TIMES JAKARTA, JAKARTA – Sepuluh organisasi profesi guru bersatu membentuk Koalisi Perlindungan Guru. Mereka mendesak Komisi X DPR RI bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah segera mengeluarkan aturan yang tegas untuk melindungi profesi guru dari ancaman hukum yang tidak proporsional.
Dorongan ini muncul karena keprihatinan atas banyaknya kasus kriminalisasi guru, seperti yang dialami Supriyani, seorang guru honorer di Sulawesi Tenggara.
Menurut koalisi, kasus serupa bisa saja menimpa guru lain di masa mendatang jika tidak ada perlindungan hukum yang memadai.
"Meski peran guru sering diglorifikasi, ironisnya sangat sedikit langkah konkret untuk melindungi profesi ini. Ketika terjadi konflik dalam proses pembelajaran, guru sering dijadikan kambing hitam," kata Ketua Guru Belajar Foundation (GBF), Bukik Setiawan, Kamis (21/11/2024).
Koalisi ini terdiri atas 10 organisasi profesi, yakni Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI), Asosiasi Pengawas Seluruh Indonesia (APSI), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Guru Belajar Foundation (GBF), Ikatan Guru Indonesia (IGI), Jaringan Sekolah Madrasah Belajar (JSMB), Komunitas Guru Belajar Nusantara (KGBN), Komunitas Pengawas Belajar Nusantara (KPBN), Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), dan Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI).
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Pergunu, Achmad Zuhri, mengatakan ancaman hukum yang tidak jelas dan sering tidak proporsional terhadap guru dapat menurunkan semangat mengajar sekaligus memengaruhi kualitas pendidikan.
“Penting ada payung hukum yang kuat, seperti revisi Undang-Undang Guru dan Dosen atau aturan baru yang melindungi guru dari kriminalisasi selama menjalankan tugas sesuai prosedur,” ujarnya.
Menurutnya, perlindungan guru bukan hanya soal keadilan, tetapi juga bagian dari usaha menjaga mutu pendidikan. Jika guru merasa aman, mereka bisa lebih fokus pada pembelajaran tanpa takut ancaman hukum yang tidak adil.
“Negara punya tanggung jawab melindungi profesi guru. Melindungi guru berarti menjalankan amanat konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," tambahnya.
Petisi Tiga Tuntutan
Untuk memperkuat dorongan ini, Koalisi Perlindungan Guru meluncurkan petisi “Tiga Tuntutan Perlindungan Guru”. Petisi ini telah mendapatkan hampir 3.000 tanda tangan dan berisi tuntutan agar:
1. DPR RI dan Kementerian Pendidikan menetapkan regulasi perlindungan guru yang komprehensif.
2. Membentuk satuan tugas perlindungan guru di tingkat pusat hingga daerah.
3. Menguatkan peran organisasi profesi dalam mendampingi dan melindungi guru sesuai kode etik.
Selain itu, petisi ini juga menyerukan pelibatan orang tua dalam proses pembelajaran anak.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Danang Hidayatullah, menyoroti pentingnya komunikasi antara sekolah dan orang tua.
“Kolaborasi aktif antara guru dan orang tua sangat penting untuk membangun pendidikan yang berpihak pada anak. Peran orang tua tidak hanya mendukung pembelajaran di rumah, tetapi juga menanamkan nilai-nilai etika dan moral,” jelasnya.
Hal senada disampaikan Ketua Komunitas Guru Belajar Nusantara (KGBN), Nunuk Riza Puji. Ia menegaskan bahwa perlindungan guru bukan hanya untuk melindungi individu, tetapi juga demi kepentingan murid dan pendidikan secara keseluruhan.
“Perlindungan ini bukan untuk membenarkan kelalaian guru, tetapi sebagai dasar agar mereka bisa lebih leluasa mengutamakan kepentingan murid,” tuturnya.
Nunuk berharap, suasana belajar yang aman dan kondusif dapat meningkatkan kualitas hubungan antara guru, murid, dan orang tua. “Guru yang merasa terlindungi bisa lebih fokus pada pembelajaran yang berpihak pada anak, tanpa rasa takut atau tertekan,” tambahnya.
Koalisi ini mengajak semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan organisasi pendidikan, untuk bersinergi mendukung perlindungan guru.
Menurut mereka, regulasi yang baik tidak hanya melindungi guru, tetapi juga memperbaiki kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan.
“Perlindungan guru ini akan menciptakan relasi yang sehat antara guru, orang tua, dan murid, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan nasional,” pungkasnya. (*)
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Bambang H Irwanto |