TIMES JAKARTA, JAKARTA – Kunjungan mantan Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Sekjen PBNU) yang juga menjabat sebagai Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul ke Aceh untuk menyerahkan bantuan bencana pada Selasa (16/12/2025) menuai sorotan di kalangan warga Nahdlatul Ulama (NU).
Pasalnya, dalam agenda penyerahan bantuan tersebut, Gus Ipul hadir bersama Penjabat Ketua Umum (Pj Ketum) PBNU, Zulfa Mustofa yang penunjukannya masih menuai polemik internal organisasi NU.
Melihat hal tersebut, Bendahara PBNU Mohammad Nuruzzuman menilai kehadiran keduanya secara bersamaan memunculkan tanda tanya di tengah konflik kepengurusan PBNU yang hingga kini belum tuntas. Ia menyebut momen tersebut sulit dipisahkan dari dinamika internal jam’iyyah yang sedang bergejolak.
“Ini menjadi aneh dan patut dipertanyakan. Di satu sisi membawa misi kemanusiaan negara, tetapi di sisi lain menghadirkan simbol konflik internal PBNU yang belum selesai,” kata Mohammad Nuruzzuman dalam keterangan persnya yang diterima TIMES Indonesia, Selasa (16/12/2025).
Menurutnya, kehadiran Gus Ipul bersamaan dengan Zulfa Mustofa, memperkuat sinyalemen yang selama ini beredar mengenai keterlibatan sejumlah pihak dalam konflik internal PBNU. Ia menilai kekompakan tersebut sulit dipandang sebagai kebetulan semata.
“Publik NU tentu membaca ini sebagai sinyal. Apalagi, posisi Pj Ketua Umum PBNU yang bersangkutan dipilih melalui mekanisme pleno Syuriah yang oleh banyak pihak dinilai melanggar AD/ART,” ujarnya.
Nuruzzuman menegaskan, agenda penyaluran bantuan bencana semestinya ditempatkan secara steril dari konflik organisasi. Ia mengingatkan agar penderitaan masyarakat terdampak bencana tidak dijadikan latar bagi penguatan legitimasi pihak-pihak tertentu dalam konflik internal PBNU.
“Bantuan kemanusiaan adalah urusan negara dan umat. Jangan dicampuradukkan dengan konflik elite organisasi. Itu tidak elok dan mencederai rasa keadilan warga NU,” tegasnya.
Ia juga mendorong agar semua pihak menahan diri dan mengedepankan etika organisasi, sekaligus menghormati aturan dasar jam’iyyah.
Menurutnya, penyelesaian konflik internal PBNU harus dilakukan secara konstitusional dan bermartabat, bukan melalui simbol-simbol politik yang berpotensi menimbulkan kegaduhan baru. (*)
| Pewarta | : Ahmad Nuril Fahmi |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |