TIMES JAKARTA, SEOUL – Kantor Kepresidenan Korea Selatan digeledah polisi terkait isu penetapan darurat militer, namun penyidik yang mencoba memasuki kantor Yoon Suk-yeol dihalangi oleh keamanan presiden.
Tim yang terdiri dari 18 penyelidik dari Kantor Investigasi Nasional (NIO) Badan Kepolisian Nasional (NPA) itu tiba di kantor kepresidenan di pusat kota Seoul pada Rabu pagi tadi, dengan tujuan untuk mencari dan menyita bukti terkait dengan pernyataan darurat militer mengejutkan Yoon Suk-yeol pada 3 Desember lalu.
Presiden Korea Selatan, seperti dilansir The Korea Times, menghadapi penyelidikan kriminal atas tuduhan pemberontakan karena penerapan darurat militer meski hanya dalam waktu singkat.
Para petugas itu tengah menyelidiki Presiden Yoon Suk Yeol atas darurat militer singkat, dengan Yoon Suk-yeol disebut sebagai "tersangka" dalam surat perintah penggeledahan dan diidentifikasi sebagai "pemimpin pemberontakan".
Selain Kantor presiden, ruang rapat kabinet, dan Badan Keamanan Presiden juga menjadi sasaran operasi.
Para penyidik itu mengatakan, mereka berupaya mengamankan bukti, termasuk daftar hadir dan notulen rapat kabinet yang diadakan menjelang dan setelah deklarasi darurat militer Yoon.
Karena mengadakan rapat merupakan persyaratan bagi presiden untuk memberlakukan dan membatalkan darurat militer.
Namun, hingga pukul 16.00 waktu setempat sore ini (Waktu Korea lebih cepat dua jam dari Indonesia), mereka belum bisa melaksanakan surat perintah tersebut karena dihalangi petugas keamanan Presiden.
Berdasarkan undang-undang yang berlaku, untuk memasuki dan menggeledah fasilitas keamanan, termasuk kantor presiden, penyidik harus mendapatkan persetujuan dari pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan fasilitas tersebut, dan melakukan penggeledahan dengan paksa juga dilarang.
Menurut laporan, presiden tidak berada di kantor saat upaya penggeledahan itu hendak dilakukan.
Selain kantor kepresidenan, NIO juga melakukan penggeledahan dan penyitaan di NPA, Badan Kepolisian Metropolitan Seoul, dan Garda Polisi Majelis Nasional.
NPA menjadi sasaran penggeledahan karena polisi terlibat dalam upaya mencegah anggota parlemen memasuki kompleks Majelis pada malam deklarasi darurat militer.
Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO), yang juga menyelidiki kasus tersebut mengatakan, pihaknya memiliki "cukup tekad" untuk menangkap Yoon Suk-yeol, tergantung pada hasil temuannya nanti.
"Kami tengah bekerja keras dalam penyelidikan. Kami akan meninjau persyaratan hukum apakah akan menangkap presiden atau mengajukan surat perintah penangkapan resmi," kata Kepala Jaksa Penuntut di CIO, Oh Dong-woon dalam rapat Komite Legislasi dan Peradilan DPR, Rabu siang.
Ia menambahkan bahwa prinsip penyidikan adalah menangkap tersangka utama dalam kasus makar.
Hal ini menunjukkan bahwa Yoon mungkin menjadi presiden Korea pertama yang ditangkap atau ditahan saat masih menjabat.
Berdasarkan hukum, seorang presiden kebal terhadap tuntutan hukum saat masih menjabat, kecuali dalam kasus pengkhianatan.
Dengan Yoon sebagai tersangka resmi, penyelidikan terhadap dirinya serta perwira tinggi polisi dan militer akan segera dimulai.
Jika terbukti bersalah atas pengkhianatan, ia dapat menghadapi hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Saat ini, semua otoritas investigasi terkait, CIO, NIO, dan jaksa menangani kasus tersebut sendiri-sendiri.
Yoon sudah berada di bawah larangan bepergian ke luar negeri saat polisi dan jaksa menyelidiki apakah dia dan rekan-rekannya melakukan pengkhianatan ketika mereka mengirim pasukan bersenjata ke Majelis Nasional minggu lalu.
Sebelumnya pada hari itu, Pengadilan Distrik Pusat Seoul mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun atas tuduhan pengkhianatan dan penyalahgunaan kekuasaan.
Kim dituduh merekomendasikan darurat militer kepada Yoon dan mengirim pasukan ke Majelis untuk menghalangi anggota parlemen memberikan suara untuk mencabutnya.
Dalam surat perintah penangkapan, jaksa penuntut menyatakan bahwa ia "menghasut pemberontakan dengan bersekongkol dengan Presiden Yoon Suk Yeol," yang menunjukkan bahwa ia adalah tokoh utama yang bekerja untuk pemberontakan dan Yoon adalah tokoh utama yang bertanggung jawab atasnya.
Kim adalah orang pertama yang ditangkap secara resmi atas keputusan darurat militer.
Berdasarkan hukum, mereka yang terlibat dalam rencana pengkhianatan dapat dihukum mati, penjara seumur hidup, atau hukuman penjara minimal lima tahun.
Pada hari yang sama tadi. Kim diketahui mencoba bunuh diri di sebuah fasilitas penahanan di Seoul, tempat ia ditahan dalam penahanan darurat.
"Tersangka (Kim) mencoba bunuh diri, tetapi petugas bergegas ke sana dan mendobrak pintu. Ia langsung menyerah. Ia kemudian dipindahkan ke sel yang aman dan kesehatannya tetap stabil," kata Shin Yong-hae, komisaris jenderal Lembaga Pemasyarakatan Korea, dalam rapat komite kehakiman.
Saat ini Tim Investigasi Khusus yang dibentuk Korea Selatan sedang fokus melakukan penggeledahan kantor Presiden Korea Selatan untuk mencari bukti terkait dengan pernyataan darurat militer.(*)
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Imadudin Muhammad |