TIMES JAKARTA, JAKARTA – Fraksi Partai Golkar MPR RI menyoroti penggunaan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN yang sebagian dialokasikan untuk pendidikan kedinasan. Dalam Sarasehan Nasional bertema “Merumuskan Kembali Anggaran Pendidikan Guna Mewujudkan Amanat Konstitusi Menuju Indonesia Emas 2045” pada Jumat (8/8/2025), Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Melchias Markus Mekeng, menilai pembagian tersebut tidak adil.
Mekeng memaparkan, dari total anggaran pendidikan tahun 2025 sebesar Rp 724 triliun, hanya Rp 91,4 triliun yang digunakan untuk pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, dengan jumlah penerima manfaat mencapai 64 juta siswa. Sementara itu, pendidikan kedinasan yang diikuti sekitar 13 ribu peserta justru mendapat Rp 104 triliun.
“Apakah ini adil? 64 juta orang hanya menerima Rp 91,4 triliun, sedangkan 13 ribu orang mendapat Rp 104 triliun,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, anggota MPR Fraksi Partai Golkar sekaligus Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menegaskan bahwa dana pendidikan saat ini tersebar di berbagai kementerian dan lembaga, termasuk untuk pendidikan kedinasan. Menurutnya, anggaran pendidikan 20 persen dari APBN maupun APBD semestinya fokus pada pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.
“Jika anggaran pendidikan kedinasan tidak dipisahkan, maka pendidikan umum tidak akan berjalan maksimal. Hal ini akan kami bahas dalam revisi UU Sisdiknas yang sudah berusia lebih dari dua dekade,” kata Hetifah. Ia menambahkan, revisi UU tersebut juga akan memperjelas definisi alokasi anggaran pendidikan 20 persen sesuai amanat konstitusi, dengan prinsip transparansi, tepat sasaran, dan tepat waktu.
Ketua Dewan Setara Institute, Hendardi, menilai porsi anggaran pendidikan yang lebih besar untuk pendidikan kedinasan merupakan bentuk ketidakadilan, bahkan berpotensi melanggar hukum. Ia mengingatkan, undang-undang tidak memperbolehkan pembiayaan pendidikan kedinasan diambil dari porsi anggaran pendidikan 20 persen.
“Ini bisa dianggap pelanggaran hukum. Karena itu, langkah Fraksi Partai Golkar MPR RI mempertanyakan alokasi ini patut didukung. Bahkan, masyarakat juga berhak mengajukan gugatan,” tegasnya.
Hendardi mencontohkan TNI dan Polri yang membiayai pendidikan kedinasan melalui anggaran internal, bukan dari porsi 20 persen anggaran pendidikan nasional. “Jangan sampai ada pihak yang mendapat keistimewaan: sekolah dibiayai negara, lalu langsung mendapat pekerjaan. Itu tidak adil,” ucapnya. (*)
Pewarta | : Rochmat Shobirin |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |