https://jakarta.times.co.id/
Berita

Soal Fatwa MUI Haramkan Salam Lintas Agama, SETARA Tak Sependapat

Kamis, 06 Juni 2024 - 10:46
Soal Fatwa MUI Haramkan Salam Lintas Agama, SETARA Tak Sependapat Tokoh lintas agama berdoa bersama pada acara pembukaan bakti sosial dalam rangkaian hari Tri Suci Waisak 2562 BE/2018 di taman Lumbini, kawasan Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB) Magelang, Jumat (25/5/2018). (FOTO: Antara)

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Dalam Ijtima’ Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Bangka Belitung pada akhir Mei 2024 lalu, mengeluarkan fatwa, di antaranya mengenai salam dan ucapan hari raya lintas agama. 

Pada pokoknya, MUI mengharamkan salam lintas agama dan ucapan selamat hari raya lintas agama oleh umat Islam. Fatwa MUI tersebut menjadi perdebatan publik. 

Direktur Eksekutif SETARA, Halili Hasan menegaskan, pihaknya tak sependapat dengan hal tersebut. Ia mengatakan, dalam konteks kebinekaan Indonesia, salam dan ucapan hari raya lintas agama merupakan bentuk dari toleransi dan ekspresi etika sosial dalam tata kebinekaan Indonesia. 

"Dalam tata kebinekaan Indonesia, salam dan ucapan hari raya lintas agama adalah pernyataan respek dan pengakuan (rekognisi) atas keberadaan yang berbeda dan bukan semata-mata bentuk ibadah umat Islam dan bahkan naif jika hal itu dinilai sebagai pencampuradukan agama dan merusak akidah umat Islam," katanya dalam keterangan tertulis diterima TIMES Indonesia, Kamis (6/6/2024).

SETARA Institute juga menilai bahwa fatwa MUI bukanlah produk hukum yang mengikat, meskipun eksistensi MUI didasarkan pada hukum negara dan bahkan sebagian anggaran operasionalnya bersumber dari APBN dan diberikan sebagian kewenangan dalam pelaksanaan pemerintahan negara. 

"Dengan demikian, fatwa MUI cukup diperlakukan sebagai pandangan keislaman dari sebuah organisasi keislaman yang muatannya tidak mengikat lembaga-lembaga negara dan pemerintahan negara dalam praktik penyelenggaraan negara," jelasnya.

SETARA Institute memandang bahwa, dalam kenyataannya, MUI bukanlah satu-satunya organisasi keislaman yang memiliki otoritas keagamaan di Indonesia. 

"Pandangan-pandangan keislaman yang dibutuhkan oleh umat dan/atau oleh kelembagaan negara yang penduduk mayoritasnya muslim ini dapat merujuk pada Nahdlatul Ulama’ dan Muhammadiyah dan beberapa organisasi keislaman moderat lainnya yang pandangan keislamannya lebih kompatibel dengan dan lebih memajukan toleransi dan kebinekaan Indonesia," katanya.

Selain itu, SETARA Institute menilai bahwa fatwa MUI yang mengharamkan salam dan ucapan selamat hari raya lintas agama justru kontraproduktif dan bertentangan dengan inisiatif, praktik baik, dan agenda-agenda pemajuan toleransi dan penguatan kebinekaan yang dilakukan oleh pemerintah.

"Melalui Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Kementerian/Lembaga lainnya dalam bentuk program pembinaan ideologi Pancasila, moderasi beragama, pembauran kebangsaan, pemeliharaan kerukunan umat beragama, pencegahan ekstremisme kekerasan yang mengarah pada kekerasan, dan lain sebagainya," jelasnya.

SETARA Institute juga memandang, terbitnya fatwa ini menunjukkan kegagalan MUI sebagai organisasi masyarakat untuk berkontribusi dalam memelihara perdamaian dan kerukunan umat beragama. 

"Undang-Undang Organisasi Masyarakat pada Pasal 5 UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, menegaskan bahwa salah satu tujuan dari Organisasi Kemasyarakatan adalah mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong dan toleransi dalam kehidupan masyarakat, serta menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa," ujarnya. (*)

Pewarta : Moh Ramli
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.