https://jakarta.times.co.id/
Berita

Jaringan GUSDURian Tolak Revisi UU TNI, Ini Alasannya

Rabu, 19 Maret 2025 - 23:32
Jaringan GUSDURian Tolak Revisi UU TNI, Ini Alasannya Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid. (FOTO: ANTARA)

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Pembahasan Revisi Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) oleh DPR RI dan pemerintah menuai protes keras dari berbagai elemen masyarakat pro-demokrasi. Salah satu pihak yang menolak revisi UU TNI adalah Jaringan GUSDURian

Menurut Ketua Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid, ada banyak persoalan dalam agenda tersebut, mulai tidak adanya urgensi, diadakan di hotel mewah, hingga penjagaan oleh Komando Operasi Khusus Tentara Nasional Indonesia disebut (Koopssus TNI), yang merupakan salah satu unit pasukan elite yang dibentuk untuk menangani aksi terorisme.  

Salah satu kekhawatiran terbesarnya adalah RUU TNI berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI yang sudah dihapus di masa presiden KH Abdurrahman Wahid.

"Penghapusan Dwifungsi ABRI kemudian dirumuskan menjadi UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia sebagai bagian integral reformasi TNI," ujar Alissa Wahid dalam pernyataan resminya, Rabu (19/3/2025).

Ancaman Kembalinya Dwifungsi ABRI

Salah satu kekhawatiran utama Jaringan GUSDURian adalah kemungkinan kembali berlakunya Dwifungsi ABRI, di mana militer terlibat dalam pemerintahan dan kehidupan sipil.

Pada masa Orde Baru, Dwifungsi ABRI membuat tentara memiliki peran dominan dalam pemerintahan dan sektor lainnya, sehingga melemahkan demokrasi dan membatasi kebebasan sipil.

Dwifungsi ABRI, kata Alissa, menjadi alat untuk mencampuri urusan semua pihak tanpa terbendung lagi. Orang sipil seolah-olah tidak mempunyai hak sama sekali untuk menentukan segala sesuatu tanpa izin ABRI, seperti pemilihan lurah dan sebagainya.

Dia menambahkan, masuknya ABRI untuk mengurusi semua bidang mematahkan inisiatif di bawah. Masyarakat merasa tidak ada gunanya lagi mencari alternatif karena akan dikalahkan alternatif dari militer.

"Hal ini merupakan praktik yang buruk dalam kehidupan berdemokrasi," ujar putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid itu.

Menurut GUSDURian, dalam sistem demokrasi yang sehat, militer harus berada di bawah kontrol sipil dan tidak memiliki peran langsung dalam pemerintahan atau politik.

Hal tersebut dikarenakan demokrasi mengutamakan supremasi sipil, yakni pemerintahan dijalankan oleh warga sipil yang dipilih secara demokratis.

"Dwifungsi militer akan mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil, sehingga melemahkan kontrol sipil atas angkatan bersenjata," tandasnya.  

Lima Sikap Jaringan GUSDURian

Dalam pernyataan resminya, Jaringan GUSDURian menyatakan lima sikap tegas terhadap Revisi UU TNI. Pertama, menolak Revisi UU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI/Polri serta mengancam supremasi sipil dalam demokrasi. 

Prajurit aktif harus fokus pada tugas pertahanan negara, bukan politik atau administrasi pemerintahan. Keterlibatan prajurit aktif dalam politik dapat mengurangi profesionalisme dan membuat tentara abai terhadap tugas utamanya sebagai penjaga kedaulatan negara. Selain itu, dengan kekuatan bersenjata dan posisi strategis dalam pemerintahan, tentara berpotensi menyalahgunakan kekuasaan, melanggar HAM, dan bersikap represif terhadap masyarakat.

Kedua, mengecam pembahasan RUU TNI yang tidak transparan dan cenderung menghindari pengawasan publik. Apalagi rapat tersebut menggunakan fasilitas mewah di tengah banyaknya jargon efisiensi yang berimbas pada memburuknya pelayanan publik di berbagai sektor.

Ketiga, mengajak DPR dan pemerintah untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara dengan menolak bentuk-bentuk pelemahan demokrasi. Menyetujui RUU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI/Polri adalah bentuk pengkhianatan pada reformasi. 

Keempat, mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mengawal demokrasi dan semangat reformasi yang menjunjung tinggi supremasi sipil.

Kelima,  mengajak seluruh penggerak GUSDURian untuk melakukan konsolidasi nasional bersama jejaring masyarakat sipil di berbagai titik guna mengamati dinamika sosial dan politik serta menyiapkan langkah-langkah strategis untuk menyelamatkan demokrasi. (*)

Pewarta : Achmad Fikyansyah
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.