https://jakarta.times.co.id/
Berita

Tatib DPR 2025 Digugat ke MA, Dosen Unusia Jakarta: Bertentangan dengan UU MD3

Senin, 24 Februari 2025 - 18:05
Tatib DPR 2025 Digugat ke MA, Dosen Unusia Jakarta: Bertentangan dengan UU MD3 Setya Indra Arifin, dosen hukum dari Universitas Nahdatul Ulama Jakarta dan mahasiswa hukum A. Fahrur Rozi dari Universitas Syarif Hidayatullah, ajukan uji materi ke MA. (FOTO: Setya Indra Arifin)

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Peraturan Tata Tertib (Tatib) DPR No. 1 Tahun 2025 menuai kontroversi setelah dinilai memberikan kewenangan berlebihan kepada DPR, termasuk mengevaluasi lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Kontroversi ini berujung pada gugatan uji materi ke Mahkamah Agung (MA) yang diajukan oleh kantor hukum Dignity. Tim kuasa hukum yang dipimpin oleh Abdul Hakim mendampingi pemohon, yakni Setya Indra Arifin, dosen hukum dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), serta A. Fahrur Rozi, mahasiswa hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

Gugatan tersebut menyoroti Pasal 228A ayat (1) dan (2) dalam Tatib DPR yang mengatur mekanisme evaluasi berkala terhadap pejabat yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR. Menurut pemohon, ketentuan ini bertentangan dengan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) Nomor 17 Tahun 2014, khususnya Pasal 70 ayat (3), Pasal 185 ayat (1) dan (2), serta Pasal 234 ayat (2).

“Pengujian ini bukan soal norma, melainkan legalitas. Apakah ketentuan dalam Tatib DPR bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi atau tidak,” ujar Abdul Hakim, Senin (24/2/2025).

Menurutnya, secara hierarki hukum, peraturan tata tertib DPR hanya mengikat secara internal, bukan eksternal. Namun, Tatib DPR 1/2025 justru memperluas cakupan kewenangannya hingga menyentuh lembaga lain.

"DPR kalau ingin memiliki kewenangan evaluasi seperti itu harus diatur dalam undang-undang, bukan dalam tata tertib internal," tegasnya.

Sementara itu, Setya Indra Arifin, dosen hukum Unusia yang menjadi salah satu pemohon dalam uji materi ini, menilai bahwa aturan tersebut berpotensi melemahkan prinsip independensi lembaga negara.

"Dalam sistem ketatanegaraan kita, lembaga seperti KPK dan MK memiliki independensi yang dijamin oleh konstitusi. Jika DPR diberikan kewenangan mengevaluasi mereka, maka desain kelembagaan negara bisa terganggu," ungkap Setya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa dalam UU MD3 sendiri tidak ada mandat yang memberikan DPR kewenangan untuk mengevaluasi lembaga penegak hukum maupun lembaga independen lainnya. Hal ini dinilai sebagai tindakan ultra vires, yaitu pemberian kewenangan yang melampaui batas yang ditentukan undang-undang.

"Fungsi pengawasan DPR itu limitatif, hanya untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah. Tidak ada mandat untuk mengevaluasi KPK, Polri, MA, atau MK," jelasnya.

Menurutnya, kewenangan evaluasi yang diklaim berdasarkan fungsi pengawasan DPR ini justru berpotensi mengancam independensi lembaga-lembaga negara dan bertentangan dengan prinsip demokrasi.

Hingga saat ini, DPR belum memberikan tanggapan resmi terkait uji materi yang diajukan ke MA. Namun, sejumlah pakar hukum menilai bahwa pengujian ini dapat menjadi momentum untuk menegaskan batasan kewenangan DPR agar tidak bertentangan dengan konstitusi.(*)

Pewarta : Moh Ramli
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.