TIMES JAKARTA, JAKARTA – Kemiskinan ektrem didefinisikan sebagai kondisi dimana kesejahteraan masyarakat berada di bawah garis kemiskinan ekstrem-setara dengan USD 1.9 (purchasing power parity). Kemiskinan ekstrem diukur menggunakan “absolute poverty measure” yang dilakukan secara konsisten antar negara dan antar waktu.
Saat ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Tingkat kemiskinan ektrem di Indonesia telah turun secara signifikan, dari 6,18 persen pada tahun 2014 menjadi 0,83 persen pada bulan Maret 2024.
BPS telah menggolongkan rakyat miskin ekstrem adalah ketika pengeluaran seseorang di bawah Rp. 10. 739 perhari atau hanya Rp. 322.170 perbulan. Untuk keluarga yang beranggotakan empat orang, batas ini adalah Rp. 1. 288. 680 perbulan.
Meskipun pada 2014 sampai 2024, kemiskinan ekstrem mengalami penurunan secara signifikan dari 6,18 persen menjadi 0,83 persen tetapi tercatat masih ada 13 Provinsi di Indonesia yang masih tergolong mengalami kemiskinan ekstrem yang masih berada di angka 1,12 persen yaitu; Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, NTB, Maluku, Gorontalo, Bengkulu, Aceh, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Lampung, Sumatera Selatan dan Yogyakarta.
Tentu ini menjadi tantangan serius bagi para pemangku kebijakan, bagaimana cara dan strategi untuk menghilangkan kemiskinan ekstrem terutama pada 13 Provinsi tersebut. Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo-Gibran telah menyebutkan bahwa di masa kepemimpinannya akan menargetkan kemiskinan ekstrem berapa pada angka 0 persen.
Hal tersebut termaktub pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem telah memberikan tugas dan perintah khusus kepada seluruh jajaran pemerintah Kementerian/Lembaga untuk memerangi kemiskinan ekstrem. Dengan mengemban prinsip tersebut Pembangunan berkelanjutan, maka target kemiskinan 0 persen dapat terwujud di masa kepemimpinan Prabowo-Gibran.
Dalam rangka mewujudkan target pengentasan kemiskinan ekstrem menuju 0 persen, salah satu catatan penting bagi Pemerintah, Kementerian/Lembaga ialah pemberdayaan masyarakat di tengah arus gelombang tantangan bonus demografi.
Pada saat sekarang ini, Indonesia sedang mengalami fenomena ketika jumlah penduduk dengan usia produktif (15-64 ) tahun lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk non-produktif (1-14) tahun dan lebih dari 64 tahun.
Fenomena inilah yang dimaksud dengan bonus demografi. Bonus demografi menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dimanfatkan oleh Pemerintah sebagai peluang untuk menambah pertumbuhan ekonomi. Selain itu, bonus demografi juga dapat dimanfaatkan untuk mengurangi garis kemiskinan dalam sebuah negara.
Bonus demografi merupakan dampak positif bagi negara yang mampu mengelola Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan kompetitif. Apabila penciptaan iklim Sumber Daya Manusia (SDM) unggul, kompetitif dan berkompeten maka akan akan sangat membantu dalam menunjang percepatan pertumbuhan ekonomi. Tetapi sebaliknya, jika bonus demograsi tidak bisa dikelola dengan baik maka akan berdampak sebaliknya.
Jika bonus demografi itu tidak mampu dikelola dengan baik maka akan berbalik menjadi bencana demografi, maka dari itu bonus demograi ini perlu ditanggapi dan diperhatikan secara serius (Kominfo, 2014). Hal ini dapat dilakukan untuk menghindari dampak negatif memaksimalkan potensi-potensi Sumber Daya Manusia (SDM) dalam sebuah negara.
Sehingga, pemanfaatan dan pelibatan bonus demografi dalam sebuah negara perlu dimaksimalkan untuk memenuhi target pengentasan kemiskinan ekstrem. Sebab, penyebab kemiskinan ekstrem dipicu dari yang mendasar diantaranya; Pendidikan, Kesehatan, Kebutuhan Dasar, Jaminan Sosial dan Upgrade Potensi-Potensi yang dimiliki oleh masyarakat khusunya yang masuk pada usia produktif, sehingga mereka terlihat sulit untuk mengembangkan soft skill nya.
Maka perlu dilakukan beberapa langkah-langkah produktif memanfaatkan bonus demografi sebagai bagian pemberdayaan masyarakat untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem. Sebab, penyebab utama terjadinya.
Langkah Kolaborasi
Tentu masyarakat Indonesia ikut mengapresiasi Langkah yang telah direncanakan dan ditergatkan oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran, yang menargetkan 0 persen kemiskinan ekstrem, namun tentu hal ini mustahil dilakukan tanpa melakukan proses penyadaran bagi seluruh masyarakat Indonesia.
13 Provinsi yang telah disebut sebelumnya tentu menjadi target prioritas, sebab terjadinya ketimpangan sosial yang semakin melebar juga berdampak pada kemiskinan ekstrem. Terkhusus pada wilayah Timur Indonesia, maka perlu membangun mindset keadilan sosial khususnya pada wilayah Timur Indonesia.
Maka Langkah utama yang perlu dilakukan adalah menjalin kerja-kerja kolaboratif antar sesama perangkat daerah dan menjalin hubungan dan kerjasama sesama masyarakat.
Upaya kolaborasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, termasuk terjalinannya komunikasi yang baik kepada masyarakat, menjadi langkah dasar untuk memulai pengentasan kemiskinan ekstrem. Kolaborasi ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik lokal.
Pemerintah Daerah (Pemda) diharapkan mampu mengidentifikasi spesifik masalah, melibatkan masyarakat, memastikan setiap program-program dan bantuan tepat sasaran, berkelanjutan dan berdampak positif bagi masyarakat setempat. Pemerintah Daerah dituntut untuk mampu mendeteksi potensi-potensi Sumber Daya Manusia (SDM) di wilayahnya masing-masing.
Langkah Program Khusus Rakyat Miskin
Langkah program yang telah direncanakan oleh Prabowo-Gibran yang tercantum dalam 8 Misi Asta Cita dalam Kabinet Merah Putih salah satunya ialah pemerataan ekonomi. Pemerataan ekonomi yang dimaksud tentu tidak hanya tertuju pada satu atau dua daerah saja, tetapi seluruh daerah-daerah yang masuk dalam wilayah kerja Kabinet Merah-Putih.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan ialah memasifkan program kerja khususnya rakyat miskin, tetapi bukan hanya sekadar memberikan program saja, tetapi yang terpenting adalah bagaimana pemerintah memberikan Pendidikan dan pengelolaan terhadap program tersebut.
Maka konsep peran, sikap serta evaluasi perlu diaktifkan. Sehingga dengan adanya program prioritas khusus rakyat miskin itu akan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkan, tetap sasaran serta berkelanjutan. Sehingga proses pengembangan Sumber Daya Masyarakat (SDM) di wilayah tersebut produktif, dan yang tak boleh dilupakan adalah pengawalan dan pengawasan.
Kesimpulannya, program khusus rakyat miskin perlu disetarakan dan yang paling penting ialah bagaimana membentuk karakteristik masyarakat sehingga mampu mengelola dengan baik program tersebut.
Langkah Zonasi Wilayah
Sebanyak 13 Provinsi yang masih tergolong dalam kemiskinan ekstrem, ini perlu menjadi perhatian pemerintah pusat, kementarian/Lembaga dalam upaya membangun sinergitas dan kolaboratif dengan pemerintah daerah. Konsep-konsep kebijakan telah mengungkapkan bahwa, semakin focus sebuah kebijakan maka hasilnya akan memuaskan.
Maka salah satu jalan untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem ialah membuat formasi kebijakan dengan membagi zonasi kewilayahan sebagai langkah kongkret dalam mengeksekusi kemiskinan ekstrem yang masih terjadi di Indonesia, khususnya 13 Provinsi tersebut.
Langkah Pemberdayaan Masyarakat
Langkah ini menjadi salah satu langkah yang paling penting, sebab dalam proses pengentasan kemiskinan ekstrem prinsip utama yang perlu dilakukan ialah memberdayakan masyarakat, khususnya mereka yang masih berada pada usia produktif/bonus demografi.
Langkah yang perlu dilakukan ialah melibatkan peran serta masyarakat dalam setiap proses kebijakan. Tentu yang paling mendasar mengenali secara utuh potensi-potensi diri yang dimiliki oleh masyarakat usia produktif.
Potensi diri terbagi menjadi dua yaitul potensi generalis dan potensi potensialis, jenis potensi ini yang perlu dikelola dan diberdayakan dengan baik, agar terciptanya iklim bonus demografi sesuai yang diinginkan dalam pemanfaatan Sumber Daya Manusia (SDM) pada bonus demografi.
Wujud nyata pelibatan bonus demografi dapat dieksekusi dengan mengurangi beban pengeluaran melalui program-program yang belum tepat sasaran, sehingga mengakibatkan pembengkakan anggaran; Meningkatkan pendapatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat dan UMKM, kelompok usaha bersama, bantuan ternak dan ikan serta pelatihan kewirausahaan.
Memaksimalkan akses layanan dasar, khususnya pada bidang Pendidikan dan Kesehatan dan Membangun karakter/mengubah mindset caracter building, seperti peningkatan kapasitas para pendampingan program.
***
*) Oleh : Fathullah Syahrul, Direktur Eksekutif Forum Strategis Pembangunan Sosial.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |