TIMES JAKARTA, JAKARTA – Redea Institute menegaskan kembali peran guru sebagai penentu arah pendidikan meski kecerdasan buatan (AI) makin mendominasi ruang kelas. Hal itu mengemuka dalam Konferensi Internasional ke-15 bertema “Menggagas Ulang Pendidikan di Era Digital” yang digelar di Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Tema ini dipilih sebagai respon atas derasnya perkembangan teknologi pendidikan, khususnya generative AI. Meski peluangnya besar, Redea menekankan, AI tetap hanya alat. Sosok guru dengan sentuhan humanis tidak tergantikan.
“AI bisa membantu, tetapi tidak bisa menggantikan integritas, kebijaksanaan, dan ketulusan hati seorang guru,” ujar CEO Redea Institute, Antarina S.F Amir.
Belajar dari Pandemi
Pernyataan serupa disampaikan Dr. John T. Almarode, pakar pendidikan internasional yang hadir sebagai pembicara utama. Ia mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 menjadi pembuktian: teknologi mendukung pembelajaran jarak jauh, namun tetap guru yang menjadi ruh utama proses belajar.
“Generative AI berkembang pesat. Namun dari pandemi, kita belajar satu hal: guru hebat tidak akan pernah tergantikan,” tegas Almarode.
Pesan ini menjadi relevan di tengah maraknya pemanfaatan AI dalam dunia pendidikan, mulai dari pembuatan soal otomatis, analisis data belajar siswa, hingga asistensi materi.
Selain soal posisi guru, konferensi juga menyoroti kesenjangan akses digital. Teknologi yang makin canggih bisa jadi bumerang jika tidak diimbangi dengan kesetaraan infrastruktur. Redea menekankan perlunya kebijakan yang memastikan semua siswa, tanpa terkecuali, mendapatkan kesempatan yang sama dalam memanfaatkan teknologi.
“Jika aksesnya timpang, maka AI hanya akan memperlebar jurang. Di sinilah guru punya peran besar, memastikan teknologi digunakan dengan adil,” ujar Kenneth Shelton, pakar teknologi pendidikan yang juga Apple Distinguished Educator.
Guru Jadi Inspirasi
Konferensi tidak hanya menghadirkan pakar internasional. Redea juga memberi ruang bagi guru dalam sesi Learning Heroes. Dari PAUD hingga SMA, para guru berbagi praktik nyata bagaimana mereka mengintegrasikan teknologi digital di kelas.
Mulai dari penggunaan aplikasi interaktif, strategi mengajar kreatif, hingga memanfaatkan data untuk menganalisis kebutuhan siswa. Semua kisah itu memperlihatkan bahwa teknologi akan berarti jika dipandu oleh guru yang inspiratif.
Redea Institute meyakini, pendidikan yang sukses di era digital bukanlah yang hanya mengandalkan mesin, melainkan kolaborasi antara guru dan teknologi. AI bisa menjadi katalis, tapi keputusan, empati, dan nilai kemanusiaan tetap ada di tangan pendidik.
Dengan mengusung tema “Menggagas Ulang Pendidikan di Era Digital”, konferensi ini mengirim pesan jelas: masa depan pendidikan tetap ditentukan oleh guru, bukan algoritma. (*)
Pewarta | : Rochmat Shobirin |
Editor | : Deasy Mayasari |