https://jakarta.times.co.id/
Berita

Sebulan Banjir di Sumatra, Riset DIR Ungkap Krisis Alam ke Alarm Politik Nasional

Kamis, 25 Desember 2025 - 19:05
Sebulan Banjir di Sumatra, Riset DIR Ungkap Krisis Alam ke Alarm Politik Nasional Direktur Komunikasi Deep Intelligence Research (DIR), Neni Nur Hayati. (Foto: Dok DIR)

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Bencana banjir yang melanda Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh selama lebih dari satu bulan tak lagi sekadar persoalan kemanusiaan. Hasil pemantauan media Deep Intelligence Research (DIR) menunjukkan bahwa narasi bencana telah mengalami transformasi risiko serius, dari isu tanggap darurat menjadi persoalan kepercayaan publik, legitimasi negara, hingga ancaman stabilitas nasional.

Dalam kajian yang dirilis Kamis, 25 Desember 2025, DIR menganalisis lebih dari 11 ribu media online, 200 media cetak, dan 93 media elektronik, menggunakan mesin kecerdasan buatan (artificial intelligence). Hasilnya, meski 69 persen pemberitaan media arus utama masih bernada positif, alarm peringatan justru muncul dari 28 persen sentimen negatif yang terus menguat, terutama terkait keterlambatan bantuan dan dampak pascabencana.

Puncak Negatif dan Anomali Sentimen

Direktur Komunikasi Deep Intelligence Research, Neni Nur Hayati, menjelaskan bahwa puncak pemberitaan terjadi pada 1 Desember 2025, bertepatan dengan fase darurat awal banjir bandang. Pada periode ini, sentimen negatif mendominasi pemberitaan dan percakapan publik.

“Pasca 5 Desember, narasi positif mulai menyalip, didorong oleh publikasi masif penyaluran bantuan dan upaya pemulihan. Namun, kami mencatat anomali serius pada 19 Desember, ketika sentimen negatif kembali melonjak tajam,” ujar Neni.

Lonjakan tersebut dipicu oleh banyaknya laporan mengenai bantuan yang belum merata, terutama di wilayah paling terisolasi, serta minimnya pembaruan kondisi korban banjir.

Media dan Media Sosial: Resonansi Emosional yang Tinggi

DIR mencatat, selama periode pemantauan 25 November hingga 24 Desember 2025, total pemberitaan bertopik “Banjir Sumatra dan Aceh” mencapai 30.489 liputan, tersebar di 16.233 media lokal, 14.207 media nasional, dan 49 media internasional.

Media nasional seperti Kompas.com, Tempo.co, dan Detik.com menjadi yang paling intens memberitakan isu ini, baik dengan nada positif, netral, maupun negatif.

Sementara itu, di ranah media sosial, bencana banjir memicu lebih dari 55.600 unggahan dari 28.100 akun, dengan total interaksi melampaui dua juta percakapan. Data ini menegaskan bahwa isu bencana memiliki resonansi emosional yang sangat kuat dan mampu memicu diskusi publik berkelanjutan secara organik.

“Interaksi tertinggi terjadi di TikTok dan Instagram. Di TikTok tercatat 939.289 interaksi, sementara Instagram mencapai 909.837. Ini menunjukkan isu bencana menjadi sangat viral di kedua platform tersebut,” tambah Neni.

Tiga Klaster Percakapan Publik

Berdasarkan pemetaan isu, DIR mengidentifikasi tiga klaster utama yang mendominasi percakapan publik.

Klaster pertama adalah kemanusiaan, dengan fokus pada kondisi korban, kronologi banjir, dan kebutuhan dasar di pengungsian. Klaster kedua berupa gugatan sistemik, yang menyoroti dugaan keterkaitan bencana dengan eksploitasi hutan dan aktivitas pertambangan, diperkuat oleh temuan kayu gelondongan di sejumlah lokasi terdampak.

Klaster ketiga yang paling mengkhawatirkan adalah eskalasi politik, ditandai dengan kritik langsung terhadap figur otoritas pemerintah. Keterlambatan penanganan bencana mulai dipersepsikan sebagai kegagalan komunikasi publik dan krisis legitimasi negara.

“Yang perlu mendapat perhatian serius adalah munculnya narasi disintegrasi, termasuk penggunaan kata kunci ‘Merdeka’ di wilayah Aceh dan Nias, sebagai bentuk protes atas apa yang dianggap sebagai abainya pemerintah pusat,” ujar Neni.

Menurut DIR, fenomena ini menandakan bahwa bencana telah bertransformasi menjadi alat tawar politik, yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional bila tidak ditangani secara cepat dan tepat.

Rekomendasi Strategis DIR

Berdasarkan matriks risiko dan peta isu, DIR menyampaikan empat rekomendasi strategis kepada pemerintah.

Pertama, akselerasi status dan kehadiran simbolis negara, termasuk mempertimbangkan penetapan status bencana nasional. Kehadiran langsung pejabat tinggi negara di lokasi terdampak—bahkan dengan menetap sementara—dinilai penting untuk meredam narasi “pejabat tak berempati”.

Kedua, transparansi dan penegakan hukum, khususnya melalui investigasi terbuka terhadap 31 perusahaan sektor ekstraktif di Sumatra yang diduga berkontribusi terhadap bencana ekologis. Publikasi hasil audit, termasuk temuan kayu gelondongan, dinilai krusial untuk menunjukkan keberpihakan negara kepada keselamatan rakyat.

Ketiga, mitigasi narasi dan kontra-disintegrasi, dengan membuka dialog langsung bersama tokoh masyarakat dan aktivis lokal di pengungsian. Selain itu, pemerintah didorong mengaktifkan kontra-narasi di TikTok dan Instagram guna menandingi konten provokatif dengan informasi pemulihan yang transparan dan berbasis fakta.

Keempat, penanganan krisis ekonomi mikro, terutama melalui intervensi harga pangan dan pengamanan logistik di wilayah terdampak. Langkah ini dinilai mendesak mengingat tekanan kebutuhan hidup masyarakat di tengah perayaan Natal dan Tahun Baru.

Kajian DIR menegaskan bahwa penanganan bencana tidak bisa berhenti pada aspek teknis semata. Tanpa strategi komunikasi publik dan kebijakan yang responsif, krisis ekologis berpotensi berkembang menjadi krisis sosial dan politik yang jauh lebih luas. (*)

Pewarta : Imadudin Muhammad
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.