https://jakarta.times.co.id/
Kopi TIMES

Kewajiban Pelaku Usaha Menyampaikan Notifikasi Merger dan Akuisi Kepada KPPU

Jumat, 19 Februari 2021 - 19:30
Kewajiban Pelaku Usaha Menyampaikan Notifikasi Merger dan Akuisi Kepada KPPU M. Indra Kusumayudha, Advokat/Konsultan Hukum dan Pemerhati Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Bahwa sering sekali perusahaan di Indonesia mendapatkan sanski denda dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dikarenakan telah terbukti melakukan keterlambatan atas kewajiban pemberitahuan (notifikasi) atas aksi Korporasi berupa akuisisi maupun merger.

Hal ini seperti yang terjadi pada PT Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk (PT PP). Dimana PT PP dijatuhi sanksi berupa denda dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) setelah terbukti melakukan keterlambatan atas pemberitahuan (notifikasi) pengambilalihan saham PT Centurion Perkasa Iman (PT CPI), yang mana atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi dalam Sidang Majelis Komisi menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada PT PP. 

Kejadian ini tidak hanya terjadi pada PT PP, banyak sekali perusahaan di Indonesia yang lalai dan terlambat dalam memberitahukan aksi korporasi berupa merger atau akuisisi, bahkan terlambat sehari saja itu sudah dihitung sebuah keterlambatan dan dijatuhi denda sebagaimana ketentuan yang berlaku.

Notifikasi sendiri adalah pemberitahuan secara tertulis melalui formulir yang wajib dilakukan oleh pelaku usaha kepada KPPU atas Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan saham dan/atau aset perusahaan setelah Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan saham dan/atau aset perusahaan berlaku efektif secara yuridis.

Untuk memahami kewajiban notifikasi ini, para Pengusaha maupun bagian hukum perusahaan haruslah secara rinci memahami mengenai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan PP 57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pada Pasal 28 dan 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjelaskan sebagai berikut:

Pasal 28 

1)    Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

2)    Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usahayang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 29

1)    Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan tersebut.

2)    Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya dalam Pasal 5 dan Pasal 6 PP 57 Tahun 2010 mengatur mengenai nilai aset atau nilai penjualan yang mengatur mengenai melebihi jumlah tertentu sebagai berikut:

Pasal 5

1)    Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan lain yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu wajib diberitahukan secara tertulis kepada Komisi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal telah berlaku efektif secara yuridis Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan.

2)    Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.    nilai aset sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah); dan/atau 
b.    nilai penjualan sebesar Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah). 

3)    Bagi Pelaku Usaha di bidang perbankan kewajiban menyampaikan pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku jika nilai aset melebihi Rp.20.000.000.000.000,00 (dua puluh triliun rupiah). 

4)    Nilai aset dan/atau nilai penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dihitung berdasarkan penjumlahan nilai aset dan/atau nilai penjualan dari: 

a.    Badan Usaha hasil Penggabungan, atau Badan Usaha hasil Peleburan, atau Badan Usaha yang mengambilalih saham perusahaan lain dan Badan Usaha yang diambilalih; dan

b.    Badan Usaha yang secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau dikendalikan oleh Badan Usaha hasil Penggabungan, atau Badan Usaha hasil Peleburan, atau Badan Usaha yang mengambilalih saham perusahaan lain dan Badan Usaha yang diambilalih.

Pasal 6

Dalam hal Pelaku Usaha tidak menyampaikan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (3), Pelaku Usaha dikenakan sanksi berupa denda administratif sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan denda administratif secara keseluruhan paling tinggi sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).

Berdasarkan ketentuan pada Pasal di atas, dalam menentukan perhitungan aset/penjualan gabungan, yang mana merupakan penjumlahan aset/penjualan para pihak yang melakukan transaksi merger dan akuisisi, ditambah dengan nilai aset/penjualan seluruh Badan Usaha yang mengendalikan atau dikendalikan oleh para pihak tersebut, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Nilai aset dan penjualan yang diperhitungkan adalah nilai aset yang tercatat dalam laporan keuangan dan nilai penjualan di wilayah Republik Indonesia.

Berdasarkan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka Pihak yang wajib menyampaikan notifikasi ke KPPU adalah beberapa pihak sebagai berikut:
a.    Pelaku usaha yang menerima Penggabungan;
b.    Pelaku usaha hasil Peleburan;
c.    Pelaku usaha yang melakukan Pengambilalihan; atau
d.    Pelaku usaha yang menerima atau mengambilalih Aset

Tanggal Efektif Yuridis Untuk Perseroan Terbatas 

Bahwa yang perlu dipahami disini adalah mengenai kapan tanggal efektif yuridis yang diharuskan untuk perseroan terbatas, yang mana akan dijelaskan sebagai berikut:
a)    Untuk perbuatan Penggabungan (merger), maka efektif yuridisnya adalah pada tangal persetujuan Menteri (Kemenkumham) atas perubahan anggaran dasar.

b)    Untuk perbuatan Peleburan (konsolidasi), maka efektif yuridsnya adalah pada tanggal pengesahan Menteri (Kemenkumham) atas akta pendirian perseroan.

c)    Untuk perbuatan Pengambilalihan (akuisisi), maka efektif yuridisnya adalah pada tanggal pemberitahuan diterima Menteri (Kemenkumham) atas perubahan anggaran dasar. 

Mengetahui kapan dimulainya tanggal efektif yuridis untuk perseroan terbatas diatas haruslah diketahui oleh pihak Perusahaan maupun bagian hukumnya apabila telah melaksanakan proses merger ataupun akuisisi. Penulis memberikan contoh mengenai penghitungan tanggal efektif yuridis untuk perseroan terbatas pada keterlambatan PT. PP melaporkan pemberitahuan akuisisi sebagai berikut:

Bahwa pada tanggal 3 Juli 2019, PT PP Tbk mengambilalih 57 persen saham PT Centurion Perkasa Iman. Transaksi tersebut efektif pada 4 Juli 2019, setelah Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM mengubah data PT CPI dan memberikan pemberitahuan kepada PT PP Tbk Usai tanggal itu, PT PP Tbk wajib menyampaikan pemberitahuan kepada KPPU paling lambat tanggal 14 Agustus 2019. Namun berdasarkan bukti terkait perhitungan tanggal efektif pengambilalihan saham dan kewajiban pemberitahuan, PT PP Tbk baru memberitahu kepada KPPU tanggal 16 Agustus 2019. Berdasarkan pelanggaran ini, Majelis Komisi memutuskan PT PP Tbk telah terbukti secara sah dan melanggar Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 Jo. Pasal 5 PP No. 57 Tahun 2010. 

Tujuan Kewajiban Hukum Pemberitahuan (Notifikasi)

Dalam praktik persaingan usaha, aksi korporasi berupa tindakan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan saham memiliki hubungan yang sangat erat dengan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang bersumber dari penyalahgunaan posisi dominan dalam pasar.

Hal ini sering sekali terjadi pada suatu perusahaan yang melakukan akuisisi atau merger terhadap perusahaan lain, yang mana perusahaan ini bergerak dalam suatu bidang yang sama, tentunya hal ini mengakibatkan pangsa pasar kedua perusahaan tersebut akan menyatu dan otomatis membentuk gabungan pangsa pasar yang lebih besar dan dominan.

Bahwa semakin kuat dan meluasnya posisi dominan yang dimiliki oleh suatu perusahaan hasil daripada merger, akuisisi ataupun konsolidasi dalam suatu pasar, maka hal tersebut berpeluang menjadi hambatan masuk dan berkembang bagi pelaku usaha baru ataupun yang skalanya terbilang masih kecil. Tentu hal itu akan merusak iklim persaingan usaha, sebab jumlah pesaing di dalam pasar akan semakin sedikit dan mengakibatkan semakin kecil pula fleksibilitas persaingan di pasar yang  bersangkutan.

Berdasarkan atas hal ini, aktivitas merger perlu mendapatkan kontrol dari otoritas persaingan usaha yaitu KPPU, karena aktifitas  merger, akuisisi ataupun konsolidasi yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat pada akhirnya merugikan masyarakat dan kepentingan umum.

Rekomendasi Bagi Pelaku Usaha Dan Negara

Bahwa agar terhindar dari adanya sanksi keterlambatan notifikasi, seharusnya pelaku usaha melakukan konsultasi tertulis kepada KPPU sebelum melaksanakan merger, akuisisi maupun konsolidasi.

Pelaku usaha dapat melakukan konsultasi tertulis kepada KPPU sebelum melaksanakan Merger dan Akuisisi dengan melampirkan rencana Merger atau Akuisisi dan hasil Konsultasi Tertulis dapat digunakan dalam proses penilaian pada saat Notifikasi sepanjang tidak ada perubahaan data maksimum 2 tahun. Selama pandemi Covid-19, KPPU tetap menerapkan peraturan notifikasi Merger dan Akuisisi sesuai dengan ketentuan dalam UU No.5 Tahun 1999 dan PP No.57 Tahun 2010. Pengajuan notifikasi yang biasanya berlangsung secara tatap muka selama masa pandemi Covid-19 diefektifkan dan dimaksimalkan dengan penggunaan media elektronik.

Khusus untuk perusahaan pelat merah atau BUMN, seharusnya kepada Kementerian BUMN untuk memberikan arahan dan pertimbangan kepada Direksi BUMN agar dalam proses merger, akuisisi dan konsolidasi memperhatikan Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 dan PP No. 57 Tahun 2010.

Baik direksi BUMN maupun Kementerian BUMN haruslah saling bekerjasama dan mematuhi segala bentuk ketentuan yang ada dalam proses merger dan akuisisi, walaupun terlihat sepele, namun kewajiban penyampaian notifikasi merupakan suatu kewajiban hukum yang harus dilaksanakan tanpa terkecuali. Peran Negara khususnya Kementerian BUMN dan BUMN memiliki kewajiban untuk meningkatkan tren dan kesadaran penyampaian notifikasi terhadap para pelaku usaha, hal ini harus di sosialisasikan dengan memberikan contoh yang baik dengan menyampaikan notifikasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

***

*) Oleh: M. Indra Kusumayudha, Advokat/Konsultan Hukum Dan Pemerhati Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.