TIMES JAKARTA, JAKARTA – Har ini, Kamis 20 Februari 2025, sebanyak 363 Bupati, 362 Wakil Bupati, 85 Wali Kota dan 85 Wakil Kota dengan total 961 kepala daerah dari 481 daerah dilantik serentak di Istana Merdeka oleh Presiden Prabowo Subianto. Pelantikan tersebut merupakan sejarah baru dalam pemerintahan di Indonesia, karena selama ini Bupati atau Wali Kota dilantik oleh Gubernur.
Namun, tahukah Anda dibalik dilantiknya para pemimpin daerah tersebut banyak suara sumbang terhadap bagaimana nasib Bupati atau Wali Kota ketika pemerintah melakukan efisiensi anggaran di tahun 2025?
Sebenarnya pemerintah selalu membuat petunjuk pelaksanaan anggaran daerah setiap tahun anggaran. Namun, peraturan tersebut masih memberikan ruang untuk memainkan anggaran berupa pemborosan anggaran yang sangat besar.
Mengapa terus terjadi? Karena jenis belanja (perjalanan dinas, makan minum, ATK, pemeliharaan, kajian, sosialisasi) tersebut tidak diberi batasan maksimal dengan tegas. Sebab, dianggap ada perintah di dalam peraturan. Maka, belanja tersebut dianggarkan maksimal, padahal sebenarnya bisa diminimalisir.
Penganggaran jenis belanja tersebut di atas sudah berjalan puluhan tahun, sehingga Tradisi buruk dalam membuat rencana anggaran sudah menjadi kepribadian hampir seluruh pejabat. Mengapa pejabat tahu kalau terjadi pemborosan anggaran atau tidak efisien anggaran tetap dilakukan.
Semua itu terjadi karena warisan pejabat yang dahulu, karena untuk menutupi anggaran non budgeter, untuk memberikan kopi-kopi pada atasan dan banyak alasan lain yang sebenarnya mereka tahu kalau itu pemborosan. Namun itulah Indonesia yang kita cintai.
Kegiatan Dinas Tambahan Penghasilan bagi ASN
Sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat awam. Kalau setiap kode rekening kegiatan APBD adalah tambahan penghasilan. Maka ketika seorang ASN setiap bulan dapat gaji dan tunjangan, tetapi setiap kinerja yang dilakukan masih ingin memdapatkan tambahan penghasilan. Terus gaji dan tunjangan yang mereka terima untuk membayar kinerja yang mana. Kondisi ini sudah terjadi puluhan tahun.
Begitulah potret aparatur kita, ketika rakyat harus membayar pajak dan retribusi dengan susah payah, ASN yang dibayar mahal untuk mengelola pemerintah hati nuraninya sudah mati. Dengan kebijakan efisiensi yang dilakukan banyak suara sumbang menyalahkan Presiden Prabowo.
Padahal, presiden tahu permasalahan prinsip bangsa khususnya tentang pengelolaan keuangan negara sangat boros, beliau ingin merubah agar uang rakyat kembali pada rakyat dan tidak di korup oleh para pejabat.
Pemborosan anggaran merupakan sisi negatif perilaku birokrasi yang melanggar etika dan sumpah jabatan. Disisi lain pemborosan anggaran jelas melukai hati rakyat yang memiliki uang melalui pajak yang mereka terima.
APBD Bukan Komoditas
Biaya politik yang tinggi, membuat seluruh Bupati/Wali Kota mau tidak mau akan mencari ganti atas biaya politik yang dikeluarkan saat Pemilukada. Bagaimana cara mengembalikan modal menjadi agenda utama setiap Bupati/Wali Kota. Perilaku menyimpang kedua dalam birokrasi adalah memainkan APBD untuk mengembalikan modal Pemilukada.
Maka APBD yang mestinya uang negara yang harus dibelanjakan untuk kepentingan rakyat berubah menjadi Komoditas (barang dagangan). Program dan kegiatan dalam APBD di mainkan dengan memotong komitmen fee proyek yang harus disetor ke Kepala Dinas atas sepengetahuan Bupati/Wali Kota.
Bahkan yang lebih tragis ada bupati yang ikut mengatur proyek proyek Pilihan Langsung (PL) kepada pihak ketiga. Kalau proyek pemerintah sudah dijual belikan seperti komoditas (barang dagangan) maka jelas mengurangi nilai ekonomis sebuah proyek karena kualitasnya tidak sesuai standart.
Membayang Kegelisahan Bupati/Wali Kota Ditengah Efiensi APBD
Efiensi anggaran sebenarnya bukan urusan negara tidak bisa memenuhi entitas pendapatan negara. Namun lebih dari itu, Presiden faham betul kalau keuangan negara menguap, merembes bahkan di korup melalui kegiatan yang sebenarnya bisa di efisienkan.
Maka efisiensi anggaran pasti membuat gelisah para Bupati/Wali Kota se Indonesia karena:
Pertama, Memang ada rekening kegiatan yang tanpa harus mikir dan bekerja keras bisa di atur dan dapat dijadikan pundi pundi penghasilan. Jika kegiatan tersebut, seperti ATK, Makan Minum, Perjalanan Dinas, Pemeliharaan maupun lainnya dipangkas, maka jelas menghilangnya sumber pendapatan tersebut.
Kedua, Pemangkasan anggaran yang nilainya ratusan Milyar jelas akan berpotensi menghilangnya pundi pundi pendapatan dari komitmen fee anggaran yang selama ini di mainkan.
Maka kondisi tersebut akan membuat fikiran gelap. Memang tidak bisa dibuktikan dengan kwitansi atau dokumen elektronik lainnya, namun hal tersebut benar adanya.
Ketiga, Kunjungan dan Study Banding selama ini memang salah satu pundi pundi pendapatan Bupati/Wali Kota bahkan DPRD. Ketika Study banding dan sejenisnya hilang, maka bisa dibayangkan berapa saja pendapatan yang hilang. Karena perjalanan dinas Bupati/Wali Kota nilainya bisa Milyaran dalam setahun.
Keempat, Dilaksanakannya efisiensi anggaran jelas akan mempengaruhi Bupati yang baru dalam mewujudkan janji kampanye yang pernah disampaikan, karena terlalu besar anggaran yang dipangkas. Maka kondisi tersebut jelas akan menambah beban hati dan fikiran Bupati/Wakil Bupati yang baru tersebut.
Kelima, Tidak ada Bupati/Wali Kota yang bercita cita untuk korupsi atau berurusan dengan aparat penegak hukum, tetapi realita politik dan cost politik memaksa beliau untuk berfikir bagaimna cost politiknya bisa kembali.
Keenam, Tradisi memberi kopi kopi atau bahasa zaman dulu memberi upeti kepada atasan memang belum hilang dalam kehidupan politik Indonesia. Maka ketika anggaran dipangkas, akan mengoengaruhi sumber pendapatan bupati dan Wali Kota.
Ketujuh, Efisiensi anggaran sama dengan mengobati tubuh yang sakit dengan diet, kebiasaan boros dan korup bisa dihilangkan sehingga membuat kinerja ASN.
Kedelapan, Efisiensi bukan mengurangi hak ASN sebagai pegawai yang mendapatkan gaji dan tunjangan, maka tidak ada alasan menurunnya kinerja pelayanan. Anggaran pelayanan tetap sesuai dengan kebutuhan.
Kesembilan, Bupati saatnya memberi tauladan tentang penggunaan anggaran dan gaya hidup. Maka dari itu tidak ada alasan lagi kinerja menurun karena efisiensi anggaran.
Kebijakan Efiensi anggaran merupakan start awal Presiden untuk mengoptimalkan value for money terhadap penggunaan uang rakyat. Maka kedepan pagu anggaran di masing masing rekening harus disesuaikan dengan saat ini.
Sebuah analisis untuk memberikan pencerahan terhadap seluruh lapisan masyarakat, bahwa Efiensi anggaran itu karena memang terjadi pemborosan dan harus dilakukan efisiensi, bukan karena negara kekurangan uang.
***
*) Oleh : HM. Basori, M.Si, Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, Consulting, and Advocacy.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |