https://jakarta.times.co.id/
Opini

Santri, Integritas, dan Masa Depan Indonesia

Kamis, 02 Oktober 2025 - 14:32
Santri, Integritas, dan Masa Depan Indonesia Muhammad Hilman Mufidi, Anggota DPR RI Komisi X Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Di sebuah sudut pesantren, suara lantunan ayat suci menggema lirih, berpadu dengan derap langkah santri yang menenteng kitab kuning. Ada kesederhanaan di sana, tetapi sekaligus ada kekuatan yang tidak kasat mata. 

Santri tumbuh dari bilik-bilik bambu berlantai tanah, dari tikar pandan yang jadi alas belajar, dari lampu minyak yang setia menemani malam. Dari kesederhanaan itulah lahir generasi yang mampu menjaga keutuhan negeri, bahkan ikut menentukan arah perjalanan bangsa.

Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober bukan sekadar agenda tahunan penuh seremoni. Ia adalah pintu untuk menengok cermin sejarah, ketika santri dengan semangat jihadnya menolak kolonialisme dan menegakkan kemerdekaan. 

Resolusi Jihad 1945 menjadi bukti agung bagaimana pesantren dan kebangsaan berpadu dalam satu denyut perjuangan. Namun refleksi itu tidak boleh berhenti pada masa lalu. Penting hari ini adalah bagaimana wajah santri di tengah tantangan zaman yang kian pelik, dan apa warisan yang bisa mereka berikan untuk masa depan bangsa.

Santri hari ini tidak lagi sekadar berkutat pada kitab klasik. Mereka belajar teknologi, ekonomi, hingga menembus universitas-universitas ternama dunia. Kementerian Agama mencatat lebih dari 36 ribu pesantren dengan sekitar 4,8 juta santri tersebar di pelosok negeri. 

Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan penanda betapa besar modal sosial dan spiritual yang dimiliki bangsa. Jika 4,8 juta santri itu diberi ruang berkembang dan diberdayakan secara maksimal, negeri ini sejatinya memiliki cadangan kepemimpinan yang tidak akan pernah kering.

Kenyataan lain justru menunjukkan bahwa bangsa sedang mengalami krisis integritas. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat lebih dari 1.400 pejabat publik telah terjerat kasus korupsi sejak lembaga itu berdiri. 

Dari kepala daerah, menteri, hingga anggota legislatif semuanya tercoreng oleh penyakit yang sama: kerakusan. Di tengah realitas itu, santri seharusnya tampil membawa nilai kesederhanaan, kejujuran, dan amanah sebagai jembatan menuju kepemimpinan yang bersih.

Santri adalah antitesis dari budaya hedonisme politik. Di pesantren, mereka terbiasa hidup prihatin, belajar dalam keterbatasan, namun selalu dilatih menjaga keikhlasan. Dari sini, kita menemukan nilai yang kerap hilang dari pejabat negeri: integritas. Santri diajarkan bahwa ilmu bukan untuk memperkaya diri, melainkan untuk pengabdian. Bahwa jabatan bukan untuk kesombongan, melainkan untuk tanggung jawab.

Karena itu, Hari Santri harus dibaca sebagai seruan moral. Tidak cukup dengan ucapan selamat atau seremoni seragam putih-putih, tetapi perlu langkah nyata yang mengangkat santri dari pinggiran menuju panggung utama kebangsaan. 

Pemerintah harus berani memastikan pesantren tidak hanya diakui dalam undang-undang, tetapi benar-benar diberdayakan dengan dukungan fasilitas pendidikan, kesehatan, hingga akses digital.

Kesejahteraan santri juga perlu dihubungkan dengan daya saing ekonomi bangsa. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat pengangguran terbuka Indonesia masih berada di kisaran 5,3 persen. Tanpa bekal keterampilan kewirausahaan dan literasi digital, santri bisa ikut terjebak dalam angka itu. Pesantren harus bergerak menjadi pusat pemberdayaan ekonomi umat, tempat lahirnya wirausahawan yang berakar pada nilai agama, tetapi piawai membaca peluang zaman.

Lebih jauh dari itu, bangsa membutuhkan arus balik santri ke panggung kepemimpinan nasional. Sudah waktunya santri masuk ke gelanggang politik, birokrasi, dan ruang publik dengan membawa kultur amanah dan kesederhanaan. 

Santri yang terbiasa bangun dini hari untuk mengaji dan melayani masyarakat adalah figur yang layak dihadirkan di meja kekuasaan. Bukan semata demi representasi, melainkan demi menghadirkan budaya kepemimpinan yang bersih dan menyejukkan.

Kita tidak boleh lagi memandang santri hanya sebagai penjaga tradisi. Mereka adalah energi peradaban. Dalam catatan sejarah, santri sudah terbukti mampu menggerakkan massa, mempertahankan kedaulatan, bahkan mempengaruhi arah kebijakan nasional. Mengapa hari ini kita ragu menaruh harapan kepada mereka?

Di tengah kepemimpinan bangsa yang sering berjalan abnormal, penuh transaksi dan kepentingan jangka pendek, integritas santri bisa menjadi penawar. Santri adalah wajah masa depan Indonesia yang berimbang: religius sekaligus nasionalis, sederhana tetapi berprinsip, dekat dengan akar rakyat tetapi terbuka pada perkembangan zaman.

Bayangkan jika nilai kesederhanaan santri benar-benar hadir di kursi kekuasaan. Tidak ada lagi pesta mewah yang menguras anggaran rakyat, tidak ada lagi proyek siluman yang hanya memperkaya segelintir orang. Yang ada hanyalah kepemimpinan yang jujur, merakyat, dan berorientasi pada pengabdian.

Hari Santri adalah panggilan untuk menegaskan hal itu. Bahwa bangsa ini membutuhkan lebih banyak pemimpin dengan jiwa santri pemimpin yang berani berkata tidak pada korupsi, pemimpin yang memimpin dengan hati, bukan dengan logika transaksi.

Seperti lantunan doa di bilik pesantren yang sederhana itu, masa depan bangsa sejatinya sedang digenggam para santri. Mereka adalah jembatan nilai integritas yang, jika diberi ruang, akan menuntun Indonesia menuju masa depan yang lebih bermartabat. Pada peringatan Hari Santri kali ini, mari bersama meyakini: masa depan Indonesia adalah masa depan santri.

***

*) Oleh : Muhammad Hilman Mufidi, Anggota DPR RI Komisi X Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.