TIMES JAKARTA, JAKARTA – Kementerian Agama mendorong agar masjid tak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga tumbuh sebagai pusat pemberdayaan ekonomi umat dan penguatan kesadaran ekoteologis.
Semangat itu ditegaskan Menteri Agama Nasaruddin Umar saat membuka Festival Masjid Berdaya Berdampak atau MADADA Fest 2025, yang digelar Selasa (7/10/2025) di Gedung Kementerian Agama, Jl. MH Thamrin, Jakarta.
Menurutnya, masjid memiliki potensi besar untuk membangun kemandirian umat jika dikelola secara profesional dan kolaboratif.
“Jika semua masjid dan musala di Indonesia diberdayakan untuk pengelolaan dana umat secara kolektif, kita bisa menciptakan kemandirian umat tanpa harus terlalu bergantung pada pihak lain,” katanya.
Menag menyebut konsep ini sebagai manajemen umat, yakni model pengelolaan terpadu yang mengoptimalkan potensi zakat, wakaf, infak, sedekah, kurban, fidyah, kafarat, dan dana sosial lainnya. Dengan sistem yang baik, katanya, kemiskinan mutlak dapat dihapuskan.
“Bahkan di masa depan, kebutuhan sosial seperti sembako, LPG, dan layanan dasar bisa dipenuhi melalui jaringan ekonomi umat yang terhubung langsung dengan rumah ibadah,” jelasnya.
Sinergi Ekonomi Umat dan Ekoteologi Islam
Dalam kesempatan tersebut, Menag juga meluncurkan Buku Ekoteologi Islam sebagai simbol langkah konkret Kemenag dalam mengintegrasikan pemberdayaan ekonomi dengan kesadaran lingkungan berbasis nilai-nilai keagamaan.
Dirjen Bimas Islam, Abu Rokhmad, mengatakan bahwa peluncuran buku ini merupakan bagian dari komitmen Kemenag untuk menghadirkan Islam yang membawa maslahat bagi manusia dan alam.
“Pemberdayaan ekonomi berbasis masjid dan ekoteologi Islam adalah dua sisi dari satu tujuan: menghadirkan kemaslahatan yang nyata bagi masyarakat dan bumi tempat kita hidup,” tuturnya.
Festival Inovasi Masjid Berdaya
MADADA Fest 2025 menampilkan beragam kegiatan inspiratif seperti talkshow, penyerahan simbolik pinjaman lunak kerja sama BMM–Kemenag, serta SIMAS Corner yang menyediakan layanan konsultasi dan registrasi masjid.
Salah satu daya tarik utama festival ini adalah Pameran Foto Masjid, yang menampilkan potret beragam wajah masjid di Indonesia.
Pameran ini menghadirkan kisah-kisah visual tentang Masjid Ramah yang inklusif bagi semua kalangan, Masjid Tua yang menjadi saksi perjalanan Islam di Nusantara, Masjid Percontohan dengan pengelolaan modern dan profesional, serta Masjid Berdaya Berdampak yang aktif dalam pemberdayaan sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Selain itu, pengunjung juga dapat melihat peta sebaran masjid dan musala di Indonesia berdasarkan data Sistem Informasi Masjid (SIMAS) per 7 Oktober 2025. Tercatat 315.740 masjid dan 387.819 musala telah terdaftar di seluruh Indonesia — menggambarkan besarnya potensi rumah ibadah sebagai poros kemajuan umat.
Masjid, Inovasi Digital, dan Ekonomi Mikro
Festival ini juga diramaikan oleh sejumlah booth interaktif layanan Bimas Islam. Salah satunya adalah e-LIPSKI (Perpustakaan Islam Digital), inovasi digital yang menyediakan ribuan koleksi kitab Islam, khutbah Jumat, dan literatur keagamaan yang dapat diakses secara gratis dan mudah.
Unit Percetakan Al-Qur’an (UPQ) turut berpartisipasi dengan menampilkan berbagai mushaf terbitan Kementerian Agama, termasuk Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia dan Mushaf Al-Qur’an Isyarat yang ramah bagi penyandang disabilitas rungu.
Tak ketinggalan, Baznas Microfinance Masjid Ar-Rahim juga memamerkan produk kuliner khas Aceh berupa roti selai Samahani. Produk ini merupakan hasil pemberdayaan ekonomi mikro berbasis masjid, menunjukkan bagaimana rumah ibadah dapat menjadi sentra aktivitas ekonomi umat. (*)
Pewarta | : Moh Ramli |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |