TIMES JAKARTA, JAKARTA – Komisi XIII DPR RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Direktorat Jenderal Imigrasi serta Kepala Kantor Wilayah Ditjen Imigrasi Wilayah Timur di kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (25/2/2025) kemarin.
Dalam rapat tersebut, dibahas sejumlah isu strategis di bidang keimigrasian, seperti pengawasan terhadap pergerakan orang yang masuk dan keluar Indonesia, serta upaya pencegahan pelanggaran visa dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Anggota Komisi XIII DPR RI Maruli Siahaan menekankan, pentingnya penerapan pengawasan yang ketat guna memastikan bahwa setiap individu yang masuk atau meninggalkan Indonesia memiliki tujuan yang jelas dan legal.
“Kita tidak bisa membiarkan perbatasan kita menjadi tempat yang rentan bagi penyalahgunaan visa atau kejahatan transnasional," katanya di hadapan para peserta rapat.
"Setiap individu yang masuk ke Indonesia harus memiliki alasan yang jelas dan sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” lanjutnya.
Ia berpendapat bahwa pengawasan keimigrasian yang lebih ketat dapat mengurangi pelanggaran visa, seperti penyalahgunaan izin tinggal oleh warga asing untuk kepentingan yang tidak sah. Selain itu, penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan keimigrasian perlu diperkuat.
“Kita perlu meningkatkan investigasi dan menindak tegas mereka yang melanggar aturan, termasuk penyalahgunaan visa dan keterlibatan dalam TPPO. Tidak boleh ada celah hukum yang memungkinkan pelaku kejahatan memanfaatkan kelemahan sistem kita,” ujarnya.
Salah satu perhatian utama dalam RDP ini adalah meningkatnya kasus TPPO yang sering menjadikan warga Indonesia, terutama perempuan dan anak-anak, sebagai korban.
Maruli yang sempat menjabat sebagai Analis Kebijakan Madya Bidang Hukum Divhukum Polri itu menegaskan bahwa, upaya pencegahan kejahatan ini perlu dilakukan secara terstruktur dengan melibatkan berbagai elemen, seperti pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat.
“Kasus TPPO sering kali berawal dari penipuan kerja di luar negeri. Banyak korban yang tergiur dengan tawaran pekerjaan dengan gaji tinggi, tetapi ternyata mereka dieksploitasi dan diperjualbelikan. Kita harus memastikan bahwa sistem keimigrasian kita mampu mengidentifikasi dan mencegah praktik ini sejak dini,” tegasnya.
Oleh karena itu, Kader partai Golkar tersebut mengusulkan agar Indonesia menerapkan praktik terbaik dari negara-negara maju dalam pengawasan keimigrasian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memperkuat penggunaan teknologi canggih, seperti sistem biometrik di berbagai pintu perbatasan.
“Teknologi biometrik dapat membantu kita mengidentifikasi individu dengan lebih akurat dan mencegah penggunaan identitas palsu oleh pelaku kejahatan. Negara-negara maju telah lama menerapkan ini, dan Indonesia harus mulai bergerak ke arah yang sama,” ujarnya.
Maruli juga mengajukan usulan agar pemerintah meningkatkan kolaborasi dengan negara-negara tetangga dalam berbagi data keimigrasian guna mendeteksi pergerakan individu yang diduga terlibat dalam kejahatan lintas negara.
Selain pengawasan di tingkat nasional dan internasional, Maruli menekankan perlunya edukasi masyarakat melalui program Desa Binaan Imigrasi.
“Banyak warga kita, yang berangkat ke luar negeri tanpa memahami risiko yang ada. Mereka tertipu oleh agen-agen ilegal yang menjanjikan pekerjaan dengan gaji besar, tetapi akhirnya malah dieksploitasi. Desa Binaan Imigrasi harus dimaksimalkan agar masyarakat kita lebih waspada,” ungkapnya.
Ia berpendapat bahwa program ini bisa menjadi benteng utama dalam mencegah TPPO di tingkat desa dengan melibatkan tokoh masyarakat, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum untuk memberikan sosialisasi yang menyeluruh.
RDP ini menjadi kesempatan bagi pemerintah dan DPR untuk memperkuat sistem keimigrasian dengan meningkatkan pengawasan, memperketat investigasi pelanggaran visa dan TPPO, serta mengadopsi teknologi modern.
Kabidkum Polda Sumut itu juga mengharapkan rapat ini dapat menjadi pijakan untuk memperkuat kebijakan keimigrasian demi menjaga keamanan nasional dan memastikan perlindungan hak-hak warga negara, baik di dalam maupun luar negeri.
“Ke depan, kita harus memastikan bahwa Indonesia memiliki sistem keimigrasian yang tidak hanya ketat dalam pengawasan, tetapi juga proaktif dalam mencegah kejahatan transnasional yang merugikan masyarakat kita,” pungkasnya. (*)
Pewarta | : Farid Abdullah Lubis |
Editor | : Imadudin Muhammad |