https://jakarta.times.co.id/
Kopi TIMES

Penghapusan Batas Kementerian: Peluang Optimalisasi atau Potensi Inefisiensi?

Kamis, 03 Oktober 2024 - 18:24
Penghapusan Batas Kementerian: Peluang Optimalisasi atau Potensi Inefisiensi? Fahmi Prayoga, S.E., Tenaga Ahli, Peneliti, dan Analis Kebijakan Publik SmartID

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Dalam UU Nomor 39 Tahun 2008, jumlah kementerian dibatasi dengan tujuan agar pemerintahan lebih efektif dan efisien. Batasan ini dipandang sebagai upaya untuk menjaga agar birokrasi tidak terlalu gemuk dan tetap fokus pada fungsi yang esensial. 

Kini, dengan perubahan dinamika global dan domestik, muncul dorongan agar presiden diberi keleluasaan lebih untuk menentukan struktur kabinetnya. Tantangan yang dihadapi pemerintahan, mulai dari perubahan iklim, transformasi digital, hingga pandemi, seolah menuntut adanya kementerian khusus yang fokus pada isu-isu tersebut.

Namun, kondisi terbaru Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kementerian Negara, dalam rapat paripurna yang berlangsung pada Kamis (19/9/2024). Di dalam UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, sebelumnya diatur bahwa jumlah kementerian yang dapat dibentuk presiden maksimal 34. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 15 beleid tersebut. 

Sedangkan dalam Pasal 15 beleid baru, jumlah kementerian yang dibentuk ditetapkan oleh presiden, sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan negara. Dalam konteks pemerintahan yang semakin dinamis dan penuh tantangan, fleksibilitas bagi presiden dalam membentuk kabinet tentu penting. Namun, apakah menghapus batasan jumlah kementerian adalah langkah yang tepat, atau justru berpotensi menambah beban birokrasi?

Fleksibilitas yang Dibutuhkan

Kebebasan presiden untuk menambah kementerian memang bisa memberikan ruang untuk membentuk kabinet yang lebih relevan dengan tantangan masa kini. Fleksibilitas ini penting, terutama dalam merespons isu-isu baru yang belum tertangani secara maksimal. Misalnya, kebutuhan akan kementerian yang secara khusus menangani transformasi digital atau perubahan iklim dua isu yang semakin mendesak.

Fleksibilitas kelembagaan memang sangat diperlukan agar pemerintah dapat merespons krisis secara efektif dan efisien. Artinya, kementerian yang lebih khusus bisa membantu pemerintah bergerak lebih cepat dan tepat sasaran dalam menghadapi tantangan seperti pandemi atau krisis energi. Penghapusan batasan 34 kementerian, dalam konteks ini, memberikan kelonggaran bagi presiden untuk menyesuaikan struktur pemerintahannya sesuai dengan kebutuhan zaman.

Potensi Beban Birokrasi

Namun, di sisi lain, penghapusan batasan jumlah kementerian bisa menambah beban birokrasi. Banyaknya kementerian tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan kinerja pemerintahan. Pengalaman menunjukkan bahwa semakin banyak kementerian yang dibentuk, semakin besar pula potensi terjadinya tumpang tindih kewenangan dan lemahnya koordinasi.

Koordinasi lintas kementerian yang lemah sering kali menjadi penyebab lambatnya implementasi kebijakan strategis. Hal ini sangat mungkin terjadi jika kementerian baru dibentuk tanpa memperjelas pembagian tugas dan fungsi. Alih-alih mempercepat kinerja pemerintahan, struktur yang terlalu besar justru bisa membuat birokrasi semakin lambat dan inefisien.

Masalah lainnya adalah pembengkakan anggaran. Membentuk kementerian baru berarti membutuhkan anggaran tambahan untuk biaya operasional, pegawai, dan infrastruktur pendukung. Pembesaran birokrasi sering kali diikuti oleh peningkatan beban anggaran, terutama dalam hal biaya administrasi dan operasional. Dengan kondisi anggaran negara yang ketat, pembentukan kementerian baru bisa menambah tekanan pada APBN, yang seharusnya dialokasikan untuk program-program prioritas lainnya.

Pilihan Lebih Efektif

Daripada menambah jumlah kementerian, pemerintah bisa mempertimbangkan opsi lain yang lebih efisien. Salah satunya adalah dengan mengoptimalkan kementerian yang sudah ada melalui digitalisasi dan penyederhanaan fungsi. Dengan memanfaatkan teknologi digital secara optimal, kementerian yang ada dapat bekerja lebih cepat dan efektif tanpa harus menambah struktur baru. 

Menghapus batasan jumlah kementerian memang memberikan fleksibilitas bagi presiden dalam menyusun kabinet sesuai dengan kebutuhan zaman. Namun, fleksibilitas ini harus diimbangi dengan pertimbangan yang matang terkait efektivitas dan efisiensi birokrasi. Penambahan kementerian tidak boleh dilakukan tanpa perhitungan yang jelas, karena potensi beban anggaran dan risiko tumpang tindih fungsi sangat nyata.

Alih-alih menambah jumlah kementerian, pemerintah bisa fokus pada optimalisasi kementerian yang ada melalui digitalisasi dan penyederhanaan. Ini adalah langkah yang lebih strategis untuk menghadirkan pemerintahan yang lincah, efisien, dan responsif terhadap tantangan masa kini, tanpa menambah kompleksitas birokrasi.

***

*) Oleh: Fahmi Prayoga, S.E., Tenaga Ahli, Peneliti, dan Analis Kebijakan Publik SmartID.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi TIMES Indonesia.

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.