TIMES JAKARTA, TASIKMALAYA – Mentari pagi menyapa hangat kawasan wisata Talaga Puputan Karangresik Kabupaten Tasikmalaya, Minggu (10/8/2025). Ratusan warga, pegiat sejarah, dan komunitas pencinta alam telah berkumpul di tepi Sasak Buntung - jembatan bersejarah yang menjadi saksi bisu pertempuran heroik melawan Belanda pada 7 Agustus 1947.
Mereka hadir untuk menyaksikan momen langka: pembentangan bendera merah putih raksasa berukuran 10 meter x 4 meter di sisi Jembatan Perjuangan Karangresik.
Tepat pukul 09.30 WIB, suasana menjadi khidmat. Lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang lantang di langit Tasikmalaya.
Dua pemanjat dari anggota Mahasiswa Pecinta Alam Tasikmalaya saat bersiap membentangkan Merah Putih di Sasak Buntung Karangresik, Tasikmalaya, Minggu (10/8/2025) (FOTO : Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
Dua personel perwakilan Mahasiswa Pecinta Alam dan Tasikmalaya Caving Community (TCC) melakukan aksi ekstrem dengan teknik prusiking memanjat tali menggunakan simpul prusik untuk menaikkan ke sisi jembatan dan membentangkan sang saka merah putih yang megah di atas aliran Sungai Citanduy.
Tahun ini, peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia di Kota Tasikmalaya terasa lebih dari sekadar seremoni.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Forum Komunikasi Pecinta Alam Tasikmalaya, Tasikmalaya Caving Community, Republik Air, dan Gerakan Pramuka Kota Tasikmalaya.
Semua pihak sepakat menjadikan pembentangan bendera di Sasak Buntung sebagai simbol penghormatan kepada para pahlawan sekaligus media edukasi sejarah.
Presiden Republik Air salah satu inisiator Harniwan Obech, menegaskan bahwa aksi ini lahir dari niat tulus untuk menghormati mereka yang telah mempertaruhkan nyawa demi mempertahankan kemerdekaan.
Menurutnya, Jembatan Karangresik atau Sasak Buntung punya nilai sejarah luar biasa. Pada 7 Agustus 1947, terjadi pertempuran besar di sini.
Abah Idi Tokoh masyarakat dari Sukamanah saat memberikan keterangan kepada TIMES Indonesia, Minggu (10/8/2025) (FOTO : Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
"Pasukan Belanda berupaya merebut Pangkalan Udara Wiriadinata, tapi berhasil dihadang oleh pasukan Divisi III/Siliwangi selama enam jam. Banyak korban di pihak musuh. Ini pengingat bahwa kemerdekaan diraih dengan darah dan air mata,” ujarnya. Minggu (10/5/2025).
Harniwan yang akrab disapa Amang Obech berharap kegiatan ini tak hanya dilakukan setiap bulan Agustus, tetapi juga menjadi agenda tahunan, termasuk pada upacara Hari Pahlawan 10 November di lokasi yang sama.
Saksi Bisu Keberanian Masyarakat
Sasak Buntung bukan sekadar jembatan. Bagi masyarakat Tasikmalaya, sasak tersebut adalah monumen hidup perlawanan rakyat dan TNI melawan Agresi Militer Belanda I di mana pada malam 7 Agustus 1947 usai shalat Isya, pasukan Belanda bergerak dari arah barat dengan tujuan strategis menguasai Pangkalan Udara Wiriadinata.
Namun, Divisi III/Siliwangi telah menyiapkan strategi matang, termasuk meledakkan lantai jembatan untuk menghalangi laju kendaraan lapis baja.
Kisah ini disampaikan oleh Idi Suhara atau Abah Idi, Ketua LPM Kelurahan Sukamanah sekaligus putra dari pejuang Entoy Tohari, anggota Divisi III yang ikut bertempur.
“Pertempuran berlangsung enam jam. Tiang jembatan ini jadi saksi bisu keberanian pejuang kita. Banyak korban dari pihak Belanda, sementara pasukan kita berhasil mempertahankan posisi strategis ini,” kenang Abah Idi.
Ia menambahkan bahwa sejarah ini harus terus dikenalkan kepada generasi muda, agar mereka paham bahwa kemerdekaan tidak datang begitu saja.
Abah Idi menilai sudah saatnya pemerintah daerah maupun provinsi membangun museum perjuangan di kawasan Talaga Puputan Karangresik.
“Tasikmalaya belum punya museum khusus untuk mengenang peristiwa ini. Padahal ada patung perjuangan dan peninggalan bersejarah di sini, tapi kondisinya kurang terawat. Kami minta Wali Kota dan Gubernur menjadikan lokasi ini wisata edukasi nasional,” tegasnya.
Ia juga mengusulkan pemugaran patung perjuangan, pengembalian tank bersejarah yang pernah ada di lokasi, serta penataan ulang lingkungan untuk menjaga nilai historisnya.
Talaga Puputan Karangresik kini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata alam dan sejarah di Tasikmalaya. Terletak di perbatasan Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, lokasi ini menyuguhkan panorama perbukitan, jembatan tua yang ikonik, serta suasana tenang di tepian Sungai Citanduy.
Namun, bagi para pejuang dan keluarganya, tempat ini menyimpan cerita heroik yang tak ternilai. Reni Anggraeni warga Ciamis mengaku bangga bisa terlibat dalam kegiatan yang memadukan patriotisme, sejarah, dan petualangan alam.
"Ya di pagi yang hangat di Sasak Buntung, terbentang bendera merah putih raksasa diiringi semangat para pemuda dan pejuang. Pesan yang ingin disampaikan jelas kemerdekaan adalah hasil perjuangan, bukan hadiah. Dan tugas generasi sekarang adalah menjaga, mengisi, dan menghargainya."ungkapnya.
Reni berharap dengan kegiatan seperti ini, Sasak Buntung tak hanya menjadi jembatan penghubung dua tepian sungai, tapi juga jembatan penghubung masa lalu dan masa depanmengikat sejarah perjuangan dengan cita-cita generasi penerus bangsa. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Komunitas Pecinta Alam Bentangkan Merah Putih Raksasa di Sasak Buntung Karangresik Tasikmalaya
Pewarta | : Harniwan Obech |
Editor | : Ronny Wicaksono |