https://jakarta.times.co.id/
Berita

FORES Gelar Webinar Nasional Bahas Dampak Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 terhadap Demokrasi

Kamis, 31 Juli 2025 - 10:07
FORES Gelar Webinar Nasional Bahas Dampak Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 terhadap Demokrasi Fathullah Syahrul, Direktur Eksekutif FORES saat membuka webinar nasional.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Sekretariat Nasional Forum Strategis Pembangunan Sosial (FORES) menyoroti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 135/PUU-XXII/2024 melalui Webinar Nasional bertajuk “Arah Baru Demokrasi: Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi” yang digelar di Jakarta, Selasa (29/7/2025).

Kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Annisa Alfath dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Rahmat Ferdian Andi Rosidi selaku Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum UIN Jakarta, Brahma Aryana dari Komite Independen Pemantau Pemilu Indonesia (KIPI), serta Sonny Madjid, Pegiat Kajian Sosial dan Politik Indonesia.

FORES.jpg

Direktur Eksekutif FORES, Fathullah Syahrul, menegaskan tema yang diangkat merupakan isu mendesak yang perlu mendapat perhatian publik, terutama terkait implikasi Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 terhadap sistem demokrasi di Indonesia.

"Yang harus kita cermati bukan hanya soal jadwal pemilu yang dipisah, tetapi bagaimana logika hukum yang digunakan Hakim MK dan efeknya terhadap sistem demokrasi kita," tegas Fathullah.

Ia menjelaskan, FORES berupaya mengajak publik agar tidak sekadar melihat hasil putusan, tetapi juga mendalami pertimbangan hukum yang melatarbelakangi putusan tersebut.

"Bukan hanya soal hasil putusan, publik perlu mengurai dan menganalisis logika hukum Hakim MK hingga akhirnya lahir ketukan palu tersebut," tambahnya.

Sementara itu, Annisa Alfath dari Perludem menilai, putusan ini lahir sebagai bentuk tekanan masyarakat sipil terhadap stagnasi legislasi pemilu di parlemen.

"Putusan ini lahir dari kekecewaan masyarakat sipil atas stagnasi legislasi pemilu. DPR RI dan Pemerintah abai terhadap putusan-putusan MK sebelumnya," ungkap Annisa.

Pandangan berbeda disampaikan Brahma Aryana dari KIPI. Ia menilai, MK dalam putusan ini justru melampaui kewenangannya dengan mengabaikan prinsip originalisme dalam penafsiran konstitusi.

"MK seharusnya menafsirkan UUD berdasarkan makna aslinya, bukan menciptakan norma baru. Ini rawan melampaui kewenangan," ujar Brahma.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum UIN Jakarta, Rahmat Ferdian Andi Rosidi, menekankan bahwa putusan tersebut harus diikuti dengan revisi menyeluruh terhadap Undang-Undang Pemilu.

"Jangan hanya teknis. Saya melihat Putusan MK ini sebagai Kotak Pandora menuju reformasi demokrasi substantif," tandas Rahmat.

Di sisi lain, Sonny Madjid memandang Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 sebagai peluang besar untuk memperbaiki sistem demokrasi Indonesia.

"Pemisahan pemilu bisa meredam politik transaksional dan memberi ruang bagi pemilih untuk lebih fokus menilai calon secara adil," kata Sonny.

Seluruh catatan dalam webinar ini akan menjadi bahan kajian FORES untuk mendorong langkah-langkah perbaikan sistem pemilu ke depan.

“Kami berharap putusan ini menjadi pintu masuk lahirnya sistem demokrasi yang lebih berkeadilan,” pungkasnya.

 

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.