TIMES JAKARTA, JAKARTA – Ketimpangan Pendidikan di Indonesia masih terlihat sangat jelas, Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah atau Kemendikdasmen terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia termasuk sistem evaluasi pembelajaran dengan terbitnya Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025 tentang Tes Kemampuan Akademik (TKA).
Sistem evaluasi pembelajaran melalui penerapan Tes Kemampuan Akademik pada tingkat sekolah sebagaimana Permendikdasmen di atas merupakan langkah penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan menengah.
Akan tetapi keberhasilan TKA sebagai instrumen peningkatan mutu sangat bergantung pada kolaborasi lintas sektor serta partisipasi aktif dalam mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua. Tanpa sinergi yang kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan berbagai stakeholder, potensi TKA dalam memajukan pendidikan akan sulit terwujud secara optimal.
Memahami TKA
Jika kita ingin melihat urgensi dari TKA ini, perlu melihat beberapa istilah kunci. Tes Kemampuan Akademik atau TKA adalah kegiatan pengukuran capaian akademik murid pada mata pelajaran tertentu yang dilakukan secara standar.
TKA berfungsi sebagai instrumen evaluasi yang menyediakan data objektif tentang potensi akademik siswa yang kemudian dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti seleksi peserta didik baru dan penyetaraan hasil belajar.
Sedangkan pendidikan bermutu untuk semua merujuk akses pendidikan yang adil dan merata di mana setiap individu tanpa melihat latar belakang sosial, ekonomi, geografis atau kondisi fisik memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan berkualitas yang relevan dengan kebutuhan dan potensinya.
Saya melihat ada beberapa Indikator keberhasilan jika implementasi TKA dan terwujudnya Pendidikan Bermutu. Pertama adalah peningkatan rata-rata nilai TKA, lalu Optimalisasi Fungsi Hasil TKA, Tingkat Partisipasi Stakeholder, Ketersediaan Infrastruktur Sekolah dan Penurunan Angka Putus Sekolah.
TKA dalam Perspektif Sosiologis
Dari sudut pandang sosiologis, penerapan TKA bisa dikaji dengan teori Struktural Fungsional Talcott Parsons yang memandang masyarakat sebagai sebuah sistem kompleks yang terdiri dari struktur yang saling terkait dan bekerja sama untuk menjaga stabilitas dan keberlangsungan sistem tersebut.
Dalam konteks pendidikan, sekolah, keluarga, pemerintah baik pusat dan daerah dan komunitas dapat dipandang sebagai struktur yang saling berinteraksi. TKA sebagai kebijakan baru dapat dianggap sebagai usaha untuk memperkuat fungsi sistem pendidikan dalam mencapai tujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Kita dapat melihat TKA yang memiliki fungsi manifest dan laten. Fungsi manifestasinya adalah sebagai alat ukut capaian akademik dan dasar seleksi. Sedangkan fungsi latennya bisa menjadi pemicu peningkatan motivasi belajar siswa, mendorong inovasi pengajaran oleh guru serta memicu akuntabilitas lembaga pendidikan.
Lalu peran pemerintah bisa dikatakan sebagai Stabilisator, dalam Permendikdasmen No 9 Tahun 2025 menunjukan peran pemerintah baik pusat dan daerah sebagai agen sentral yang menjaga keseimbangan sistem. Pemerintah menetapkan regulasi, standar, dan menyediakan kerangka kerja agar seluruh elemen pendidikan dapat berfungsi secara harmonis.
Berikutnya dalam teori Struktur Fungsional menjelaskan bahwa TKA butuh akan integrasi sosial karena keberhasilannya bergantung pada kualitas soal atau sistem penilaiannya tetap juga pada tingkat integrasi antar struktur.
Jika pemerintah pusat, pemerintah daerah, sekolah, guru, orang tua dan masyarakat tidak bekerjasama secara sinergis bisa jadi sistem ini akan mengalami kendala. Misalnya jika pemerintah daerah tidak menyediakan anggaran yang cukup untuk pelatihan guru atau pelatihan TKA maka nantinya akan menjadi penghambat.
Berikutnya teori di atas menekankan pentingnya konsensus nilai dan tujuan di antara anggota masyarakat. Dalam konteks TKA dan pendidikan bermutu, konsensus bahwa pendidikan adalah invesiasai masa depan dan evaluasi yang terstandar adalah bagian penting dari proses tersebut.
Namun teori ini juga mengingatkan potensi disfungsi. TKA bisa menimbulkan tekanan yang berlebihan pada siswa dan guru jika tidak diimbangi pendekatan holistik terhadap pendidikan. Lalu disparitas sosial dan ekonomi pun dapat menyebabkan ketidaksetaraan dalam persiapan TKA dan bisa memperlebar kesenjangan pendidikan.
Upaya Suksesi TKA
Dalam suksesi TKA yang bersifat penting maka kuncinya adalah kolaborasi dan partisipasi antara Kementrian Dikdasmen dan Kementrian Lembaga lainnya. Ada beberapa langkah prioritas yang dilakukan.
Pertama, penyamaan Persepsi dan Sosialisasi yang masif karena seluruh stakeholder harus memiliki pemahaman yang sama terkait tujuan dan manfaat dari TKA. Sosialisasi harus dilakukan hingga ke akar rumput yaitu tenaga pendidik dan masyarakat umum.
Kedua, harus ada upaya untuk meningkatkan kapasitas guru dan tenaga pendidik yang bukan hanya memenuhi kebutuhan administrasi. Guru harus betul-betul kompeten dan dapat melakukan evaluasi. Materi pelatihan bisa berupa kurikulum, metode pengajaran dan pemanfaatan hasil TKA.
Ketiga, Pemanfaatan Teknologi Digital, Penguatan Data dan Sistem Informasi. Kemendikdasmen perlu memastikan ketersediaan data yang terintegrasi dan akurasi dalam pendaftaran peserta, pelaksanaan TKA hingga hasil yang dicapai berdasarkan bukti.
Keempat, Alokasi Anggaran yang Proporsional dan Transparan. Kelima, Penguatan Peran Komite Sekolah dan Orang Tua. Terakhir adalah intervensi khusus bagi daerah 3T, lalu kelompok rentan dan memastikan semua murid di berbagai daerah mendapatkan akses yang sama.
Keberhasilan TKA dalam mewujudkan pendidikan bermutu tidak bisa dikerjakan sendiri oleh Kemendikdasmen namun perlu adanya efektivitas kolaborasi sektor yang kokoh antar Stakeholder. Dan juga masing-masing pemangku kepentingan harus menjalankan tugasnya secara maksimal.
Dengan komitmen tersebut, maka pendidikan dapat memastikan setiap anak Indonesia memiliki akses yang sama menuju pendidikan yang berkualitas dan layak serta mereka bisa menghasilkan generasi penerus baik menjadi seorang intelektual yang kompeten maupun sumber daya dengan daya saing kuat di masa depan.
***
*) Oleh: Fathin Robbani Sukmana, Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi TIMES Indonesia.
__________
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |