https://jakarta.times.co.id/
Opini

Jalan Menghapus Kemiskinan Ekstrem

Kamis, 09 Oktober 2025 - 20:31
Jalan Menghapus Kemiskinan Ekstrem Idham Arsyad, Ketua Umum Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Kemiskinan esktrem masih menjadi wajah buram yang membayangi kemajuan pembangunan Indonesia. Dibalik angka-angka statistik makro yang menggembirakan, terdapat jutaan warga, terutama di desa-desa terpencil, kawasan pesisir, pinggiran kawasan hutan, dan pinggiran kota yang masih berjuang memenuhi kebutuhan paling dasar. Jumlahnya menurut BPS 2,38 juta. 

Bagi mereka, hidup bukan tentang pilihan, melainkan tentang bertahan. Maka, jika kita sungguh ingin bicara keadilan sosial, kita tak bisa menghindar dari pertanyaan paling mendasar: siapa yang menguasai sumber daya di negeri ini, dan siapa yang masih terpinggirkan?

Dalam konteks itulah, reforma agraria menjadi lebih dari sekadar jargon kebijakan. Ia adalah upaya konkret untuk menjawab ketimpangan struktural yang sudah berlangsung puluhan tahun. 

Tanah sebagai sumber kehidupan, produksi, dan keberlanjutan, harus dikembalikan fungsinya sebagai hak dasar warga negara, bukan semata komoditas yang diperebutkan oleh pemodal besar.

Sejak 2015, pemerintah Indonesia menargetkan redistribusi tanah seluas 9 juta hektare sebagai bagian dari agenda Reforma Agraria Nasional. Hingga 2024, Pemerintah mengklaim telah mendistribusikan lebih dari 12 juta hektare tanah, melebihi target awal. Namun, capaian tersebut belum mencerminkan pemerataan yang diharapkan. 

Distribusi lahan di kawasan hutan, misalnya, masih tertinggal dibanding lahan negara non-hutan. Sementara itu, konflik agraria masih terus bermunculan, menandakan bahwa persoalan struktur agraria bukan semata soal administrasi pertanahan, melainkan juga keberpihakan dan tata kelola.

Bahkan Konsrosium Pembaruan Agraria (KPA) menyebut bahwa klaim Pemerintah telah meredistribusikan 12 juta hektar lahan itu bukanlah reforma agraria sejati. Karena program sertifikasi juga diklaim sebagai reforma agraria. Sertifikasi tanah bukan reforma agraria sebab pelaksanaan sertfikasi adalah pelayanan kepada pihak yang sudah bertanah dan belum bersertifikat.

Kunci agar reforma agraria benar-benar berperan dalam pengentasan kemiskinan ekstrem adalah keberlanjutan. Tanpa pendampingan setelah redistribusi tanah, petani kecil berisiko tetap terjebak dalam siklus kemiskinan. 

Tanah bisa saja berpindah tangan secara legal, tetapi jika tanpa dukungan modal, pelatihan, teknologi, dan akses pasar, mereka tetap berada di posisi yang lemah. Reforma agraria sejati bukan hanya tentang sertifikat, melainkan tentang kemandirian ekonomi rakyat.

Titik Balik Strategis

Pada April 2025, Presiden Prabowo menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Inpres ini menjadi titik balik penting. Ia tidak hanya mengonsolidasikan upaya lintas kementerian dan lembaga, tetapi juga memperkenalkan pendekatan yang lebih terintegrasi. 

Terdapat tiga tujuan Inpres, yakni: mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin, meningkatkan pendapatan masyarakat miskin dan menurunkan kantong-kantong kemiskinan.

Salah satu langkah progresif dalam inpres ini adalah pembentukan Sekolah Rakyat di setiap kabupaten/kota sebuah inisiatif yang menempatkan pendidikan, pemberdayaan ekonomi, dan penguatan kapasitas masyarakat sebagai pusat dari pengentasan kemiskinan.

Inpres ini juga memperkuat peran koordinasi lintas sektor. Dalam hal ini, Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat memegang peran sentral. Kementerian ini bertanggung jawab memastikan bahwa program-program pemberdayaan tidak berjalan sendiri-sendiri, melainkan saling menopang.

Redistribusi tanah diintegrasikan dengan pelatihan usaha tani, koperasi lokal didukung akses pasar dan permodalan, serta infrastruktur desa diperkuat untuk membuka konektivitas. Semua itu harus dilakukan dengan prinsip partisipatif dan berbasis kebutuhan lokal, bukan pendekatan top-down semata.

Reforma agraria, jika dijalankan dalam kerangka tersebut, bisa menjadi kekuatan perubahan sosial yang besar. Tanah yang tadinya menjadi sumber ketimpangan, bisa berubah menjadi alat produksi yang membebaskan. 

Masyarakat yang sebelumnya hidup dari sisa-sisa bantuan, bisa tumbuh menjadi produsen yang mandiri dan bermartabat. Kita bisa menengok keberhasilan Jepang pada masa pasca-Perang Dunia II. 

Dengan kebijakan pembatasan luas kepemilikan tanah dan redistribusi yang menyeluruh, Jepang berhasil menghapus sistem tuan tanah dan menumbuhkan kelas petani kecil yang kuat. Hasilnya: produktivitas pertanian melonjak, dan kemiskinan pedesaan menurun drastis.

Indonesia tentu memiliki konteks yang berbeda, tetapi semangatnya tetap relevan. Tanpa keberpihakan terhadap masyarakat akar rumput, kita hanya akan mengulang siklus ketimpangan yang sama. 

Data dapat dimanipulasi, laporan bisa dihias, tetapi kenyataan di lapangan tak bisa disembunyikan. Selama tanah masih dikuasai segelintir orang, dan rakyat kecil tidak punya alat untuk mengelola hidupnya sendiri, maka kemiskinan ekstrem akan tetap menjadi luka yang terbuka.

Reforma agraria bukanlah proyek lima tahunan. Ia adalah fondasi jangka panjang yang hanya akan berhasil jika dilaksanakan dengan keberanian, konsistensi, dan kepekaan terhadap realitas masyarakat. Di tengah situasi global yang tidak menentu, penguatan basis produksi rakyat adalah strategi bertahan paling masuk akal dan adil.

Melalui kombinasi reforma agraria yang berkeadilan dan program pemberdayaan terintegrasi seperti yang diamanatkan Inpres Nomor 8 Tahun 2025, Indonesia memiliki peluang besar untuk menghapus kemiskinan ekstrem secara sistematis. Bukan sekadar menyalurkan bantuan, tetapi memulihkan kedaulatan hidup masyarakat di tanahnya sendiri.

Kita tidak sedang mencari solusi ajaib, melainkan menapaki jalan panjang yang memang harus dilalui. Jika tanah bisa menjadi sumber konflik, maka tanah pula yang bisa menjadi alat pembebasan. Dan di situlah reforma agraria menemukan makna sejatinya.

***

*) Oleh : Idham Arsyad, Ketua Umum Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.