TIMES JAKARTA, JAKARTA – Pemimpin Palestina, Mahmoud Abbas, 89, telah menyiapkan dasar untuk suksesi Presiden Palestina berikutnya bila Hamas nanti sudah tidak berkuasa lagi.
Mahmoud Abbas sampai kini masih berkuasa meskipun masa jabatannya sebagai kepala Otoritas Palestina telah berakhir pada 2009, dan ia menolak tekanan untuk menunjuk pengganti atau wakil presiden.
Rabu (27/11/024) kemarin, Mahmud Abbas telah mengumumkan siapa yang akan menggantikannya dalam periode sementara ketika jabatan tersebut kosong, yang secara efektif akan menyingkirkan Hamas dari keterlibatan apa pun dalam transisi di masa mendatang.
Berdasarkan UU Palestina saat ini, seperti dilansir Arab News, juru bicara Dewan Legislatif Palestina (PLC) mengambil alih Otoritas Palestina jika terjadi kekosongan kekuasaan.
Namun PLC, tempat Hamas memiliki mayoritas, tidak ada lagi sejak Abbas secara resmi membubarkannya pada 2018 setelah lebih dari satu dekade ketegangan antara partai sekulernya, Fatah, dan Hamas, yang menggulingkan Otoritas Palestina dari kekuasaan di Jalur Gaza pada 2007.
Dalam sebuah dekrit, Mahmoud Abbas mengatakan, Ketua Dewan Nasional Palestina, Rawhi Fattuh, akan menjadi penggantinya sementara jika jabatan itu kosong.
"Jika posisi presiden otoritas nasional menjadi kosong karena tidak adanya dewan legislatif, Ketua Dewan Nasional Palestina akan mengambil alih tugas untuk sementara," katanya.
Keputusan tersebut menambahkan bahwa setelah masa transisi, pemilihan umum harus diadakan dalam waktu 90 hari.
"Batas waktu itu bisa diperpanjang jika terjadi force majeure,” katanya.
PNC adalah parlemen Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang memiliki lebih dari 700 anggota dari wilayah Palestina dan luar negeri.
Hamas, yang bukan anggota PLO, tidak memiliki perwakilan di dewan tersebut.
Para deputi PNC tidak dipilih, tetapi ditunjuk.
Keputusan tersebut mengacu pada tahap yang rumit dalam sejarah tanah air dan perjuangan Palestina saat perang berkecamuk di Gaza antara Israel dan Hamas, setelah serangan Hamas 7 Oktober 2023 lalu.
Ada juga perpecahan yang terus-menerus antara Hamas dan Fatah.
Keputusan tersebut muncul pada hari yang sama ketika gencatan senjata mulai berlaku di Lebanon setelah kesepakatan antara Israel dan Hizbullah.
Pengumuman ini datang di tengah lemahnya posisi PA yang bahkan kesulitan membayar gaji pegawai negeri sipilnya.
Sementara itu, ancaman dari para menteri sayap kanan Israel, termasuk seruan untuk mencaplok seluruh atau sebagian wilayah Tepi Barat, makin menguat di bawah pemerintahan Benjamin Netanyahu.
Langkah ini menyoroti perpecahan internal yang mendalam antara Hamas dan Fatah, yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade. Hamas menguasai Jalur Gaza, sementara PA hanya memerintah sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel.
Keputusan ini juga mencerminkan upaya Pemimpin Palestina, Mahmoud Abbas untuk menjaga kontrol politik di tengah ketegangan regional yang meningkat dan ketidakpastian seputar masa depan Palestina. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Suksesi Presiden Palestina Dipersiapkan Bila Hamas Tak Lagi Berkuasa
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Ronny Wicaksono |