TIMES JAKARTA, JAKARTA – Sidang lanjutan perkara penggunaan kawasan hutan antara PT Wana Kencana Mineral (WKM) dan PT Position kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (15/10/2025).
Sidang yang dimulai pukul 17.00 WIB itu dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim Sunoto dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ahli yang dihadirkan, Anton Cahyo Nugroho, yang diketahui merupakan pegawai Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VI Manado, pasalnya kesaksiannya justru menimbulkan tanda tanya besar.
Jawaban-jawaban Anton dinilai hakim tidak konsisten dan minim dasar verifikasi lapangan, sehingga sempat membuat suasana ruang sidang menegang.
Hakim Sunoto menanyakan apakah Anton telah melakukan verifikasi lapangan di titik koordinat yang menjadi pokok perkara, yakni sekitar KM 11.450, serta apakah ia memahami status izin PPKH dan PBPH para pihak?
Anton mengaku hanya merujuk pada peta dan dokumen administratif tanpa pernah turun langsung ke lokasi. Jawaban tersebut langsung dikritik oleh hakim yang menilai bahwa kesimpulan ahli tanpa verifikasi lapangan tidak memiliki kekuatan pembuktian yang kuat.
Keterangan Anton kian diragukan ketika ia mengaku tidak mengetahui Undang-Undang Minerba, padahal dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan), ia menyatakan siap memberikan keterangan ahli di bidang kehutanan dalam perkara pertambangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 juncto UU Nomor 6 Tahun 2023.
Sementara itu, kuasa hukum PT WKM kemudian menunjukkan bukti foto-foto palang batas kawasan hutan yang diambil di lokasi sengketa. Foto itu memperlihatkan palang kayu dan besi bertuliskan koordinat resmi kawasan.
Namun, Anton menyatakan bahwa palang tanpa inisial resmi bukan patok batas sah kawasan hutan. Jawaban itu memancing reaksi kuasa hukum WKM yang menilai justru keterangan tersebut memperkuat posisi hukum kliennya.
Ketika ditanya lebih lanjut siapa yang memasang patok tersebut, Anton mengaku tidak mengetahui. Majelis Hakim kembali menegaskan bahwa keterangan ahli harus objektif, berbasis data lapangan, dan tidak boleh bersifat asumtif.
Majelis kemudian menyoroti aspek hukum terkait kegiatan fisik di kawasan hutan, terutama perluasan jalan dari 5 meter menjadi 10–12 meter oleh PT Position.
Hakim menegaskan bahwa berdasarkan Permen LHK Nomor 7 Tahun 2021, setiap kegiatan di kawasan hutan wajib memperoleh persetujuan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Anton mencoba memberikan tafsir bahwa kegiatan itu bisa saja diatur dalam pasal tertentu, tetapi ia juga mengaku tidak berwenang menafsirkan ketentuan hukum, sehingga menimbulkan keraguan atas kapasitasnya sebagai ahli.
Kuasa hukum PT WKM kemudian menunjukkan peta overlay koordinat kawasan hutan dan izin resmi yang menunjukkan bahwa PT WKM masih memiliki izin sah dari Kementerian LHK. Ketika ditanya apakah ia mengetahui adanya pembatalan izin, Anton menjawab tidak tahu.
Majelis Hakim menyimpulkan bahwa tanpa adanya surat pembatalan, izin tersebut masih sah dan berlaku. Teguran pun kembali dilayangkan agar ahli lebih berhati-hati dalam memberikan pernyataan teknis yang bisa berimplikasi hukum.
Di luar sidang, Perkumpulan Aktivis Maluku Utara (Malut) turut hadir mengawal jalannya persidangan. Koordinatornya, Yohanes Masudede, menilai bahwa langkah PT Position sarat dengan upaya rekayasa untuk menekan PT WKM.
“Kami melihat ada pola kriminalisasi yang sengaja dimainkan. Keterangan ahli maupun saksi dari pihak pelapor lemah dan tidak konsisten,” ujar Yohanes, mantan Ketua Cabang GMKI Yogyakarta.
Ia menegaskan pihaknya akan terus mengawal jalannya proses hukum hingga putusan yang adil dijatuhkan.
"Keadilan harus ditegakkan pada bukti-bukti objektif," tutupnya.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |