https://jakarta.times.co.id/
Kopi TIMES

BUMN dan Praktik Patronase

Rabu, 11 September 2024 - 20:45
BUMN dan Praktik Patronase Surya Darma, Mahasiswa Magister Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Sapi perah itu bernama Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN menjadi tempat berkelindannya politisi nir kompetensi paska pemilu yang dititipkan untuk balas budi politik. Praktik yang dianggap wajar ini seringkali mengabaikan kaidah, norma, atau pedoman korporasi yang penting untuk diterapkan dalam pengelolaan BUMN yang sehat sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG). 

Prinsip GCG seperti transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kewajaran akan terabaikan jika posisi-posisi strategis perusahaan plat merah tersebut diisi oleh politisi dan tim sukses dengan rekam jejak serta kompetensi yang tidak sesuai dengan kebutuhan profesional perusahaan. Posisi komisaris misalnya, sering sekali menjadi tempat baru untuk politisi dan tim sukses tanpa melihat ekspektasi mereka.

Transparency International Indonesia pada Maret 2021 mencatat, sekitar 14,3 persen komisaris BUMN adalah relawan dan anggota partai pendukung pemerintah pada pemilu 2014 dan 2019. Sebagian besar, yaitu 51,6 persen, berasal dari birokrat yang mewakili pemerintah, sementara hanya 17,6 persen merupakan profesional. 

Dari total 482 komisaris, sebanyak 82,37 persen diangkat berdasarkan pertimbangan politis. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang menyatakan bahwa komisaris harus memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha perseroannya. 

Posisi komisaris yang diisi oleh orang yang tidak memiliki kompetensi mumpuni tentu akan kesulitan membaca substansi permasalahan perusahaan sebagai salah satu fungsi pengawasan, sehingga peran untuk mendorong terciptanya perusahaan yang transparan dan akuntabel akan sulit tercipta. 

Masalahnya, bukan hanya karena komisaris yang tidak memiliki kompetensi, tetapi sejak awal proses pemilihan dan penetapannya sudah melanggar nilai-nilai independensi dan kewajaran sebagaimana prinsip GCG yang seharusnya diterapkan pada sebuah perusahaan.

Politik Patronase

Tata kelola yang kurang sehat pada BUMN tidak muncul dari ruang kosong, melainkan merupakan hasil dari praktik politik yang buruk. BUMN sering menjadi korban politisasi dan patronase kekuasaan, di mana seharusnya BUMN dijalankan dengan prosedur yang sehat, namun dalam praktiknya, BUMN seringkali dihiasi oleh pengaruh politik tertentu. Patronase, dalam arti sebenarnya, merupakan strategi politik untuk memenangkan kontestasi. 

Mengacu pada glosarium The U4 Anti-Corruption Resource Centre, patronase adalah bentuk dukungan atau sponsor yang diberikan oleh seorang patron (elite politik atau individu berpengaruh) kepada kliennya (rakyat atau simpatisan) dalam bentuk uang, jabatan, atau proyek dengan tujuan untuk memperoleh kekuasaan, kekayaan, dan status. Praktik politik patronase tidak hanya berdampak buruk pada kesetaraan demokrasi, tetapi juga menjadi pemicu timbulnya praktik kronisme, termasuk di dalam BUMN.

Politisasi dan praktik patronase dalam pengelolaan BUMN tidak boleh dianggap wajar. Praktik ini menjauhkan perusahaan dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang potensial berdampak pada penurunan efisiensi dan produktivitas perusahaan. Kondisi ini terjadi ketika individu ditempatkan dalam posisi penting karena hubungan politik, bukan berdasarkan kualifikasi dan kompetensi. 

Dalam situasi semacam ini, orang-orang yang menduduki posisi strategis sering kali kurang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang diperlukan untuk menjalankan tugas mereka dengan efektif. Akibatnya, mereka cenderung membuat keputusan yang tidak optimal yang dapat berdampak negatif pada operasional harian dan kinerja jangka panjang perusahaan.

Selian itu, patronase juga dapat merusak kepercayaan publik terhadap BUMN. Ketika publik mengetahui bahwa penunjukan dan keputusan dalam BUMN lebih didasarkan pada hubungan politik daripada sistem merit, reputasi, dan legitimasi BUMN serta dukungan masyarakat terhadap perusahaan tersebut dapat menurun. Praktik ini juga akan menciptakan iklim ketidakadilan dan ketidakmerataan di lingkungan kerja, di mana individu-individu berkualitas dan berbakat berpotensi tidak mendapatkan kesempatan yang pantas.

Lebih lanjut, iklim buruk akibat patronase ini dapat menyebar ke berbagai level organisasi, menciptakan budaya kerja yang tidak sehat dan tidak produktif. Karyawan yang melihat atau terlibat dalam praktik-praktik semacam ini mungkin kehilangan motivasi dan kepercayaan terhadap manajemen, pada gilirannya mengurangi efisiensi dan efektivitas operasional perusahaan secara keseluruhan sehingga berdampak pada kinerja keuangan yang buruk dan terhambatnya kemampuan inovasi.

Patronase Memicu Korupsi

Puncak dari busuknya politik patronase di BUMN adalah perilaku korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, di mana patron (elit politik) menempatkan kliennya di posisi strategis untuk memenuhi tujuan politis, mengesampingkan prioritas perusahaan. Hal ini menyebabkan alokasi sumber daya BUMN untuk kepentingan pribadi, keputusan penting didasarkan pada politik, dan lingkungan kerja rentan terhadap korupsi yang menghambat pencapaian tujuan jangka panjang. 

Data Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa pada 2016-2021, terdapat 119 kasus korupsi di BUMN dengan kerugian negara Rp47,92 triliun, sementara Transparency International Indonesia melaporkan 82,37% komisaris BUMN diangkat berdasarkan pertimbangan politis, yang mengakibatkan buruknya pengawasan dan evaluasi sebagaimana diamanatkan UU BUMN. Kondisi ini tidak hanya merugikan BUMN, tetapi juga memperburuk keuangan negara, menghambat investasi, dan menurunkan kualitas pelayanan serta kesejahteraan masyarakat.

Sudah saatnya BUMN kembali pada tujuan awal pembentukannya. Kampanye transformasi dengan slogan akhlaknya tidak boleh hanya menjadi jargon yang tersimpan di bawah meja Menteri dan pejabat tingginya. Undang-Undang BUMN Nomor 19 Tahun 2003 menegaskan bahwa tujuan utama BUMN adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melindungi kepentingan nasional. BUMN sebagaimana fungsinya harus menjadi agen pembangunan yang efisien dan berdaya saing tinggi. Beroperasi dengan profesional, inovatif, dan berkelanjutan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. 

Reformasi tata kelola harus terus menjadi prioritas utama dalam memperkuat BUMN. Mengedepankan meritokrasi dalam penempatan jabatan strategis menjadi wajib dilakukan untuk mendorong akselerasi pertumbuhan. Menghentikan politisasi komisaris sebagai bentuk optimalisasi pengawasan serta upaya menyelamatkan BUMN dari kepetingan yang merusak harus terus diupayakan. Penyempurnaan mekanisme pengawasan dan peningkatan transparansi adalah langkah-langkah penting yang diperlukan untuk mengurangi risiko konflik kepentingan dan meningkatkan akuntabilitas di seluruh struktur organisasi. 

Dengan pengawasan yang lebih ketat dan transparansi yang lebih baik, BUMN akan mampu menjalankan operasionalnya dengan lebih efisien dan efektif, meminimalkan potensi penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi. Reformasi ini juga akan memastikan bahwa keputusan strategis diambil berdasarkan data dan analisis yang objektif, bukan berdasarkan hubungan pribadi atau kepentingan politik.

BUMN dengan pengelolaan kekayaan negara yang melebihi Rp10 ribu triliun tidak boleh dijadikan ajang balas budi bagi politisi dan tim sukses pemilu. Sebaliknya, kekayaan sebesar itu harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan nasional dan kesejahteraan rakyat. 

BUMN bukanlah milik pribadi para pejabat tinggi, rakyat adalah pemegang saham terbesar dari perusahaan-perusahaan tersebut. Oleh karena itu, BUMN harus kembali kepada tujuannya, yaitu menjadi alat yang digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.

***

*) Oleh : Surya Darma, Mahasiswa Magister Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.