TIMES JAKARTA, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kini mengambil langkah progresif dengan menunjuk platform e-commerce asing untuk memungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dari para pedagang online asal Indonesia yang beroperasi di sana. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan pemerataan pajak dan mencegah kecemburuan antara pelaku usaha daring domestik dan yang berjualan di luar negeri.
Menurut Hestu Yoga Saksama, Direktur Perpajakan I DJP, dalam taklimat media, yang dikutip di Jakarta, Selasa (15/7/2025), kebijakan ini menargetkan pedagang online Indonesia yang aktif di platform-platform e-commerce besar di berbagai negara.
“Banyak warga Indonesia yang berjualan di lokapasar (marketplace) luar negeri, seperti di Singapura, Tiongkok, Jepang, atau Amerika. Oleh karena itu, kami akan menunjuk platform-platform tersebut untuk memungut PPh 22 sebesar 0,5 persen,” kata Yoga.
Menurut Yoga, langkah ini bukanlah hal baru bagi DJP karena sebelumnya telah sukses menunjuk e-commerce asing sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tahun 2020. Kesuksesan tersebut menjadi dasar keyakinan DJP bahwa implementasi pungutan PPh 22 ini juga akan berjalan lancar.
“Kami melakukan ini juga untuk menghindari keluhan dari pedagang di dalam negeri, yang mungkin akan memilih pindah ke lokapasar luar negeri jika tidak ada kesetaraan,” ujarnya.
DJP telah menjalin komunikasi dengan beberapa platform e-commerce raksasa dan mengharapkan mereka segera menyiapkan sistem teknis yang diperlukan. Yoga optimistis proses adaptasi sistem akan berjalan cepat, seperti pengalaman sebelumnya.
Berdasarkan pengalaman tahun 2020, ia menyebutkan, penyelesaian sistem tidak memakan waktu lama, sekitar dua bulan saja. Platform di luar negeri, seperti di Amerika dan Eropa, juga dapat siap dan akhirnya ditetapkan.
“Kami percaya kali ini pun tidak akan ada kendala dan dapat dilaksanakan dengan cepat.” tegasnya.
Kebijakan ini diresmikan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 37/2025, yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 11 Juni 2025 dan diundangkan pada 14 Juli 2025. PPh 22 yang dipungut sebesar 0,5 persen dari omzet bruto pedagang dalam setahun, di luar PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Penting untuk dicatat, kebijakan ini hanya berlaku bagi pedagang yang memiliki omzet bruto di atas Rp 500 juta dalam setahun, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang disampaikan kepada lokapasar yang ditunjuk.
Pedagang dengan omzet di bawah batas tersebut akan dibebaskan dari pungutan ini. Selain itu, beberapa transaksi juga dikecualikan, seperti layanan ekspedisi, transportasi daring (seperti ojek online), penjualan pulsa, dan perdagangan emas. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: DJP Gandeng Marketplace Asing Pungut Pajak Omzet Pedagang Online RI
Pewarta | : Hendarmono Al Sidarto |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |