TIMES JAKARTA, JAKARTA – Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali dan Ketua MAKI (Masyarakat Antikorupsi Indonesia) Boyamin Saiman memprediksi bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan menyatakan hasil Pilkada Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dibatalkan atau dinyatakan tidak sah.
Effendi Gazali mengatakan, MK selalu konsisten dengan keputusannya mengenai penghitungan masa jabatan kepala daerah itu dianggap satu kali atau sudah dua periode.
Menurut Effendi Gazali, sudah terdapat 4 kali Judicial Review terkait langsung atau tidak langsung dengan penghitungan masa jabatan ini, dan menghasilkan 4 keputusan yang konsisten yaitu putusan MK Nomor 22/PUU-VII/2009 (17 November 2009), Putusan MK Nomor 67/PUUXVIII/2020, Putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023 (28 Februari 2023), dan Putusan MK Nomor 129/PUU-XXII/2024.
Dalam semua keputusan tersebut, MK selalu menyatakan bahwa masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah (lebih dari dua tahun. enam bulan) dihitung sebagai satu periode; dan yang dimaksudkan dengan masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara.
Jadi penghitungannya bersifat akumulatif atau faktual atau riil. Bahkan semua Putusan MK itu saling mengacu atau mengutip satu sama lain, dan dalam banyak hal MK menyatakan hal tersebut sudah jelas tanpa MK bermaksud masuk ke contoh-contoh kasus konkrit yang diajukan pemohon. Artinya putusan MK itu sudah amat jelas dan berlaku untuk kasus manapun.
Effendi Gazali menambahkan secara mendasar hal tersebut memang sesuai dengan konstitusi kita dan prinsip hakiki demokrasi.
"Jabatan presiden saja dibatasi dua kali 5 tahun. Pemilu presiden pun tidak boleh ditunda sedikitpun. Masa jabatan kepala daerah diperbolehkan mencapai lebih dari dua periode ditambah setengah periode atau lebih dari setengahnya? Masa kepala daerah bisa menjabat misalnya sampai 14 tahun, seandainya dalam tahun pertama ada masalah dengan kepala daerahnya lalu wakil kepala daerah naik menggantikan mulai dengan posisi penjabat sementara hingga kemudian dilantik menjadi definitif?" katanya, Senin (13/1/2025).
Sementara itu, Boyamin Saiman mengatakan, MK sudah menyatakan agar seluruh keputusannya tentang penghitungan masa jabatan kepala daerah dianggap satu atau dua periode ini dijadikan acuan untuk ditindaklanjuti oleh semua lembaga yang berwenang, dalam hal ini KPU, KPUD, Bawaslu, dan lainnya.
"Itu jelas tertulis dalam Putusan MK Nomor 129/PUU-XXII/2024 (14 November 2024) halaman 67. Nah kalau KPU dan KPUD tidak mau melaksanakan ya pasti hasil dari pilkadanya akan dinyatakan tidak sah oleh MK. Dan itu menimbulkan kerugian negara yang sangat besar kalau terjadi di beberapa daerah serta menghamburkan uang negara jika dilakukan Pemungutan Suara Ulang," jelasnya.
Baik Effendi Gazali maupun Boyamin Saiman sepakat bahwa hasil pilkada seperti Kutai Kartanegara dan Tasikmalaya yang diikuti oleh peserta yang menurut Putusan MK sudah dianggap menjabat kepala daerah selama dua periode harus dinyatakan tidak sah atau batal.
"Keputusan MK sekali ini harus tegas serta akan menjadi preseden kuat ke depan. Dan kami juga tidak ingin melihat kasus-kasus konkrit satu demi satu. Ini semata demi penegakan konstitusi dan demokrasi saja," kata Boyamin.
"Jadi hasilnya akan dinyatakan tidak sah dan ke depan hal ini tidak boleh terulang lagi. Hal semacam ini membuat ketidakpastian hukum serta amat merugikan keuangan negara dan dapat menimbulkan konflik sosial yang tidak perlu di daerah," ujarnya. (*)
Pewarta | : Moh Ramli |
Editor | : Imadudin Muhammad |