https://jakarta.times.co.id/
Kopi TIMES

Kali ini Bagong yang Resah

Rabu, 10 Agustus 2022 - 09:13
Kali ini Bagong yang Resah Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si, dosen Fakultas Psikologi UAD

TIMES JAKARTA, YOGYAKARTA – Kali ini yang merasa tidak nyaman adalah Bagong. Perasaan tidak menentu dari Bagong disebabkan ulah bapaknya. Bagong bingung. Lantaran Semar berperilaku murung. Bahkan lebih dari murung. Sudah beberapa hari tak keluar kamar. Bagong melihat. Sekali keluar. Nampak matanya berkaca-kaca. Tak terlalu lama berada di luar. Terus kembali ke kamar lagi.

Sebenarnya Bagong telah berusaha membujuk Semar. Bagong menyedu minuman kesukaan Semar. Dia memasak makanan favorit Semar. Bukan hanya dirayu dengan makanan. Bagong juga melempar guyonan. Upaya Bagong sia-sia. Semar tetap tak bergeming. Diam. Betah berada di kamar lama-lama.

Atas usaha yang tak berhasil, Bagong merenung. Jangan-jangan ada tingkahnya yang tak sopan, Jangan-jangan ada ungkapannya merobek hati Semar. Berakibat tersinggung. Dampaknya menjadi marah besar. Tindakan yang keterlaluan dari Bagong. Membikin Semar menjadi tertekan.

Pikiran negatif Bagong hampir saja membuatnya frustasi. Penyebabnya dihantui oleh perasaan bersalah telah melukai batin bapak yang amat dihormatinya. Di tengah suasana hatinya yang gundah. Ingin sekali rasanya meledakkan tangis.

Bagong mengela nafas dalam-dalam. Sambil berjalan mendekati kamar. Dia ingin menangis sekeras-kerasnya, Harapan Bagong. Bapaknya menjadi iba karena tangisan Bagong yang memilukan kalbu.

Namun sebelum Bagong menumpahkan tangis. Menemukan secarik tulisan. Bagong sangat mengenal. Karakteristik tulisan seperti itu merupakan tulisan yang dibikin oleh Semar. Bagong lantas membacanya. “Anak ku. Bapak minta tolong. Pinjamkan tiga pusaka keraton Amarta. Dan bawa ke sini. Bapak ingin membangun kayangan.”

Perasaan Bagong lega. Dirinya menjadi tahu. Ternyata Semar tak mau keluar kamar.        Bukan gara-gara dirinya. Namun disebabkan oleh keinginan kuat untuk membangun kayangan.  Tanpa pikir panjang. Agar bapaknya kembali ceria. Tak ada lagi kesedihan mendalam. Buru-buru. Bagong berangkat ke Amarta.

Terlalu semangat membantu Semar. Ingin menunjukkan darma bakti terbaik pada bapaknya. Bagong lupa mengajak saudaranya. Gareng dan Petruk. Bagong tak sabar ingin cepat membawa pulang tiga pusaka kerajaan Amarta: Jamus Kalimasada, Payung Tunggul Naga, dan Tombak Koro Welang.

Maka Bagong berlari kencang. Bahkan kencang sekali. Bagong bisa berlari secepat  angin karena memiliki kesaktian melebihi dari orang lain. Bagong memang bagian dari rakyat pada umumnya. Namun predikatnya sebagai punakawan diberi anugerah kesaktian untuk menjaga keselamatan raja Amarta dan saudara-saudaranya.

Relatif tak membutuhkan waktu lama. Bagong sudah berada di kerajaan Amarta. Sowan raja Amarta yaitu Puntadewa. Saat yang tepat Bagong hadir ke kerajaan Amarta. Puntadewa sedang menyelenggarakan pertemuan dengan Werkudara, Janaka, Nakula, dan Sadewa.  Raja Dwarawati juga menyertai dalam pertemuan itu.

Tanpa diundang, Bagong memberanikan diri menemui Puntadewa. Bagong berharap. Puntadewa tak mengusirnya. Memaksa pulang kampung. Tak jadi membawa pulang senjata milik Amarta.

Harapan Bagong terwujud. Puntadewa merupakan raja yang arif. Meski bukan daftar tamu yang diundang pada pertemuan itu. Bagong tetap diterima. Bagong dipersilahkan untuk menyampaikan keinginanya. Bagong diberi waktu untuk bicara, karena Puntadewa memahami ada sesuatu yang penting ingin disampaikannya.

Tidak akan menyia-nyiakan waktu. Bagong langsung angkat bicara. Maksud kedatangannya ke Amarta bermaksud pinjam 3 pusaka yang dimiliki oleh Amarta. Tiga pusaka ini akan dijadikan senjata untuk membangun kayangan yang akan diakukan oleh Semar.

Setelah Bagong menyampaikan isi hati. Ruang pertemuan sunyi. Puntadewa belum memberi tanggapan. Tiba-tiba. Kresna memecah kesunyian. “Bagong..! Ini hari. Pertemuan diselenggarakan untuk membahas Semar. Sudah lama Semar tak hadir ke kerajaan Amarta. Diskusi ini ingin menemukan faktor penyebab Semar tak menemui raja Amarta, “ ungkap Kresna dengan nada tinggi.

Mendengar tanggapan dari Kresna Bagong diam. Tak peduli. Bagong tak memberi respon. Kresna terus bicara. “Bagong sampaikan sama bapak mu. Bikin masalah saja. Lama tak hadir ke kerajaan Amar. Sudah menjadi masalah. Sekarang ditambah masalah ingin pinjam pusaka kerajaan Amarta. Semar diminta untuk mengaca diri. Semar itu orang kecil. Bukan siapa-siapa. Terlalu mengkhayal ingin membangun Kayangan. Tempat ini adalah tempat berdiam diri para dewa. Semar tak akan mampu membangun Kayangan. Apalagi ingin meminjam senjata dari kerajaan Amarta. Semar tak pantas menggenggam pusaka itu, “ jelas Kresna lagi.

Penjelasan dari Kresna yang merendahkan Semar. Bagong tersinggung. Kalau yang dihinakan dirinya tidak ada masalah. Namun yang dipandang remeh adalah Semar. Orang tua yang disayanginya. Maka Bagong tak terima. Bila kondisi psikologis Bagong seperti ini. Biasanya tak peduli, siapa yang bicara ? Meski raja akan didebat oleh Bagong.

Respon dari Kresna memaksa Bagong menyerang raja Dwarawati ini dengan kata-kata yang pedas. Meluncur dari mulut tebalnya. “ Sinuhun. Mohon maaf. Saya terpaksa tidak sopan. Sinuhun Prabu Kresna adalah raja. Seharusnya kalau bicara hati-hati. Mentang-mentang jadi raja. Jangan menganggap kecil rakyat. Meski jadi rakyat. Semar memberi kontribusi besar pada kerajaan. Dan menjadi  rakyat, Semar  juga berhak memiliki mimpi besar. Sekali lagi mohon maaf. Kalau sinuhun Prabu Kresna tak terima. Saya tunggu di padepokan Semar.”

Setelah menumpahkan kekesalannnya pada Kresna. Tanpa pamit. Bagong pulang. Laporan pada Semar. Perhitungan Bagong. Informasi tentang Prabu Kresna yang menghalangi keinginan Semar dapat menggerakannya  keluar kamar. Menemuni Prabu Kresna. Prediksi ini bisa membuat Semar bugar kembali.

Begitu kagetnya Bagong. Ternyata di rumah Semar. Sudah ada Puntadewa, Werkudara, Janaka, Nakula, dan Sadewa. Pandawa lima ini membawa tiga pusaka Amarta untuk dipinjamkan oleh Semar.

Lebih kaget lagi, Semar sudah berubah total. Tidak seperti saat dirinya berangkat ke kerajaan Amarta. Semar menemui Raja dan Pangeran dari Amarta dengan riang gembira. Ketawanya  lepas.

Tidak hanya tertawa. Semar juga sudah mau bicara.”Sinuhun. Terima kasih sudah mau hadir ke padepokan. Kalau mau jujur. Tak berniat, sungguh-sungguh meminjam tiga pusaka. Tujuan  memberi pesan pada Bagong untuk meminjam pusaka dari keraton Amarto. Sesungguhnya memancing sinuhun untuk hadir ke padepokan. Maksud hati saya sinuhun. Semata-mata hanya ingin mengingatkan sinuhun, sebagai pemimpin banyaklah terjun ke bawah. Dengan banyak terjun ke bawah akan memahami benar persoalan yang dihadapi rakyat yang di bawah. Mengenali secara benar mengenai persoalan yang dialami rakyat sebagai pondasi untuk memutuskan kebijakan secara  pas, sehingga bermanfaat buat rakyat,”

Mendengar penuturan dari Semar. Bagong jadi paham. Semar mengurung diri di kamar. Tak mau makan. Bersedih. Karena begitu seriusnya memikirkan nasib rakyat. Dan Semar meski berposisi sebagai abdi dalem. Punya cara sendiri untuk memperjuangkan rakyat agar memiliki kehidupan lebih baik. (Bersambung)

*******

*) Oleh: Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si, dosen Fakultas Psikologi UAD

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.