TIMES JAKARTA, JAKARTA – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, kembali menegaskan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi keagamaan harus tetap berada di jalur khitahnya dan tidak boleh terseret dalam persaingan politik kekuasaan. Hal tersebut disampaikannya dalam acara 'Sarasehan Ulama: Asta Cita Dalam Perspektif Ulama' di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Selasa (4/12/2025).
Gus Yahya, sapaan akrabnya, mengingatkan bahwa keputusan NU untuk kembali ke khitahnya sebagai Jamiyah Diniyah Ijtimaiyah telah ditetapkan dalam Muktamar ke-27 NU di Situbondo pada 1984. Keputusan ini menegaskan bahwa NU harus tetap menjadi organisasi sosial-keagamaan tanpa terlibat dalam kompetisi politik.
“Berulang kali kami sampaikan bahwa NU tidak boleh terlibat atau melibatkan diri sebagai entitas kolektif dalam kompetisi kekuasaan politik,” ujar Gus Yahya.
Ia menyoroti bahaya jika NU dibiarkan berkembang menjadi identitas politik. Menurutnya, hal ini dapat berdampak buruk bagi kelangsungan bangsa dan negara.
“Nahdlatul Ulama telah berkembang sebagai lingkungan budaya yang luas. Jika dibiarkan tumbuh menjadi identitas politik dan dikonsolidasikan untuk berkompetisi dalam perebutan kekuasaan, akibatnya bisa berbahaya. Sejarah telah menunjukkan bahwa politik berbasis identitas seringkali menimbulkan perpecahan,” tegasnya.
Gus Yahya menegaskan bahwa NU harus tetap berada pada jalur yang sesuai dengan prinsipnya, yakni menjadi organisasi yang berperan dalam menjaga harmoni sosial dan keagamaan tanpa terseret dalam rivalitas politik praktis.
“Kita harus menjaga agar NU tidak didorong atau sengaja dikonsolidasikan menjadi alat politik tertentu. NU harus tetap independen dalam menjalankan misi sosial dan keagamaannya,” tandasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Gus Yahya Tegaskan NU Tak Boleh Terseret Politik Kekuasaan
Pewarta | : Farid Abdullah Lubis |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |