TIMES JAKARTA, JAKARTA – Seperti diketahui, persoalan klaim BPJS Kesehatan tengah menjadi sorotan publik. Dalam hal ini, banyak rumah sakit ‘menjerit’ akibat pengembalian klaim layanan BPJS Kesehatan yang sebelumnya sudah dicairkan.
Disinyalir, hal ini kian mengemuka pasca penerbitan Surat Imbauan Kemenkes pada 26 November 2024 terkait audit internal Fraud pada pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan di seluruh Indonesia.
Anggota Komite III DPD RI, Dr. Lia Istifhama M.E.I. menyoroti pentingnya pertimbangan atas pengembalian klaim tersebut. Ning Lia sapaan akrab senator cantik asal Jawa Timur ini menyampaikan penegasan tersebut kepada Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono.
"Saat rapat kerja dengan Komite III DPD bersama Menteri Kesehatan, saya sampaikan ke Bapak Wamen (Wakil Mentri) bahwa saat ini banyak sekali keluhan dari rumah sakit sehubungan klaim penanganan BPJS kesehatan. Memang klaim dibayar lancar, namun ternyata masalah datang kemudian yang mana banyak rumah sakit yang semula lancar proses klaim BPJS kesehatan, mendapat tsunami kewajiban mengembalikan dana klaim,” kata Ning Lia kepada TIMES Indonesia, Minggu (8/12/2024).
Ning Lia menyebutkan jika fakta lapangan yang kerap membenturkan rumah sakit dengan pasien.
“Yang kita harus garis bawahi, bahwa rumah sakit tentunya memiliki keinginan mengutamakan asas kemanusiaan saat menerima pasien datang. Secara logika, mereka pasti telah melakukan verifikasi dan sebagainya yang mana hal ini seharusnya sesuai mekanisme administrasi BPJS Kesehatan," urainya.
“Namun mengapa kemudian terjadi prosedur yang dianggap fraud misalnya? Nah, ini perlu dikaji detail. Karena tidak semua hal bisa dilihat secara tekstual, melainkan kontekstual," sambung Lia Istifhama.
Senator yang dikenal sebagai si peran cantik, yaitu akronim cerdas, inovatif, dan kreatif itu, juga mencontohkan pengalaman pribadinya saat bekerja sebagai staf HRD yang melayani prosedur klaim BPJS Kesehatan karyawan.
“Saya kebetulan pernah bekerja sebagai HRD, jadi paham bagaimana psikologis tenaga kerja atau karyawan saat berobat menggunakan BPJS Kesehatan. Mereka merasa telah membayar, sehingga mereka pun merasa berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Dengan begitu, mereka akan berupaya mendapat layanan kesehatan jika sakit," ungkapnya.
Masih kata Ning Lia, jika masalah yang muncul kemudian bukan hanya prosedur yang tidak mudah dalam proses klaim tersebut, namun menjadi masalah tambahan saat karyawan ternyata kontrakan.
"Saya sendiri pernah mengalami, bahwa saat karyawan sudah sembuh dan resign, ternyata ada kelengkapan administrasi yang dianggap belum terpenuhi. Hal ini tentu tidak terjadi jika ada akselerasi sistem administrasi dan verifikasi yang utuh dari pihak BPJS kesehatan," paparnya.
Ning Lia mengapresiasi pada pihak BPJS Kesehatan lantaran pasca ia menyuarakan perihal klaim tersebut, ada sebuah rumah sakit yang melaporkan turunnya jumlah pengembalian klaim.
“Alhamdulillah, ada rumah sakit yang menjelaskan bahwa beban pengembalian klaim BPJS turun ratusan juta rupiah. Disampaikan juga, ini terkait layanan terhadap penyakit hemofilia,” jelasnya.
Lantas, apa itu hemofilia yang disinggung Ning Lia?
Usut punya usut, dari berbagai literatur, seperti situs alodokter, diketahui bahwa hemofilia adalah penyakit keturunan yang mengganggu proses pembekuan darah. Gejalanya termasuk munculnya banyak memar besar atau dalam, nyeri dan pembengkakan sendi, pendarahan yang tidak jelas penyebabnya, dan terdapat darah dalam urine atau tinja.
Penyakit ini tergolong langka, yang mana kurang dari 150 ribu kasus per tahun (Indonesia). Pun begitu, hemofilia tidak bisa dianggap remeh karena penyakiit ini hanya bisa dibantu dengan perawatan saja karena hingga saat ini, hemofilia tergolong sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Hemofilia merupakan penyakit kronis yang dapat bertahan selama bertahun-tahun atau seumur hidup.
Gejala utama hemofilia adalah darah yang sukar membeku sehingga menyebabkan perdarahan sulit berhenti atau berlangsung lebih lama.
Pertolongan dokter tentu dibutuhkan bagi penderita hemofilia. Seseorang yang memiliki riwayat keluarga dengan hemofilia disarankan untuk melakukan pemeriksaan rutin ke dokter. Hal ini untuk mengetahui apakah Anda memiliki kelainan genetik yang menyebabkan hemofilia atau sebagai pembawa (carrier).
Penting diketahui, jika Anda menderita hemofilia, ada beberapa upaya yang bisa mencegah terjadinya luka dan cedera, yaitu:
1. Menghindari kegiatan yang berisiko menyebabkan cedera.
2. Menggunakan pelindung, seperti helm, pelindung lutut, dan pelindung siku, jika harus melakukan aktivitas yang berisiko.
3. Memeriksakan diri ke dokter secara rutin untuk memantau kondisi hemofilia dan kadar faktor pembekuan yang dimiliki.
4. Tidak meminum obat yang dapat memengaruhi proses pembekuan darah, seperti aspirin, tanpa resep dokter.
5. Menjaga kebersihan serta kesehatan gigi dan mulut, termasuk rutin melakukan pemeriksaan ke dokter gigi. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Lia Istifhama Kritisi BPJS Kesehatan dan Penanganan Layanan Penyakit Hemofilia
Pewarta | : Rudi Mulya |
Editor | : Deasy Mayasari |