TIMES JAKARTA, JAKARTA – Beberapa waktu yang lalu ramai di media sosial (medsos), tentang pemerintah Brazil yang menerapkan aturan pengurangan masa hukuman bagi Nara Pidana (Napi) yang berhasil membaca dan mereview buku dengan baik.
Setiap review satu buku, napi akan mendapatkan 4 hari remisi, meskipun aturan ini membatasi review maksimal 12 buku pertahun, setiap napi berkesempatan mendapatkan setara dengan 48 hari remisi pertahunnya (Fenews.id: 2025).
Kebijakan "Redemption through Reading" atau Penebusan Lewat Membaca ini sontak menarik untuk dilihat. Bagaimana napi yang umumnya dicap manusia "Kurang Baik" diberikan motivasi menyelesaikan masa tahanannya agar memiliki kebiasaan positif membaca dan mereview buku.
Terlepas dari berbagai pandangan apakah kebijakan ini akan efektif atau tidak, bagi saya, potensi yang mungkin terjadi adalah, kebiasaan membaca agar mendapatkan remisi, di kehidupan bebas selanjutnya, bisa saja menjadi keseharian yang dilakukan.
Tentang kebiasaan membaca buku ini, saya juga jadi teringat ungkapan masyhur tokoh bangsa Indonesia Bung Hatta. "Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas".
Ungkapan ini mampu dilihat sebagai bentuk kecintaan Bung Hatta atas ilmu pengetahuan lewat buku dan keyakinannya bahwa membaca lewat buku, kebebasan pikiran dalam menjelajahi kebebasan adalah hal yang hakiki.
Potret Literasi Sumbangsih Generasi Muda
Globalisasi dan perkembangan ilmu teknologi menjadi tuntutan zaman yang tak bisa dihindari. Sebagai sebuah keniscayaan, kehidupan masyarakat khususnya di Indonesia juga menyediakan berbagai kebutuhan atas kualitas penyediaan sumber daya manusia yang baik pula.
Pengaruh utamanya salah satunya hadir lewat pendidikan, dan dalam pendidikan, berliterasi yang umumnya dipahami sebagai kemampuan 'membaca dan menulis' menjadi mata panah yang begitu strategis.
Melalui keterampilan literasi yang baik, derasnya sebaran informasi baik lisan dan tertulis yang bagitu jamak di era digital mampu dihadapi. Dalam konteks kehidupan, penguasaan literasi bagi generasi muda bangsa memiliki daya dukung mendasar yang wajib kompetitif.
Lewat literasi yang kuat, lahirlah intelektual muda bangsa yang mampu memahami transformasi praktik kehidupan dan kebudayaan di berbagai bidang seperti politik dan pendidikan (Putri Oviolanda & Lidia Yola Febrianti; 2017).
Karena keterlibatan generasi muda dalam pembangunan bangsa negara merupakan keharusan yang perlu terus di gagas dan dihidupkan. Generasi muda yang dimaksud adalah mereka yang selalu memiliki pengetahuan baru, inovatif, progresif.
Sebagai tonggak perubahan, generasi muda menjadi faktor penting karena kecenderungan pada semangat juang yang tinggi, berdaya solutif serta kepribadian yang haus akan inovasi.
Karakter generasi muda dalam melakukan cara berpikir dan berperilaku khas individu guna bekerja dan hidup bersama lingkungan keluarga l, masyarakat, bangsa dan negara perlu terus dibina secara komprehensif.
Potret menghawatirkan ketika temuan Dinas Pendidikan di Buleleng Bali yang muncul di media, bahwa banyak anak-anak siswa SMP yang tidak bisa membaca. Sebelumnya juga ramai di jejaring medsos, mengenai konten tebak-tebakan anak SMP-SMA yang gagal menjawab pertanyaan matematika mendasar perkalian dan pembagian.
Meskipun bukan merupakan hal umum yang sepenuhnya terjadi di tengah lingkungan pendidikan, problematika kemampuan mendasar literasi generasi muda perlu menjadi konsentrasi yang patut dilakukan.
Kolaborasi Elemen Pendidikan
Menghadapi persoalan-persoalan tingkat literasi ini, kerja sama lintas pihak tentu menjadi pekerjaan rumah yang terus digulirkan. Baik pemerintah sebagai penyelenggara Negara, Organisasi Sipil yang menyediakan ruang edukasi kolektif, sampai lingkungan keluarga yang disiplin atas kewajiban giat belajar menjadi simpul yang berkelida.
Hal ini perlu didasari sebagai peran bersama yang saling sokong dalam menghadapi tantangan dan dinamika rendahnya literasi yang ada.
Mencoba menggali pentingnya peran lintas sektor, peringan Hari Pendidikan Nasional yang digelar oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) pada tanggal 2 Mei lalu mengangkat tema "Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua".
Dengan menyongsong semangat kebersamaan, mewujudkan pendidikan bermutu mampu dipahami sebagai kontekstualisasi peran serta instansi pendidikan, lembaga pendidikan, keluarga dan stakeholder lainnya dalam optimalisasi peran sertanya.
Misalnya bagi Instansi Pemerintah, selain Kemendikdasmen, Kementerian semacam informasi perlu menggodok aturan mengenai pembatasan penggunaan media bagi anak anak sekolah. Tak boleh lepas kendali, pemanfaatan teknologi jangan sampai malah menjadikan penggunannya utamanya generasi muda bangsa malah lalai akan kewajiban pembelajaran.
Bagi lembaga pendidikan, tafsir atas kebijakan pendidikan yang dihadirkan oleh kementerian misalnya, perlu didorong dengan kreatifitas penyediaan wadah perkembangan literasi agar jauh lebih menarik tentu mampu dilakukan agar minat generasi muda terhadap isu dan gerakan literasi semakin bertumbuh kembang.
Bagi lingkungan keluarga, dukungan moril tentang kewajiban giat belajar, berliterasi dan bersosialisasi perlu menjadi diteladani menjadi gaya yang dihidupkan. Karena lingkungan keluarga mampu menanamkan nilai-nilai fondasi yang tertanam bagi benak generasi muda sekalian.
Generasi muda juga perlu didukung agar tidak hanya memahami bahwa kegiatan belajar terbatas pada sekat kelas belaka, namun juga ada juga pada berbagai aktivitas sosial seperti komunitas budaya, hobi dan bahkan kegemaran dalam olahraga. Setiap potensi energi muda perlu diarahkan agar mampu tersalurkan kepada keluaran aktivitas yang produktif dan positif.
Kesuksesan dalam pendidikan adalah hasil dari kolaborasi elemen-elemen dalam sistem pendidikan yang saling mendukung. Bisa berkaca seperti negara Finlandia yang selalu menjadi model suksesnya penyelenggaraan pendidikan, salah satu faktor utamanya adalah karena keseimbangan intervensi pada semua level pendidikan.
Dalam kolaborasi ini, semua pihak saling bekerja sama agar pembelajaran siswa pada posisi yang penting sehingga nantinya berkonsentrasi pada performa siswa dan menghilangkan kesenjangan dan perbedaan antar sekolah.
Kita tentu perlu terus berharap, setelah peringatan hari pendidikan dan usungan tema Partisipasi semesta dalam mewujudkan pendidikan bermutu yang dibawa Kemendikdasmen tidak hanya menjadi uforia, namun juga mampu mempedomani bagaimana pentingnya Kolaborasi semua elemen pendidikan dalam memberikan signifikasinya.
Tak boleh berpuas diri, perlu terus terobosan yang berkesinambungan agar visi masa depan generasi muda bangsa Indonesia emas tak hanya menjadi mimpi belaka.
***
*) Oleh : Muhamad Ikhwan A. A., Manajer Program Al Wasath Institute.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |