TIMES JAKARTA, BANDUNG – Tuntutan menyiapkan generasi emas Indonesia 2045 akankah menjadi sesuatu yang teramat sulit dan kompleks karena berbagai tantangan dan perubahan zaman. Saat ini pendidikan dihadapkan kepada tuntutan dalam adaptasi dan fleksibilitas, misalnya mampu memenuhi tuntutan dan kesempatan dunia kerja. Dengan kata lain, pendidikan harus memenuhi kebutuhan kini sambil mengantisipasi tren dan tantangan mendatang. Perubahan paradigma pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran seorang guru yang sangat vital sebagai penggerak sumber daya manusia, dan kompetensi guru menjadi salah satu isu sentral di antara banyak persoalan dalam tata kelola guru di Indonesia.
Menyoal mutu pendidikan dan pewujudan akses pendidikan bermutu bagi seluruh warga bangsa maka tidak bisa dilepaskan untuk memastikan tiga hal berikut; guru yang kompeten, kualitas mengajar bermutu tinggi, dan siswa dapat mengakses pembelajaran bermutu tinggi (OECD, 2005: 9).
Mengutip Pushpanadham (2020), mutu guru menjadi salah satu unsur determinan terhadap keberhasilan pembelajaran atau belajar siswa. Pendidikan guru, termasuk kegiatan peningkatan kapasitas guru, mempunyai hubungan dengan mutu pengajaran.
Sekolah perlu menggunakan paradigma belajar yang berbeda, guru sebagai faktor yang sangat berpengaruh dalam meyiapkan muridnya perlu dibekali dengan kompetensi baru dan mindset yang diperlukan untuk menjadi fasilitator dalam kontek mengajar belajar. Guru saat ini dan ke depan diharuskan mampu menggabungkan isu-isu global seperti multikulturalime, isu ekonomi, lingkungan dan sosial.
Oleh sebab itu, para guru memerlukan kemampuan lebih yakni cara berfikir ganda (multiple thinking), memecahkan masalah secara inovasi dan bekerja sama. Guru perlu mengembangkan tidak hanya materi belajar dan menguasai pedagogi, juga memahami para murid dan menfasilitasi mereka belajar (learn to learn).
Ki Hajar Dewantara menyatakan hal paling sulit ketika sebagai pendidik tidak menyadari bahwa tugas pendidikan adalah mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki murid yaitu kecerdasan rasa, karsa, cipta dan karya agar murid menjadi manusia seutuhnya. Tuntunlah murid sesuai zamannya, semakin berkembang zaman maka semakin besar pada tantangan-tantangan yang dihadapi oleh guru.
Kompetensi
Guru zaman sekarang bukan lagi seperti yang dilukiskan oleh Earl V Pullias dan James D Young dalam bukunya A Teacher is Many Things, yaitu sebagai sosok makhluk serbabisa sekaligus memiliki kewibawaan yang tinggi di hadapan murid-muridnya ataupun masyarakat.
Guru tidak lagi merasa berkuasa untuk membentuk siswanya, ibaratnya guru menjadi "teko" dan siswa sebagai "gelas" sehingga siswa berstatus hanya menerima apapun yang dituangkan guru. Siswa tidak diajarkan untuk mengeksplorasi kemampuan dirinya, siswa hanya bisa disuruh tanpa diajarkan untuk mengenal dirinya lalu mampu bertahan hidup.
Dalam pembelajaran abad ke-21 sejatinya proses belajar mengajar mampu menyiapkan siswa dapat menghadapi kehidupan abad ke-21. Terdapat beberapa kemampuan yang diperlukan dalam abad ke-21, menurut Barkatsas, Bertram (2016:2) siswa harus memiliki kemampuan berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah, kreatif dan inovatif, kolaborasi dan kerja tim, kepemimpinan, saling memahami silang budaya, kemampuan komunikasi dan memanfaatkan informasi, terampil dalam berhitung dan ICT, serta kemandirian dalam karier dan belajar.
Selanjutnya Benade (2017:1) menambahkan, ciri kelincahan dan adaptabilitas, inisiatif dan kewirausahaan, kemampuan menulis yang efektif, keingintahuan, serta imajinasi. Mengutip dari beberapa refrensi yang menyatakan bahwa kemampuan memecahkan masalah, kemampuan kongnitif yang kompleks, dan kemampuan sosial emosional menjadi sangat penting, bukan hanya bagi murid melainkan juga bagi guru sebagai fasilitator pembelajaran.
Senyatanya, pendidikan itu bukan hanya sekadar transfer pengetahuan belaka (transfer of knowledge) atau semata mengembangkan aspek intelektual. Namun, juga merupakan proses transformasi nilai dan pembentukan karakter atau kepribadian dengan segala aspeknya (transfer of value).
Menjadi guru sejatinya harus merupakan satu perwujudan yang utuh, unik, dan holistik. Utuh dalam arti sebagai satu kesatuan antar berbagai unsur kepribadian, unik dalam arti bersifat khas dibandingkan dengan jabatan lainnya, dan bersifat holistik dalam arti tumbuh dan berkembang dalam kesatuan utuh antara diri dengan lingkungan serta dimensi waktu yang berkesinambungan.
Oleh karena itu, menjadi guru yang profesional tidak dapat dilakukan secara tiba-tiba atau instan yang dibangun seketika, akan tetapi melalui suatu proses panjang yang berlangsung terus secara berkesinambungan.
Alhasil tujuan besar dari perubahan kurikulum sebagus apapun tentu akan sia-sia apabila mindset guru tidak berubah. Guru adalah kreator dan tidak perlu text book terhadap kurikulum, guru tidak boleh nyaman dengan cara belajar yang satu arah. Jelaslah, mutu pendidikan hanya bisa terjadi apabila gurunya berkualitas dengan “kompetensi masa depan” yang mengajar dengan hati, bukan hanya logika.
Niscayanya di era abad 21 pembelajaran bermutu (efektif) memerlukan kerjasama “guru, manajemen sekolah dan masyarakat” yang secara bersama-sama menjadikan sekolah sebagai organisasi belajar (learning organization) dan guru sebagai pembelajar (teachers as learners).
Menjadi sebuah pertanyaan dan renungan bersama, apakah kita sudah berperan sebagai guru yang menuntun murid sesuai zamannya? Kompetensi apa yang sudah kita miliki untuk membantu siswa merdeka belajar abad 21? Dan guru abad 21 harus sesuai dengan arti nama Hajar Dewantara yang mempunyai arti guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, dan keutamaan.
***
*) Oleh: Dr. Asep Totoh,SE.,MM - Dosen Ma’soem University.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Menyoal Guru Abad 21
Pewarta | : |
Editor | : Faizal R Arief |