https://jakarta.times.co.id/
Berita

Mengenal Hipertensi Paru, Penyakit Langka yang Sering Tak Terdeteksi dan Salah dikenali

Jumat, 28 November 2025 - 02:36
Mengenal Hipertensi Paru, Penyakit Langka yang Sering Tak Terdeteksi dan Salah dikenali Para pembicara Bulan Hipertensi Paru. (FOTO: Fahmi/TIMES Indonesia)

TIMES JAKARTA, JAKARTAHipertensi Paru merupakan kondisi langka dan serius yang ditandai dengan tekanan darah tinggi pada pembuluh darah paru (arteri pulmonalis), sehingga memaksa jantung kanan bekerja lebih keras untuk memompa darah ke paru-paru.

Tanpa penanganan, kondisi ini dapat berujung pada gagal jantung kanan dan komplikasi yang mengancam jiwa. Bersifat progresif dan fatal, Hipertensi Paru memiliki tingkat mortalitas yang tinggi dengan sekitar sepertiga dari total penderitanya meninggal dalam tahun pertama setelah diagnosis dan lebih dari setengah kematian terjadi dalam lima tahun. 

Di momen Bulan Kesadaran Hipertensi Paru 2025, MSD Indonesia bersama Yayasan Hipertensi Paru Indonesia (YHPI) mengajak seluruh pihak untuk meningkatkan pemahaman terhadap penyakit langka, kronis, dan mematikan ini, sekaligus mendorong akses pengobatan yang optimal agar para pasien dapat menjalani hidup dengan kualitas yang lebih baik. 

Managing Director MSD Indonesia, George Stylianou menyampaikan, peringatan Bulan Kesadaran Hipertensi Paru mengingatkan untuk semua bahwa masih banyak pasien yang setiap hari berjuang untuk sekedar bernapas. Ia percaya bahwa tidak ada seorang pun yang seharusnya menghadapi perjuangan itu sendirian. 

“Karena itu, kami berkomitmen untuk terus mendukung YHPI dan para pasien dalam upaya meningkatkan kualitas dan harapan hidup, sekaligus mendorong edukasi berkelanjutan agar semakin banyak orang memahami dan peduli terhadap penyakit ini,” ucapnya pada diskusi media, Kamis (27/11/2025). 

Dalam kesempatan yang sama Ketua YHPI Arni Rismayanti menjelaskan banyak pasien yang baru tahu mengalami hipertensi paru setelah bertahun-tahun merasa tidak baik. 

“Mereka datang dalam keadaan lelah, bingung, dan sering kali salah diagnosis. Di YHPI, kami berupaya memastikan tak ada lagi pasien yang merasa sendirian,” jelasnya. 

“Di sini, para pasien menemukan rumah, tempat untuk berbagi, saling menguatkan, dan menumbuhkan keyakinan bahwa hidup tetap dapat diperjuangkan,” sambungnya. 

Langka, Sering Tidak Terdeteksi dan Salah dikenali 

Hipertensi Paru tergolong penyakit langka dengan prevalensi sekitar 15 hingga 30 kasus per satu juta penduduk. Di Indonesia, data YHPI menyebutkan bahwa diperkirakan terdapat sekitar 25.000 pasien. Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia, termasuk anak-anak, dan kejadiannya meningkat seiring bertambahnya usia. Namun demikian, wanita menjadi kalangan yang paling rentan terkena hipertensi paru.

Wakil Ketua Hipertensi Paru Indonesia (INA-PH), dr. Hary Sakti Muliawan, Ph.D., Sp.JP, Subsp.P.R.Kv(K) mengatakan, meski berbahaya, Hipertensi Paru masih sering tidak terdeteksi atau salah dikenali. 

dr. Hary mengatakan, gejalanya sering menyerupai penyakit umum seperti asma atau gangguan jantung, sehingga banyak pasien menunggu bertahun-tahun sebelum mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat. 

“Banyak yang datang dalam kondisi sudah berat karena gejala awal seperti sesak napas yang semakin berat saat beraktivitas dan mudah lelah sering dianggap hal biasa. Padahal, itu bisa menjadi tanda awal Hipertensi Paru,” ungkapnya. 

dr. Hary menambahkan, edukasi publik dan peningkatan kapasitas tenaga medis perlu diperkuat agar diagnosis dapat dilakukan lebih dini dan akurat. 

“Keterlambatan diagnosis ini sering membuat pasien kehilangan waktu berharga untuk mendapatkan pengobatan yang tepat, sehingga kondisi mereka sudah memburuk saat akhirnya terdeteksi,” tambahnya. 

Di sisi lain, penanganan Hipertensi Paru di Indonesia juga masih dihadapkan pada terbatasnya akses terhadap obat-obatan spesifik.

Ketua YHPI Arni menerangkan, dari 15 jenis obat Hipertensi Paru yang telah disetujui di dunia, baru ada 5 jenis yang tersedia di Indonesia, dan hanya 2 jenis yang tercakup dalam sistem jaminan kesehatan nasional. 

“Ini bukan hanya tentang angka, tapi tentang kesempatan hidup. Kami berharap semua pihak, termasuk pemerintah, dapat membuka jalan bagi akses pengobatan yang lebih luas dan setara bagi seluruh pasien. Karena setiap napas yang diperjuangkan adalah hak untuk hidup, bukan sekadar bertahan,” tandas Arni. (*)

Pewarta : Ahmad Nuril Fahmi
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.