TIMES JAKARTA, JAKARTA – Kemajuan transformasi digital di sektor swasta, terutama di sektor bisnis dan ekonomi telah meningkatkan harapan warga negara terkait penyampaian layanan publik. Tuntutan publik tersebut menimbulkan pergeseran dari mekanisme penyampaian layanan publik dari yang sebelum reaktif menjadi proaktif.
Pergeseran ini dimungkinkan oleh transisi dari e-government ke pemerintahan digital (digital government), dimana penggunaan teknologi digital diasumsikan sebagai bagian terpadu dari strategi modernisasi dan inovasi pemerintah, menciptakan nilai publik melalui keterlibatan ekosistem pemangku kepentingan yang luas, menawarkan peluang untuk merespons permintaan pengguna dengan lebih baik.
Namun, untuk mencapai hal ini, pemerintah perlu memetakan, memahami, dan mengintegrasikan permintaan dan kebutuhan warga negara dengan lebih baik dalam desain dan penyampaian strategi layanan publik.
Dari Gerakan Reformasi ke Transformasi Digital
Peneliti Ira Patriani dkk (2022) mengemukakan Indonesia memiliki tekad untuk menerapkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di sebagian besar fungsi pemerintahan dan sistem pemberian layanan publik.
Hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat, sehingga pemerintah harus mampu memberikan layanan yang baik dan prima.
Sebelumnya, pemerintah telah menerapkan e-government, atau digitalisasi proses layanan publik. Namun, implementasinya masih memerlukan penyempurnaan. Hal ini melibatkan penggabungan inovasi secara metodis ke dalam TIK, yang memastikan pembelajaran dari bawah ke atas untuk transformasi digital layanan publik yang lancar.
Lewat penelitiannya, Ira Patriani menemukan bahwa realitas digitalisasi layanan publik (e-government) masih terdapat kesalahpahaman dan perspektif yang perlu diklarifikasi. Secara umum, digitalisasi layanan publik di Indonesia masih dalam tahap awal dan tahap peningkatan; hanya sebagian kecil yang telah menerapkan pengaturan interaktif, sehingga berdasarkan Indeks Pengembangan E-Government (EDGI),
Indonesia tertinggal di antara negara-negara ASEAN
Kendala dalam penerapan e-government antara lain masih rendahnya integrasi data, penerapan e-government, rendahnya kompetensi aparatur, dan lain sebagainya, sehingga diperlukan strategi untuk mengembangkan digitalisasi dalam pelayanan administrasi publik. Namun, masih ada perbedaan yang terus berlanjut dalam penggunaan layanan pemerintah digital di berbagai kelompok populasi.
Pemerintah perlu menyadari perbedaan ini untuk mengembangkan pendekatan penyampaian layanan publik yang disesuaikan dan menghindari terciptanya bentuk-bentuk baru teknologi digital seiring dengan kemajuan digitalisasi sektor publik. Ketika membandingkan tingkat pendidikan pengguna layanan pemerintah digital, perbedaan substansial dapat ditemukan.
Titik tolak transformasi digital sektor publik di Indonesia tak bisa dipisahkan dari semangat reformasi dipelopori para mahasiswa pada tahun 1998. Gerakan tersebut telah berhasil menumbangkan rezim orde baru yang pada saat itu berkuasa di Indonesia. Melalui gerakan tersebut itu masyarakat Indonesia menginginkan adanya penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Namun praktik birokrasi Indonesia di awal era reformasi ternyata belum banyak berubah. Selain masih doyan mempraktikkan KKN, birokrat dalam pemerintahan pada awal masa reformasi tak memiliki semangat pelayanan. Bahkan, mereka menganggap rakyatlah yang membutuhkan dan melayani birokrat.
Bertolak dari kondisi tersebut, maka pada tahun 2011 pemerintahan di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 80 tahun 2011 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2025.
Tujuannya adalah mereformasi birokrasi sehingga terciptalah birokrat yang profesional, berkarakter, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.
Untuk memperkuat Perpres No.80 tahun 2011, pemerintahan Joko Widodo kemudian menerbitkan Peraturan Presiden nomor 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik atau SPBE. Perpres ini menjadi salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel serta pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya, melalui dukungan pemanfaatan TIK dalam sistem pemerintahan secara terpadu.
Visi SPBE adalah “terwujudnya sistem pemerintahan berbasis elektronik yang terpadu dan menyeluruh untuk mencapai birokrasi dan pelayanan publik yang berkinerja tinggi.” Visi ini juga sekaligus mendukung salah satu pilar Visi Indonesia Emas 2045, yaitu: Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Pemerintah.
Mengadopsi Teknologi Kecerdasan Buatan
Dalam suatu kesempatan acara Kompas100 CEO Forum di Jakarta, Kamis, 28 November 2019, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, memerintahkan lembaga pemerintah untuk menghapus dua jajaran pegawai negeri pada tahun 2020 dan menggantikan peran mereka dengan Kecerdasan Artifisial (AI), dalam upaya untuk memotong birokrasi yang menghambat investasi.
Pernyataan Presiden Jokowi tersebut selaras dengan analisis lembaga Internasional (Deloitte, 2019) yang memberi penjelasan bagaimana AI dapat memberi keuntungan pada pemerintah. AI membantu melakukan penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana, manajemen sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, pola pikir, dan mental budaya.
AI juga dapat mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif melakukan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan manusia yang unik. Melalui adopsi AI, pelayan publik dapat mengoptimalkan entri data dengan pengenalan tulisan tangan secara otomatis, menangani penjadwalan dengan algoritma perencanaan dan optimisasi, dan menggunakan pengenalan suara, pemrosesan bahasa alami, dan teknologi tanya-jawab untuk menyediakan layanan masyarakat.
Adopsi AI di lingkungan pemerintahan juga diarahkan untuk Pengelolaan Anggaran Pemerintah, termasuk untuk memudahkan dan mempercepat proses seleksi dan mengevaluasi proposal anggaran, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dengan demikian, AI memudahkan pekerjaan yang membebani pegawai pemerintah dalam pengelolaan anggaran.
Sebab, proses seleksi dan evaluasi anggaran harus melalui pemeriksaan dan pengidentifikasian ketidakwajaran dalam usulan anggaran. AI yang mampu mendeteksi ketidakwajaran anggaran pemerintah akan sangat membantu meringankan proses pengevaluasian. Dengan begitu pemborosan anggaran pemerintah dapat dicegah.
Berkenan dengan itu, dibutuhkan data set anggaran dan referensinya yang efektif untuk pembuatan model. Selain mendeteksi ketidakwajaran anggaran, AI dapat juga berperan membantu pendeteksian penyalahgunaan anggaran, pengauditan anggaran, analisis anggaran, penyediaan template rencana anggaran, dan laporan anggaran.
Sumbangan besar AI dala konteks layanan publik adalah dalam urusan identifikasi personal. AI mampu melakukan proses ini menggunakan teknik pengenalan wajah, selaput pelangi mata, suara, sidik jari dan tipe biometrik lainnya. Adopsi AI juga dapat memajukan sistem tata-kelola dan monitoring kinerja pegawai pemerintahan.
Contohnya, untuk mengawasi disiplin aparat sipil negara (ASN), lembaga pemerintah dapat menggunakan sistem aplikasi presensi menggunakan teknologi AI untuk pengenalan wajah (face biometric) dan pelacak lokasi keberadaan (GPS tracker).
Tak hanya itu, berkat teknologi AI, ASN juga dapat melakukan pelaporan presensinya secara real-time di manapun ia berada dengan menggunakan perangkat handphone yang dilengkapi oleh koneksi internet, kamera, dan sistem GPS. AI juga memungkinkan sistem analisa sentimen memanfaatkan data-data dari media sosial sehingga dapat dilihat tren kebutuhan dan harapan warga masyarakat terkait kebijakan pemerintah tertentu atau terhadap pelaksanaan suatu program pemerintah.
Pada sisi lain, AI pun dapat menjalankan sistem analisa Big Data berdasarkan data-data dari berbagai sumber, baik data-data terstruktur yang dimiliki pemerintah maupun data tidak terstruktur dan dinamis yang diambil dari berbagai media sosial dan situs Internet. Melalui sistem analisa Big Data, pemerintah dapat membuat kebijakan dan mengambil keputusan yang akurat sesuai kebutuhan publik.
Inovasi AI Berupa Platform ChatBot dan Robotik
Diketahui, dalam dokumen Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial Indonesia 2020-205, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah memasukkan rencana pengembangan dan pemanfaatan platform ChatBot dan otomasi proses robotik di lembaga pemerintahan.
Platform ChatBot dan otomasi proses robotik dan adalah dua hal yang berbeda. ChatBot adalah platform yang digunakan sebagai pengganti peran manusia yang biasanya menyediakan waktu untuk melayani informasi interaktif pada masyarakat. Sedangkan robotika dan otomasi kognitif memungkinkan mesin untuk mereplikasi tindakan dan keputusan manusia, membebaskan orang dari tugas manual untuk beberapa tugas seperti membentuk/menyempurnakan peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
ChatBot tidak sebatas digunakan untuk layanan informasi, ia juga dapat memberikan akses cepat ke data publik, menyerahkan keluhan/laporan masyarakat ke yang berwenang, menyerahkan formulir, dan pembayaran pajak atau tagihan.
ChatBot Pemerintahan dapat melayani komunikasi dua arah dengan masyarakat dalam bahasa Indonesia untuk konteks pemerintahan dan menyediakan waktu komunikasi selama 24 jam/7 hari pada masyarakat. Dengan ChatBot, pemerintah dapat menyelesaikan permasalahan masyarakat lebih cepat, memberikan layanan publik lebih mudah, mudah diintegrasikan, serta pengelolaannya tidak mahal.
Peluang Transformasi Digital di Sektor Publik
Dari uraian di atas tampak bahwa strategi transformasi digital di sektor publik berpotensi merevolusi operasi sektor publik dengan meningkatkan efisiensi, meningkatkan transparansi administrasi, dan meningkatkan penyediaan layanan pemerintah.
Transformasi digital di sektor publik berpotensi memperbarui layanan pemerintah dan meningkatkan penyediaan layanan kepada warga negara. Penerapan teknologi portal daring misalnya dapat membantu birokrat dan warga untuk mengirimkan dan melacak aplikasi lokal, dan melakukan tanda tangan elektronik untuk menyederhanakan pemrosesan dokumen.
Penggunaan chatbot untuk menyediakan keterlibatan cepat dengan pengguna dan akses mudah ke informasi digital. Sektor publik menghasilkan dan menyimpan sejumlah besar data, termasuk data tentang warga negara, pemimpin, layanan pemerintah, dan keputusan kebijakan.
Penerapan transformasi digital tingkat lanjut di sektor publik dapat memudahkan proses manajemen, menganalisis dan menggunakan data untuk pengambilan keputusan. Termasuk untuk menginformasikan dan meningkatkan layanan untuk lembaga swasta dan publik.
Transformasi digital penting bagi lembaga pemerintah untuk menyimpan informasi sensitif dan sering kali menjadi sasaran sasaran para penjahat siber. Lembaga pemerintah dapat melindungi diri mereka sendiri dan data yang mereka simpan dengan lebih baik dengan menyediakan teknik dan langkah-langkah keamanan siber yang ditingkatkan dan efisien, seperti autentikasi multifaktor dan sistem deteksi intrusi.
Teknologi digital dapat membantu lembaga pemerintah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dengan berbagi lebih banyak informasi dengan publik. Misalnya, pemerintah dapat membuat platform data terbuka untuk menyediakan data tentang keputusan kebijakan dan pemberian layanan kepada publik; selain itu, mereka dapat menerapkan dasbor daring untuk melacak dan melaporkan kinerja program dan bisnis pemerintah.
Teknologi digital dapat membantu lembaga pemerintah meningkatkan kolaborasi internal, inovasi, dan komunikasi di dalam dan antar departemen, karena manajemen sektor publik yang lebih baik berarti masyarakat yang lebih baik.
Hal ini dapat mencakup penggunaan alat kolaborasi berbasis cloud, seperti Google Workspace, untuk memfasilitasi pekerjaan jarak jauh, kolaborasi lintas departemen, dan media sosial serta platform online lainnya untuk memastikan komunikasi yang berkualitas dan efektif dengan warga dan pemangku kepentingan.
Kendala Transformasi Digital di Sektor Publik
Namun, penerapan teknologi transformasi digital mengandung sejumlah tantangan.
Pertama, Karena proses ini membutuhkan banyak sumber daya dan anggaran yang besar, terutama untuk mengadakan infrastruktur TIK dan melatih SDM agar memiliki literasi digital yang memadai.
Kedua, lingkungan regulasi yang sulit. Transformasi digital menuntut adanya regulasi yang kompleks dan sering berubah di berbagai tingkatan. Dengan demikian, transformasi teknologi digital baru menjadi tantangan, karena ini dapat mencakup masalah yang terkait dengan privasi data, keamanan, ekonomi, dan kepatuhan. Indonesia justru mengalami banyak kendala dalam hal ini.
Ketiga, banyak organisasi sektor publik telah ada sejak lama dan mungkin telah menetapkan sistem dan proses yang sulit diubah. Membangun proses baru dapat menjadi tantangan saat menerapkan transformasi digital baru di sektor publik, karena mungkin memerlukan perubahan signifikan pada sistem, rencana, dan prosedur yang ada.
Keempat, resistensi terhadap perubahan. Perubahan dapat menjadi hal yang sulit bagi organisasi mana pun, terutama di sektor publik, di mana karyawan dan pemangku kepentingan mungkin memerlukan dukungan yang sama untuk teknologi dan praktik baru. Organisasi harus mempertimbangkan cara mengelola dan mengkomunikasikan perubahan secara efektif untuk memastikan transisi yang lancar.
Kelima, transformasi digital di sektor publik memerlukan tenaga kerja terampil yang memahami teknologi dan proses baru.
Namun, sektor publik mungkin memerlukan bantuan untuk menemukan staf dengan keterampilan dan pengalaman yang diperlukan untuk mendukung inisiatif digital; hal ini dapat menjadi tantangan bagi organisasi yang ingin menerapkan teknologi dan proses baru.
Sejauh ini, Indonesia telah berkomitmen mengadopsi pendekatan strategis terhadap transformasi digital dengan melakukan pemerataan pembangun infrastruktur TIK dan pelatihan literasi digital.
Upaya ini harus didorong untuk terus ditingkatkan sehingga implementasi digital di sektor publik dapat berkelanjutan. Sebab, transformasi digital di sektor publik menawarkan berbagai peluang dan manfaat, termasuk peningkatan efisiensi, penghematan biaya, dan peningkatan kepuasan warga. (*)
***
*) Oleh : Mubasyier Fatah, Koordinator Bidang Ekonomi Kreatif, Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU), Bendahara Umum PP MATAN, Pelaku Industri TI.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Peluang dan Tantangan Transformasi Digital di Sektor Layanan Publik
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |