TIMES JAKARTA, JAKARTA – Meski telah melalui beberapa fase reformasi perpajakan, komitmen tertulis ringkas dan mudah diingat berupa Piagam Wajib Pajak (Taxpayers’ Charter) yang merupakan rangkuman hak dan kewajiban dari berbagai pasal ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, baru resmi tersuratkan bulan lalu pada Hari Pajak, 14 Juli 2025.
Beberapa unit kerja di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akhir-akhir ini serentak meluncurkan Piagam Wajib Pajak ini sebagai komitmen pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak (WP) yang dijunjung bersama antara DJP selaku aparat pemerintah yang mengelola pajak dan WP selaku kontributor penerimaan negara dari sektor pajak.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2025 menyebutkan bahwa piagam ini dibuat dalam rangka memperkuat komitmen DJP dalam mendukung transparansi, akuntabilitas, keadilan, meningkatkan hubungan saling percaya antara WP dan DJP dalam pemenuhan hak dan kewajiban WP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku serta menyesuaikan dan kelaziman dan praktik terbaik secara Internasional.
Praktik terbaik internasional ini mengacu pada konsep tata kelola perpajakan yang dikenalkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tahun 2013 yaitu Cooperative Compliance. Konsep ini menekankan kolaborasi dan kerjasama yang baik antara otoritas pajak dan wajib pajak untuk meningkatkan kepatuhan pajak.
Yang menjadi pertanyaan akankah kemitraan ini hanya simbolis dan bisa langgeng? Ada tiga pondasi hubungan ini yaitu kepercayaan, keterbukaan dan konsistensi terhadap komitmen.
Piagam Wajib Pajak diharapkan bukan hanya menjadi pernyataan normatif dan formalitas belaka, tetapi menjadi landasan operasional yang etis dan profesional dalam rangka pelaksanaan hak dan kewajiban WP.
Hak WP adalah kewajiban bagi negara untuk menghormati, pun sebaliknya apa yang menjadi kewajiban WP adalah hak negara yang wajib pajak hormati dan patuhi.
Prinsip self assessment yang ditaati secara jujur oleh WP, adanya jaminan hak oleh otoritas pajak, disertai sikap menghormati dan percaya menjadi landasan awal untuk membina hubungan yang baik antara WP dengan fiskus.
Selama ini dari sisi WP, DJP hanya menyampaikan kewajiban demi kewajiban, sangat sedikit tersampaikan hak mereka, maka hal kedua yang harus dibuat dari hubungan ini adalah keterbukaan. Keterbukaan ini sangat penting terutama dalam hal data dan informasi baik itu oleh otoritas pajak maupun WP.
Edukasi yang mengedepankan kesetaraan hak dan kewajiban juga perlu dimasifkan sehingga WP mempunyai pandangan seimbang atas pemenuhan hak dan kewajibannya, selain menggelar lebih banyak diskusi terbuka misalnya Forum Konsultasi Publik.
Diskusi terbuka dapat menjadi jembatan untuk menyelaraskan komunikasi, menjadikan hubungan otoritas pajak dan WP lebih dekat, lebih harmonis, dan WP merasa lebih nyaman dalam menjalankan kewajibannya. Di sisi negara, pemerintah pun menjadi lebih efisien secara administrasi karena WP sudah sukarela dalam menjalankan kewajibannya.
Konsistensi pada Komitmen
Ketika pondasi kepercayaan dan keterbukaan sudah ada, untuk menjaga kelanggengan sebuah hubungan adalah konsisten menjaga komitmen agar harapan yang diinginkan bersama yaitu Indonesia maju menjadi suatu hal yang terwujud bukan angan-angan belaka.
Dalam rangka menjaga konsistensi komitmen, integritas menjadi harga mati untuk masing-masing pihak. Selama ini di masyarakat, integritas notabene hanya dituntut di sisi aparat saja, padahal tidak menutup kemungkinan kolusi terjadi antar dua belah pihak.
Penting sekali untuk saling menjaga satu sama lain demi satu tujuan yaitu untuk kemakmuran Negara Kedaulatan Republik Indonesia (NKRI) karena ada hak negara dan masyarakat luas dalam pembayaran pajak yang harus ditegakkan dan dijaga bersama.
Selaras bertambahnya umur negara Indonesia yang ke delapanpuluh, adanya ketiga pondasi yaitu kepercayaan, keterbukaan dan konsistensi terhadap komitmen yang tercantum dalam Piagam Wajib Pajak (Taxpayer’s Chapter) diharapkan menjadi tonggak baru hubungan negara dan WP menjadi lebih baik, lebih seiring sejalan, menyatu untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat, rakyat sejahtera dan semakin maju.
***
*) Oleh : Artinita Monowida, Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jakarta Utara.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |