswa Indonesia benar-benar aktif ikut berkontestasi dalam arena politik praktis. Akankah nilai-nilai dan semangat intelektualitas tetap dikedepankan, mengingat nuansa ketidakjujuran dan pragmatisme kerap kali menempel pada citra partai politik? Ataukah justru larut dalam euforia hasrat kekuasaan yang dapat membawa keuntungan-keuntungan sesaat? Sulit untuk dipungkiri bahwa ada sejumlah kekhawatiran mengenai potensi lunturnya nilai-nilai intelektual dalam diri mahasiswa.

Selama ini sebenarnya kegiatan-kegiatan kampus maupun swadaya mahasiswa sudah cukup untuk merepresentasikan kebermanfaatan mahasiswa bagi masyarakat. Bahkan sejumlah kegiatan pengabdian masyarakat masih memiliki potensi untuk terus dikembangkan agar nilai kebermanfaatan semakin meluas dan mendalam. Argumen bahwa pelibatan mahasiswa dalam arena politik praktis dapat membawa kebermanfaatan yang lebih besar dapat dinilai sekadar sebagai pembenaran atas langkah tersebut.

Keberadaan Partai Mahasiswa Indonesia justru berpotensi menciptakan ketidakteraturan sosial (social disorder), di mana fungsi mahasiswa sebagai kaum intelektual yang mengkritisi dan mengkoreksi kebijakan-kebijakan pemerintah menjadi mati—atau dapat dikatakan sebagai disfungsi mahasiswa. Membiarkan mahasiswa di jalan yang telah dilaluinya selama ini merupakan keputusan yang paling tepat. Menyampaikan aspirasi, melakukan penelitian, dan mengabdikan diri pada masyarakat merupakan fungsi sesungguhnya dari mahasiwa.

Ikut berkontestasi dalam arena politik praktis bukanlah satu-satunya jalan untuk membangun bangsa dan negara. Keanekaragaman peran dan fungsi dari masing-masing elemen masyarakatlah yang membuat Indonesia selalu mampu untuk menjawab segala macam perubahan dan tantangan zaman.

***

*) Oleh: Dimas Wira Adiatama, Mahasiswa Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.