TIMES JAKARTA, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa sistem Coretax bukanlah penyebab melambatnya penerimaan pajak hingga Februari 2025. Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan bahwa perlambatan ini merupakan fenomena yang normal dan sesuai dengan tren historis.
Berdasarkan data, realisasi penerimaan pajak pada Januari-Februari 2025 mencapai Rp187,8 triliun, turun signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp269,02 triliun. Namun, Anggito memastikan bahwa tidak ada kejanggalan dalam penurunan ini.
"Tidak ada hal yang anomali, sifatnya normal saja," ujar Anggito dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Maret 2025 di Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Faktor Penyebab Perlambatan Penerimaan Pajak
Menurut Kemenkeu, ada dua faktor utama yang menyebabkan perlambatan penerimaan pajak di awal tahun ini, yaitu penurunan harga komoditas dan dampak kebijakan administratif.
Pada Januari-Februari, sejumlah komoditas utama mengalami penurunan harga, di antaranya batu bara (-11,8 persen), brent (-5,2 persen), dan nikel (-5,9 persen).
Sedangkan dari segi kebijakan administratif, penerapan tarif efektif rata-rata (TER) menjadi salah satu yang mempengaruhi kinerja pajak.
Anggito menjelaskan, penerapan TER pajak penghasilan (PPh) 21 sejak Januari 2024 menimbulkan lebih bayar sebesar Rp16,5 triliun pada 2024. Lebih bayar itu kemudian diklaim kembali pada Januari dan Februari 2025.
Selain TER, relaksasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri (DN) menjadi faktor berikutnya.
Pada 2025, pemerintah memberikan kebijakan relaksasi pembayaran PPN DN selama 10 hari, sehingga pembayaran bisa dilakukan hingga 10 Maret 2025.
Bila dampak relaksasi juga dihitung, maka rata-rata penerimaan PPN DN periode Desember 2024-Februari 2025 mencapai Rp69,5 triliun atau lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp64,2 triliun, atau tumbuh sekitar 8,3 persen.
"Itu menjelaskan kenapa pola Februari 2025 agak berbeda dengan pola tahun sebelumnya. Tapi, setelah dinormalisasi dan dampaknya diketahui sampai dengan 10 Maret, maka polanya sama seperti yang normal," tutur Anggito. (*)
Pewarta | : Antara |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |