TIMES JAKARTA, JAKARTA – Umat Tionghoa sering menyebut KH Abdurrahman Wahid sebagai bapak Tionghoa. Gus Dur mempunyai jasa yang tinggi terhadap kebebasan beragama bagi umat Konghucu di Indonesia, terutama terkait Hari Raya Imlek.
Maka tak heran jika sosok Presiden RI ke-4 ini sangat melekat dalam ingatan masyarakat, terutama warga etnis Tionghoa di Indonesia pada perayaan Tahun Baru Imlek.
Berkat perjuangan Gus Dur, umat Tionghoa sampai saat ini bisa melaksanakan peribadahan dengan bebas serta merakayakan hari besar umat Tionghoa di muka umum.
Pasalnya, di masa Orde Baru, Soeharto yang menjadi presiden kala itu melarang berbagai aktivitas keagamaan warga Tionghoa. Bahkan ia mengeluarkan Inpres Nomor 16/1967 tentang Larangan Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.
Perayaan Imlek di Klenteng Hong San Kiong, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang (FOTO: Rohmadi/TIMES Indonesia)
Berbagai perayaan Imlek dan Cap Go Meh dilarang keras dihelat di muka umum. Warga Tionghoa hanya diperbolehkan merayakan Imlek secara sembunyi di dalam rumah. Bahkan, untuk menjalani ritual ibadah mereka hanya boleh melakukannya di dalam rumah secara perorangan.
Selama puluhan tahun warga Tionghoa harus menelan pil pahit kenyataan kebijakan rasisme Soeharto. Angin segar baru dirasakan saat rezim Orde Baru telah berganti memasuki era reformasi.
Di bawah kepemimpinan Gus Dur, pemerintah mencabut Inpres Nomor 16/1967 dan membebaskan warga etnis Tionghoa berekspresi merayakan Imlek. Bahkan Imlek dijadikan sebagai hari libur, artinya tak hanya berlaku bagi warga yang merayakannya saja.
Sejak saat itu, perayaan Imlek dibuka sebebas-bebasnya. Warga Tionghoa bebas menggelar pertunjukan Barongsai di depan umum, dan memasang pernak-pernik Imlek di muka rumah.
Jasa Gus Dur inilah yang sangat melekat kuat di hati para warga beretnis Tionghoa. Setiap Perayaan Imlek tiba, warga etnis Tionghoa selalu menyisipkan doa-doa untuk mendiang Gus Dur yang telah berjasa mengakui keberadaan mereka.
Selama hidupnya Gus Dur juga pernah merayakan tahun baru Imlek di Klenteng yang berada di Semarang. Salah satu dawuh Gus Dur yang membekas terbenak dihati para pecintanya pun banyak.
Mungkin ini menjadi salah satu dari dawuh Gus Dur yang diingat oleh umat Tionghoa. "Tidak boleh ada pembedaan kepada setiap warga negara Indonesia. Berdasarkan agama, bahasa ibu, kebudayaan, serta ideologi," begitu kata Gus Dur kala itu.
"Tidak penting apa pun agama atau sukumu, kalau kamu bisa berbuat baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu," demikian penggalan ucapan Gus Dur lainnya.
Toni Harsono (51), Ketua Yayasan Klenteng Hong San Kiong, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan jika dulu tidak ada Gus Dur mungkin Imlek tahun ini pun kita tidak bisa merayakan dengan bebas.
"Bagi kami mamang Gus Dur itu bapak bagi kami, bahkan jika diperbolehkan untuk disebah sudah dari dulu disembah," kata Toni kepada TIMES Indonesia saat ditemui di Klenteng Gudo saat perayaan Imlek. Jumat (12/2/2021).
Menurutnya Gus Dur pembebas bagi umat Tionghoa, pahlawan sekaligus pelindung bagi umat Konghucu saat itu. "Pokoknya bersyukurlah, sekarang sudah bisa bebas beribadah dan menjalakan semua aktifitas keagamaan dengan baik," jelasnya di momen Imlek tahun ini. (*)
Pewarta | : Rohmadi |
Editor | : Ronny Wicaksono |