https://jakarta.times.co.id/
Kopi TIMES

Prabowo, Steven Seagel dan Buku sebagai Hadiah

Kamis, 16 Januari 2025 - 11:36
Prabowo, Steven Seagel dan Buku sebagai Hadiah Rochmad Widodo, Founder Penerbit Biografi Indonesia, dan Aktif sebagai Penulis Biografi Tokoh-tokoh Nasional.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Baru-baru ini banyak beredar foto Prabowo bersama aktor laga asal Amerika, Steven Seagel, di berbagai media. Mereka tampak sangat akrab dan disebut sejumlah media, jika keduanya sudah saling kenal dari 35 tahun silam. Namun yang turut mencuri perhatian adalah saat Prabowo tampak menunjukkan buku karyanya berjudul “Kepemimpinan Militer”, lalu menandatangani buku itu, dan dihadiahkan kepada Steven Seagel.

Itu bukanlah kali pertama Prabowo menghadiahkan buku kepada sahabatnya. Berkali-kali tertangkap kamera, setiap lawatan ke luar negeri, atau bertemu dengan utusan dari berbagai negara, selalu menghadiahkan sejumlah buku yang ditulisnya. 

Jauh sebelum menjadi Presiden atau Menteri Pertahanan di era pemerintahan Joko Widodo, Prabowo juga sudah biasa memberikan buku yang ditulisnya kepada orang-orang yang bertamu di kediaman atau di kantornya. 

Bahkan, tidak terpaku hanya kepada para pejabat, akademisi, atau dari media, tapi kepada siapa saja dengan berbagai latar belakang, buku tidak pernah ketinggalan menjadi hadiah untuk mereka.

Hal itu tentu bukan hal mengejutkan, mengingat Prabowo sudah dikenal sangat gemar membaca, cinta kepada buku, dan bahkan juga telah banyak menulis buku. Tentu saja, apa yang dilakukan oleh Prabowo dengan kebiasaannya memberikan hadiah buku kepada siapa saja, itu adalah hal yang sangat positif. 

Sepatutnya dijadikan budaya di masyarakat, mengingat dampak manfaatnya akan banyak kepada peningkatan budaya literasi, menghidupkan industri perbukuan di Indonesia, dan juga buku itu bisa menjadi bahan bacaan bagi penerima hadiah.

Buku sebagai Hadiah Istimewa

Ada banyak momen yang umum di masyarakat telah menjadi budaya akan memberikan hadiah kepada seseorang. Seperti ketika ulang tahun, pernikahan, diterima sekolah atau kuliah, kelulusan sekolah, wisuda, baru mendapat pekerjaan, usai melahirkan, khitanan anak, hingga baru membeli rumah atau kendaraan yang diimpikan, dan lain sebagainya. 

Di momen-momen yang juga dianggap istimewa itu, biasanya hadiah yang diberikan kepada yang merayakan, cenderung berupa barang-barang kesukaannya. Masih sangat jarang yang memberikan kado berisi buku.

Padahal sebenarnya, memberikan kado berupa buku bukanlah sesuatu yang terkesan kurang istimewa, ‘buruk’ atau ‘aneh’. Terlebih jika menimbang manfaat dari buku bagi penerima kado. Misalnya, dalam sebuah pernikahan saudara atau teman, kemudian diberikan kado buku-buku bagus dan best seller yang berisi tentang pernikahan, membangun keluarga, membangun relasi yang positif, dan berbagai tema yang relate dengan kebutuhan pasangan pengantin. 

Meski bisa jadi buku itu tidak langsung dibaca pengantinnya, akan tetapi akan ada momen buku itu pada akhirnya juga dibaca untuk menambah referensi atau wawasan mereka. Bahkan seorang tokoh besar, pendiri bangsa ini, Bung Hatta pun, dikisahkan ketika menikah dengan istrinya, Rahmi Rachim, maharnya adalah buku karyanya sendiri berjudul, “Alam Pikiran Yunani.”

Atau misalkan ketika ada sahabat yang wisuda, bisa juga diberikan kado buku yang dibutuhkan mereka pasca lulus kuliah. Seperti, bertema membangun karier, atau hal-hal yang menyangkut dunia pekerjaan yang diharapkan mereka. 

Demikian halnya ketika ada kerabat atau saudara yang baru melahirkan, bisa diberikan hadiah buku terkait bagaimana merawat bayi dengan tepat, bahkan hingga berbagai solusi ketika bayi sedang sakit. Hingga saat anak saudara atau teman khitanan sekalipun, bisa juga diberi hadiah buku kepada anak mereka. 

Semisal buku-buku tentang menjadi anak yang saleh, buku-buku agama yang menyangkut hukum setelah baligh, dan lain sebagainya, semua hal menyangkut wawasan yang mereka butuhkan.

Di tengah belum banyak menjadi budaya di masyarakat memberikan hadiah buku di momen-momen spesial orang yang spesial, memang ketika memberikan hadiah buku bisa jadi agak terkesan berbeda, atau bahkan ‘aneh’. Namun dengan nilai buku yang sebenarnya sangat berharga bagi semua orang, sejatinya dengan menjadikan buku sebagai hadiah.

Hal itu juga bisa menjadi ungkapan kepada penerimanya, bahwa mereka sangat berharga bagi pemberi. Tidak berbeda dengan ungkapan yang disampaikan melalui pemberian hadiah melalui benda mewah atau pun barang-barang lain yang mereka senangi.

Bahkan Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16, sebagai gambaran bagaimana memposisikan mereka secara istimewa yang memberinya buku, sampai pernah berkata, “Hal-hal yang ingin kutahu ada di dalam buku, sahabat terbaik adalah orang yang akan memberikanku sebuah buku yang belum aku ketahui.”

Multiplier Effect Budaya Buku sebagai Hadiah

Adalah penting bagaimana membudayakan buku sebagai hadiah di tengah masyarakat. Karena jika itu bisa dilakukan, maka akan terjadi sebuah multiplier effect atau ‘efek berganda’ yang banyak manfaatnya, baik bagi budaya membaca bangsa Indonesia.

Hidupnya industri perbukuan di tanah air, dan tentu saja, terwujudnya masyarakat yang cerdas, dan itu bisa sebagai langkah strategis untuk menyambut tantangan bonus demografi, serta terwujudnya Visi Indonesia Emas 2045 di masa mendatang.

Setidaknya, beberapa argumen yang bisa dijadikan sebagai penguat terkait tesis tersebut, diantaranya; Pertama, terhadap budaya membaca. Telah diketahui bahwa, bangsa ini memiliki tantangan serius mengenai budaya membaca. 

Bahkan sebagaimana hasil penelitian dari PISA atau UNESCO yang banyak beredar di media, bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang indeks literasi membacanya sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Bahkan di skala negara-negara ASEAN.

Di sisi lain, ada banyak kajian yang menunjukkan, kecenderungan orang Indonesia lebih banyak membaca buku yang direferensikan oleh orang-orang yang dipercaya. Baik itu apakah teman, saudara, atau pun public figure yang sekarang ini akrab disebut juga sebagai bookfluencer. 

Dibandingkan mereka mencari buku sendiri, dengan membaca sinopsis, mempelajari profil penulis, atau browsing di internet mengenai buku yang dibutuhkan. Itu artinya, jika buku dihadiahkan kepada mereka, sama halnya telah dipilihkan buku yang menurut pemberi hadiah, memang cocok untuk dibaca oleh teman, saudara, atau kerabat yang diberi. Jadi tingkat untuk dibacanya pun juga tinggi.

Jika saling memberikan hadiah buku antara satu dengan yang lain menjadi budaya, dalam berbagai momen yang dianggap istimewa di tengah masyarakat, tentulah akan sangat baik juga bagi peningkatan budaya membaca. Buku-buku yang dianggap bagus dan direkomendasikan pun akan terus bergulir dan terdistribusikan kepada pembaca. 

Jadi untuk membudayakan membaca buku, tidak hanya terpaku dilakukan oleh struktur pejabat yang ditugaskan oleh pemerintah, atau oleh komunitas-komunitas, pegiat literasi, pustakawan, dan para penulis. Bisa juga ditumbuhkan langsung di tengah masyarakat dengan budaya menjadikan buku sebagai hadiah. 

Karena pada dasarnya, masyarakat pun memiliki kesadaran, jika membaca buku penting bagi diri mereka sendiri. Hanya saja tantangan yang mereka hadapi, terkadang karena lingkungan budaya membaca mereka yang belum terbentuk. 

Dan mengenai hal ini, statement yang cukup tajam sempat diungkapkan Bill Gates sangat relevan. “Jika budaya kamu tidak menyukai orang-orang mencintai buku, kamu berada pada masalah yang serius,” kata Gate.

Kedua, hidupnya industri perbukuan di tanah air. Tentu saja hidupnya industri perbukuan senafas dengan kegemaran membaca di tengah masyarakat, dan dari pembelian buku yang dilakukan. Hal itu bagaikan rantai makanan yang harus terus dijaga stabilitasnya. 

Di sisi lain, para pelaku industri buku, mulai dari penerbit harus terus memproduksi buku-buku berkualitasnya. Penulis harus terus menulis karya terbaiknya. Para distributor dan toko buku, menjadi jembatan bagi buku-buku yang tercetak bisa dibeli oleh masyarakat dan dikonsumsi (dibaca).

Karena pada dasarnya, meski buku adalah sebuah karya idealis, namun ada sisi industrinya ketika sudah masuk ke pasar. Pasalnya, untuk memproduksi buku, baik cetak maupun digital membutuhkan biaya. 

Para pelaku industri kreatif ini, mereka juga harus menerima manfaat ekonomi dari kerja profesionalnya. Itulah sebabnya, buku tidak bisa sekadar dipandang sebagai karya dan produk intelektual, tanpa pertimbangan kehidupan ekonomis bagi pelaku industrinya.

Tentu jika budaya membaca di tengah masyarakat tumbuh dengan positif, disertai dengan nilai penjualan buku juga terus naik, akan turut berdampak positif bagi pelaku industri di bidang ini.

Ketiga, terwujudnya masyarakat yang cerdas. Adalah penulis asal Inggris, Joseph Addison, mengibaratkan, “membaca adalah latihan bagi pikiran seperti olahraga bagi tubuh." 

Jika tubuh yang sering digunakan olahraga akan semakin kuat ototnya, demikian juga dengan membaca. Semakin orang banyak membaca buku, maka pikirannya akan terlatih. Menjadi lebih cepat dalam berpikir, kuat dalam mengingat, tajam dalam menganalisa, dan berbobot dalam berargumen. 

Mentalnya pun juga seiring dengan pemikiannya yang kuat, menjadi ikut semakin kuat. Karena sebagaimana kata bapak filsafat modern, Rene Descartes, bahwa, “Membaca semua buku yang bagus layaknya sebuah percakapan dengan pemikiran terbaik di abad-abad sebelumnya.”

Sudah tidak bisa disangsikan, jika budaya membaca buku bangsa ini baik, tentu juga akan terwujud masyarakat yang cerdas. Adapun membentuk masyarakat yang cerdas sendiri, merupakan langkah paling strategis untuk menyambut tantangan bonus demografi. 

Karena dengan masyarakat cerdas-lah, jumlah penduduk produktif bangsa ini akan bisa terserap ke dunia kerja dan benar-benar menjadi ‘bonus’ yang bermanfaat positif untuk kebangkitan ekonomi bangsa Indonesia. Selanjutnya, tentu jika itu terjadi, bukanlah sesuatu yang perlu diragukan lagi jika Visi Indonesia Emas 2045 benar-benar bisa diwujudkan.

Karena sebagaimana dikatakan Barbara W. Tuchman, seorang sejarawan dan penulis Amerika, "Buku adalah pembawa peradaban. Tanpa buku, sejarah itu sunyi, sastra itu bodoh, sains lumpuh, pemikiran dan spekulasi terhenti. Buku adalah mesin perubahan, jendela di dunia, mercusuar yang didirikan di lautan waktu.” 

***

*) Oleh : Rochmad Widodo, Founder Penerbit Biografi Indonesia, dan Aktif sebagai Penulis Biografi Tokoh-tokoh Nasional. 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.