TIMES JAKARTA – Ketum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir melakukan pertemuan dengan Ketum PBNU, Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) pada pagi Rabu (20/8/2025) di Kantor PP Muhammadiyah di Yogyakarta.
Dalam pertemuan yang hangat itu, kedua pimpinan ormas Islam terbesar di Indonesia itu santap pecel hingga Soto. Hal tersebut diungkap oleh Haedar Nashir.
"Kami sarapan bersama, pecel dan soto. Silaturahmi rutin kekeluargaan," katanya dalam keterangan resminya diterima TIMES Indonesia, Kamis (21/8/2025).
Selama ini, kata dia, baik antar institusi PP Muhammadiyah dengan PBNU maupun antar Ketua Umum telah terjalin silaturahmi sebagai wujud ikatan persaudaraan sesama ormas Islam besar di Republik ini.
Melalui pertemuan tersebut, kata Haedar, diharapkan bersambung terus ke bawah dan menjadi contoh baik bagi umat di akar rumput. Umat Islam tidak akan kuat dan maju jika tidak memupuk dan memperkuat ikatan ukhuwah.
Lebih-lebih, lanjut dia, di era dunia medsos yang sangat bebas, yang memerlukan panduan etik dan moral keagamaan yang luhur.
"Kami berbincang tentang keteladanan KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan Hadratus Syeikh KH Hasyim Asj'ari (Pendiri Nahflatul Ulama) menjalin silaturahmi, dengan saling menghormati dan menjunjungtinggi persaudaraan," jelasnya.
Selain itu, Haedar Nashir dan juga Gus Yahya juga memperbincangkan dengan santai kondisi kebangsaan bagaimana Muhammadiyah dan NU maupun ormas lainnya memiliki tanggungjawab yang semakin besar sebagaimana selama ini telah dilakukan.
"Sebagai pimpinan ormas Islam besar kami berbagi informasi dan pandangan untuk meningkatkan peran bersama dalam usaha mengikat persatuan dan memaksimalkan kemajuan bangsa," ujarnya.
Sementara itu, Gus Yahya mengatakan, di tengah situasi kebangsaan dan geopolitik global, NU dan Muhammadiyah memikul tanggung jawab besar yang harus dijalani dengan penuh kematangan.
"Itulah kurang lebih poin penting dari silaturahmi dan diskusi hangat nan panjang bersama saudara saya, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Bapak Prof. Haedar Nashir," ujarnya.
Pertemuan itu, lanjut mantan jubir Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tersebut, juga merekatkan kembali ukhuwah antar-ormas yang telah teranyam dalam babak sejarah panjang bangsa.
"Adalah jalan yang fardhu ditaukîd, melalui konsensus yang berdampak nyata bagi tegaknya negara-bangsa yang beradab, bahkan bagi kemaslahatan seluruh alam. Inilah ikhtiar yang harus terus kita jaga bersama," ujarnya. (*)
Pewarta | : Moh Ramli |
Editor | : Imadudin Muhammad |