https://jakarta.times.co.id/
Opini

Menyalakan Obor Sumpah Pemuda di Lorong Birokrasi

Senin, 27 Oktober 2025 - 14:05
Menyalakan Obor Sumpah Pemuda di Lorong Birokrasi Fahmi Prayoga, S.E., Economist, Public Policy Analyst, and Researcher of SmartID.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Sembilan puluh tujuh tahun silam, para pemuda menyalakan obor sejarah. Mereka tidak membawa senjata, tetapi membawa gagasan: satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa. Sumpah Pemuda bukan sekadar teks di atas kertas, melainkan api moral yang menyatukan keanekaragaman menjadi kekuatan.

Kini, obor itu masih menyala tetapi lorongnya berubah. Bukan lagi lorong perjuangan bersenjata, melainkan lorong birokrasi: ruang di mana keputusan, data, dan pelayanan publik menjadi medan pengabdian baru. 

Bila dulu perjuangan adalah memerdekakan bangsa dari penjajahan, maka kini perjuangan adalah memerdekakan birokrasi dari ketidakmampuan, korupsi, dan ketidakefisienan.

Sumpah Pemuda hari ini tidak lagi diucapkan di podium kongres, melainkan di ruang-ruang kerja pemerintah, di meja pelayanan, di sistem digital yang melayani rakyat.

Reformasi birokrasi adalah bentuk baru dari nasionalisme. Ia menuntut integritas, kesatuan visi, dan semangat kolektif. 

Dalam kerangka teori public value yang dikemukakan Mark Moore (1995), tugas aparatur negara bukan sekadar menjalankan prosedur, tetapi menciptakan nilai publik yaitu kepercayaan, keadilan, dan efisiensi bagi warga negara.

Teori ini sejalan dengan semangat Sumpah Pemuda: mencipta kesatuan bukan dalam keseragaman, tetapi dalam harmoni nilai dan tujuan. Persatuan yang dahulu bersifat politis, kini menjadi administratif dan moral: satu semangat untuk melayani, bukan dilayani.

Studi Bovens (2007) menegaskan bahwa akuntabilitas bukan hanya mekanisme pelaporan, melainkan ekspresi etika publik tanggung jawab moral kepada masyarakat. Maka, ketika aparatur menegakkan transparansi dan hasil kerja, sejatinya ia sedang menyalakan kembali obor sumpah pemuda di dalam jantung birokrasi.

Jika Sumpah Pemuda adalah janji kesetiaan kepada bangsa, maka akuntabilitas kinerja adalah janji kesetiaan kepada publik. Di sinilah teori good governance (Rhodes, 1996) menemukan relevansinya: negara modern tidak cukup diatur oleh hierarki, melainkan harus dijalankan dengan kolaborasi, transparansi, dan kepercayaan.

Dalam konteks Indonesia, reformasi birokrasi bukan semata program administratif. Ia adalah proyek peradaban upaya memulihkan makna kehormatan dalam pelayanan publik. 

Akuntabilitas dan budaya kerja yang sehat juga akan meningkatkan kepuasan warga terhadap pelayanan publik. Artinya, efektivitas birokrasi berakar pada moralitas, bukan sekadar struktur.

Maka, aparatur yang bekerja jujur, berani menolak gratifikasi, tepat waktu melayani, dan terbuka terhadap kritik merekalah pahlawan baru republik ini. Mereka menyalakan obor dengan cara yang sunyi, tetapi cahayanya sampai ke rakyat yang merasakannya.

Lorong Birokrasi dan Bayangan Kepahlawanan

Setiap generasi punya panggilan kepahlawanannya sendiri. Dulu, pahlawan membawa bambu runcing; kini, pahlawan membawa integritas dan sistem kerja. Birokrasi yang bersih, akuntabel, dan efisien bukan hasil dari peraturan semata, tetapi dari kesadaran kolektif bahwa pelayanan publik adalah bentuk ibadah sosial tertinggi.

Kita sering lupa, di balik setiap data yang dilaporkan, ada manusia yang dilayani. Di balik setiap indikator kinerja, ada harapan rakyat yang menunggu. Oleh karena itu, akuntabilitas bukan sekadar performance report, tetapi moral report: sejauh mana kita menepati janji kepada rakyat.

Dalam bahasa Burns (1978) tentang transformational leadership, pemimpin sejati adalah mereka yang mengubah nilai, bukan sekadar hasil. Ia memantik semangat bawahannya, seperti obor kecil yang menyalakan obor lain di tengah lorong birokrasi yang panjang.

Momentum Sumpah Pemuda dan Hari Pahlawan bukan dua peringatan terpisah. Ia satu rangkaian spiritual tentang kesetiaan terhadap bangsa. Ketika pemuda bersumpah, mereka menyalakan obor persatuan. Ketika birokrasi berbenah, mereka menyalakan obor keadilan.

Tugas kita hari ini adalah menjaga api itu tetap menyala: dalam laporan kinerja yang jujur, dalam pelayanan yang manusiawi, dalam keputusan yang berpihak pada publik. Sebab di lorong birokrasi yang panjang, terang itu tidak datang dari lampu kebijakan, melainkan dari obor integritas.

Dan di situlah, sumpah para pemuda 1928 menemukan wujudnya kembali dalam kerja nyata, dalam birokrasi yang berjiwa, dalam aparatur yang menjadi pahlawan di zamannya. 

 

***

*) Oleh : Fahmi Prayoga, S.E., Economist, Public Policy Analyst, and Researcher of SmartID.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.