TIMES JAKARTA, PAMBOANG – Pantai Rewataa merupakan salah satu destinasi alam unggulan di Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat. Terletak di jalur strategis trans Sulawesi Barat–Sulawesi Selatan, pantai ini sering dijadikan tempat singgah oleh para pelintas jalan serta menjadi lokasi favorit masyarakat sekitar untuk menikmati suasana laut yang tenang dan pemandangan batu karang yang eksotis.

Namun, di balik pesona alamnya, Pantai Rewataa menghadapi tantangan serius yakni tumpukan sampah, terutama plastik bekas makanan dan minuman, yang mencemari kawasan pantai. Kondisi ini mencerminkan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan, serta minimnya fasilitas pengelolaan sampah di wilayah tersebut.

Melihat urgensi permasalahan ini, komunitas muda Sipamandar.id menginisiasi aksi bersih-bersih bertajuk Clean Up Pantai Rewataa pada Minggu (9/5/2025). Aksi ini menjadi kegiatan perdana Sipamandar.id sejak berdiri pada 11 Juni 2025, dan dilaksanakan bersama ITHLA DPW V STAIN Majene serta OSIS SMPN 1 Pamboang. Puluhan relawan turun langsung membersihkan pantai dari sampah yang mengotori keindahan alami Rewataa.

Namun, persoalan baru muncul setelah sampah berhasil dikumpulkan yaitu tidak adanya Tempat Pengolahan Akhir (TPA) membuat para relawan bingung menentukan langkah lanjutan.

Sipamandar.id bersama ITHLA DPW V STAIN Majene serta OSIS SMPN 1 Pamboang melakukan aksi bersih sampah di pantai rewataa (29/6/2025).

“Sampah kita di Pamboang biasanya dibuang ke pantai, sungai, atau dibakar. Meskipun masyarakat tahu ini salah, mereka tidak punya pilihan lain,” ujar Yusril Anam, salah satu relawan.

Menanggapi kondisi tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat, Zulkifli, menyatakan bahwa penanganan sampah di Majene memerlukan keterlibatan aktif dari semua pihak.

“Masalah sampah ini tidak bisa diselesaikan hanya oleh pemerintah. Harus ada peran serta masyarakat dalam memilah dan mengurangi sampah dari skala rumah tangga. Kami juga akan terus melakukan penyuluhan dan edukasi tentang cara pengelolaan sampah yang benar,” jelas Zulkifli (7/7/2025).

Aksi di Pantai Rewataa ini menjadi refleksi bahwa upaya menjaga lingkungan tidak cukup hanya dari satu arah. Keindahan alam seperti yang dimiliki Rewataa harus dijaga secara kolektif.

Ketika masyarakat teredukasi dan pemerintah menyediakan fasilitas yang mendukung, maka pelestarian pantai tidak lagi menjadi angan, tetapi sebuah gerakan bersama yang berkelanjutan.

Ke depan, Rewataa memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata unggulan berbasis ekowisata. Namun, langkah tersebut hanya akan efektif jika pengelolaan kebersihan menjadi prioritas utama.

Harapannya, kegiatan bersih-bersih pantai seperti di pantai Rewataa diharapakan tidak berhenti sampai di sini, melainkan menjadi inspirasi bagi komunitas lain di Majene untuk melakukan aksi serupa demi laut dan bumi yang lebih bersih. (*)