TIMES JAKARTA, JAKARTA – Pengamat politik, Ujang Komarudin menyarankan, pemerintah tidak terlalu baper dengan munculnya mural mirip Presiden Jokowi yang bertuliskan Jokowi 404: Not Found di Batu Ceper, Tanggerang.
Dia menegaskan, penghapusan mural mirip Presiden Jokowi tersebut juga bisa menjadi indikasi menurunnya indeks demokrasi Indonesia. Karena, mural itu dibuat dengan proses seni yang indah dan wajar menjadi kontroversi.
Ujang juga membandingkan kasus tersebut dengan fenomena mural yang terjadi di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada waktu itu memang gambarnya viral, namun sama sekali tidak ada penangkapan apalagi melaporkan ke kantor polisi.
“Namanya (SBY) disebut di sebuah kerbau, itu juga tidak pernah itu dilaporkan, tidak pernah penegak hukum mencari-cari kesalahan para pendemonya, para penulis nama presiden yang di kerbau,” kata Ujang Komarudin di Jakarta, Kamis (19/8/2021).
“Penegak hukum kita terlalu paranoid, terlalu berlebihan. Itu kan mural itu kan belum tentu mengritik Jokowi juga, itu kan mirip, lalu juga itu kan karya seni,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Dosen dari Universitas Al Azhar ini meminta pemerintah tidak memanfaatkan kekuatan aparat sebagai alat untuk menakut-nakuti masyarakat. Kata dia, lagian mural itu bagian dan karya seni. Sedangkan gambar yang ada di mural hanya mirif, dan bagian dari ekspresif.
Ujang juga menyesalkan, jika si pembuat mural benar-benar di masukkan penjara. Ujang khawatir, indeks demokrasi Indonesia turun di mata dunia. Alasannya, sudah tidak ada lagi kebebasan berekspresi dan setiap ada orang memberikan kritik selalu di amankan.
“Nah ini yang harus diperhatikan oleh para penegak hukum begitu. Agar apa? Agar situasi ini tidak bertambah parah dan indeks demokrasi kita juga tidak semakin menurun,” tandas ujang Komarudin terkait upaya polisi menangkap pembuat mural Jokowi 404: Not Found di Tangerang. (*)
Pewarta | : Edy Junaedi Ds |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |