https://jakarta.times.co.id/
Opini

Misi Indonesia dalam Integrasi ASEAN Plus Three

Rabu, 29 Oktober 2025 - 09:49
Misi Indonesia dalam Integrasi ASEAN Plus Three Edi Setiawan, Dosen dan Peneliti FEB Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Plus Three di Kuala Lumpur awal pekan ini menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk menegaskan arah baru diplomasi ekonominya. Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya mengubah kompetisi menjadi kolaborasi konkret, di tengah ketegangan geopolitik, disrupsi rantai pasok, dan perubahan iklim yang menguji daya tahan ekonomi kawasan. 

Seruan tersebut bukan sekadar diplomasi, melainkan penegasan posisi Indonesia sebagai jembatan strategis antara Asia Tenggara dan tiga kekuatan ekonomi Asia Timur: Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan.

ASEAN kini memegang peran signifikan dalam ekonomi global. Kawasan ini berkontribusi hampir 3,7 triliun dolar AS terhadap PDB dunia dan menjadi salah satu pusat pertumbuhan tercepat pasca-pandemi. 

Laporan terbaru ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) memproyeksikan kawasan ASEAN Plus Three tumbuh 3,8 persen pada 2025, di atas rata-rata pertumbuhan global sebesar 3,1 persen. Di balik optimisme ini, terdapat tantangan struktural berupa kesenjangan ekonomi, ketergantungan perdagangan eksternal, dan ancaman fluktuasi harga pangan dan energi.

Pertumbuhan ekonomi antarnegara ASEAN menunjukkan variasi yang mencerminkan perbedaan kapasitas struktural. Vietnam menjadi motor baru dengan proyeksi pertumbuhan 7–8 persen pada 2025, diikuti Filipina sekitar 6 persen, Indonesia 5,2 persen, Malaysia 4,4 persen, Kamboja 5,8 persen, Thailand 3,1 persen, Singapura 2,3 persen, Laos 3,7 persen, Brunei Darussalam 2,5 persen, dan Myanmar yang stagnan di bawah 2 persen. Angka-angka ini menegaskan pentingnya integrasi ekonomi agar pertumbuhan kawasan lebih merata dan saling menopang.

Dalam konteks itu, gagasan Presiden Prabowo untuk memperkuat kerja sama konkret mendapat relevansi tinggi. Pangan dan keuangan menjadi dua pilar strategis yang menentukan stabilitas kawasan. 

Melalui penguatan ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve (APTERR), kerja sama pangan dapat ditransformasikan dari sekadar cadangan darurat menjadi mekanisme stabilisasi harga lintas negara. Indonesia, bersama Thailand dan Vietnam, sebagai tiga produsen beras terbesar, dapat membangun sistem pasokan regional yang adaptif terhadap krisis dan fluktuasi cuaca ekstrem.

Di sisi lain, integrasi keuangan juga menjadi fokus. Presiden menekankan pentingnya memperdalam Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM) sebagai jaring pengaman keuangan regional. 

Inisiatif ini, jika diperluas pada aspek fiskal dan pembiayaan infrastruktur, akan memperkuat koordinasi ekonomi lintas negara. Dalam situasi global yang penuh ketidakpastian, mekanisme semacam ini menjadi benteng terhadap tekanan likuiditas dan volatilitas nilai tukar yang sering mengguncang pasar Asia Tenggara.

Namun, integrasi tidak dapat hanya berhenti di tataran kebijakan. Diperlukan dukungan politik dan komitmen nyata dari negara anggota untuk menuntaskan APT Cooperation Work Plan 2023–2027, termasuk sinergi investasi, perdagangan digital, dan transisi energi. 

Dukungan ekonomi lintas negara harus diarahkan untuk menumbuhkan kepercayaan antaranggota ASEAN Plus Three, sebab integrasi ekonomi tanpa fondasi solidaritas akan mudah rapuh. Dalam hal ini, Indonesia dapat memimpin sebagai “broker kepercayaan regional” dengan menempatkan prinsip keadilan, ketahanan, dan kemandirian sebagai basis kolaborasi.

Kawasan Asia Tenggara sejatinya memiliki sejarah panjang dalam menjaga keseimbangan geopolitik. Namun kini, tantangan baru menuntut pendekatan yang lebih proaktif. Konflik perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok, disrupsi teknologi, serta perubahan iklim menjadikan integrasi ekonomi bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan. 

Dengan populasi lebih dari 680 juta jiwa, ASEAN memiliki pasar yang cukup besar untuk membangun kekuatan internal, asal mampu memperkuat konektivitas, memperdalam kerja sama antarindustri, dan menyiapkan infrastruktur hijau yang kompatibel dengan target karbon netral.

Prabowo dalam forum APT menyadari bahwa solidaritas kawasan adalah syarat utama bagi ketahanan ekonomi jangka panjang. Karena itu, ia mendorong agar ASEAN tidak sekadar menjadi pasar, tetapi pusat produksi baru dengan nilai tambah tinggi. 

Melalui kolaborasi teknologi dan investasi lintas batas, ASEAN Plus Three berpeluang menciptakan rantai pasok alternatif yang lebih mandiri dan berkeadilan. Dalam hal ini, Indonesia perlu menegaskan strategi industrialisasi baru yang berpihak pada pengolahan bahan baku di dalam negeri, agar integrasi tidak berarti ketergantungan baru.

Diplomasi ekonomi yang diusung Prabowo juga mengandung dimensi keberlanjutan. Ia menekankan bahwa pertumbuhan kawasan harus berjalan seiring dengan transisi energi bersih dan penguatan ekonomi rakyat. 

Ini sejalan dengan tren investasi hijau yang kini menjadi prioritas di Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok. Dengan menyelaraskan kebijakan energi dan industri hijau, ASEAN Plus Three dapat membangun model pertumbuhan kolaboratif yang tahan krisis sekaligus ramah lingkungan.

KTT Kuala Lumpur 2025 mencerminkan babak baru bagi ASEAN: dari forum diplomatik menjadi wadah integrasi yang berorientasi hasil. Dunia tengah bergerak menuju blok-blok ekonomi besar yang saling bersaing, tetapi Asia Tenggara memilih jalan berbeda, kompetisi yang dikelola dalam kerangka kolaborasi.

Prabowo menunjukkan bahwa kekuatan diplomasi tidak lagi diukur dari siapa yang paling dominan, melainkan siapa yang paling mampu membangun kepercayaan dan kerja sama yang memberi manfaat bersama.

Jika ASEAN Plus Three mampu mewujudkan agenda integrasi konkret di bidang pangan, keuangan, dan industri berkelanjutan, kawasan ini tidak hanya menjadi penopang stabilitas global, tetapi juga contoh bagaimana solidaritas regional dapat melahirkan kemandirian ekonomi yang berkeadilan. 

Dalam dunia yang makin terfragmentasi, visi kolaboratif inilah yang menjadi warisan diplomasi Indonesia, bahwa di tengah kompetisi global, kolaborasi adalah strategi paling realistis untuk masa depan Asia Tenggara.

***

*) Oleh : Edi Setiawan, Dosen dan Peneliti FEB Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.