TIMES JAKARTA, JAKARTA – Pada hakikatnya, setiap orang memiliki rasa dan keinginan untuk membuat orang lain senang. Baik itu dalam lingkup keluarga, teman, dan lingkungan kerja. Atau bahkan orang yang tidak dikenal sama sekali. Perasaan ingin membuat semua orang ini memang baik. Tapi tidak selamanya baik, karena tidak semua prasangka manusia itu sama.
Setiap manusia mempunyai pandangan dan pendapat yang beragam macam, berbeda-beda sebagaiman warna kulitnya yang begitu banyak. Kenapa saya bilang bahwa tidak selamanya membuat semua orang senang itu baik? Apalagi jika sampai mengorbankan perasaan dan kepentingan pribadi kita sendiri. Salah satunya kepentingan finansial.
Setiap orang pasti memiliki finansial planning masing-masing. Jika tidak, tentu semua orang punya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Mulai dari sandang, pangan, papan, hingga kebutuhan tersiernya. Namun, keinginan untuk membuat orang lain senang ini terkadang mengganggu kestabilan batin. Misal dengan mengiyakan semua kemauan orang, memaksakan diri untuk membelikan sesuatu kepada pasangan baju mahal, cincin niai rupiah tinggi, kado terindah, hingga selalu merelakan diri untuk datang pada acara kumpul-kumpul bersama teman.
Menolak permintaan orang lain kadang membuat kita merasa tidak enak. Apalagi jika orang tersebut memiliki relasi yang cukup dekat dengan kita. Namun, semua itu tidak perlu diiyakan. Apalagi jika tidak membawa banyak dampak manfaat bagi kita. Beranilah berkata "Tidak". Sebelum mengiyakan ajakan atau keinginan orang lain terhadap kita, coba kenali diri sendiri terlebih dahulu. Seperti kondisi finansial, kesehatan, hingga kesibukan pribadi. Jika ajakan tersebut dapat merugikan salah satu kondisi tadi, tak ada salahnya untuk kita menolak ajakan atau permintaan tersebut.
Salah satu cara agar orang yang mengajak atau meminta kita tidak tersenggung, tetap berikan apresiasi. Misalnya, dengan berkata “terimakasih ajakannya, ini sangat berharga untuk saya”. Setelah itu, lanjutkan dengan kalimat penolakan dengan memilih kata yang halus dan penjelasan yang tegas. Serta jujur, agar kita tidak terbiasa berbohong.
Misalnya; “Maaf kali ini saya tidak bisa ikut dulu, karena masih ada pekerjaan yang harus dituntaskan”. Tekanan bahwa yang kita tolak adalah ajakannya. Bukan orangnya. Tidak mengiyakan ajakan bukan berarti kita memutuskan tali silaturrahmi. Tetap berhubungan baik dan tanyakan kabar, agar silaturahim tetap terikat dan terjalin dengan baik.
Teguh pada pendirian juga menjadi penguat diri agar tak tergoda ajakan yang mungkin kurang bermanfaat untuk diri. Dengan pendirian teguh, akan membuat orang lain lebih respect pada kita. Sehingga mereka akan lebih mengerti bahwa kita benar-benar tidak ingin melakukan hal tersebut.
Dengan penuh keberanian mengatakan tidak, apalagi jika membawa manfaat pada diri, kita bisa lebih mengendalikan diri atau self control. Sehingga semua rencana, baik keuangan hingga pekerjaan bisa kita atur dan kendalikan dengan baik.
***
*) Oleh : Muhammad Saukani, Magister UIN Syarif Hidayatullah, Pegiat Literasi dan sastra Arab
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |